Sentimen
Partai Terkait
Sisa Ikuti Uji Kelayakan dan Kepatutan di DPR, Giliran TNI AL Jabat Panglima
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Laksamana Yudo Margono menjadi calon tunggal Panlima Tentara Nasional Indonesia. Dia berasal dari TNI Angkatan Laut (AL).
Peluangnya lolos sangat besar. Sisa menunggu uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang akan dilakukan DPR pekan depan. Jika Yudo lolos, maka pada periode Joko Widodo sebagai presiden RI, seluruh matra mendapat kesempatan jadi panglima.
Memang, masih dominan matra Angkata Darat (AD). Pertama kali Jokowi menjadi presiden, Panglima TNI merupakan sosok usulan Presiden SBY, Jenderal Moeldoko (30 Agustus 2013- 8 Juli 2015) dari AD. Moeldoko sempat menjabat pada dua era presiden berbeda.
Baru setelah Moeldoko, Jokowi mengangkat Jenderal Gatot Nurmantyo (8 Juli 2015-8 Desember 2017) dari AD, lalu Marsekal Hadi Tjahjanto (8 Desember 2017-17 November 2021) dari AU, dan terakhir Jenderal Andika Perkasa (17 November 2021-21 Desember 2022).
Nah, karena Andika akan pensiun, presiden mengusulkan nama baru sebagai calon panglima. Jokowi menyatakan Surat Presiden (Surpres) terkait hal tersebut sudah disampaikan kepada DPR.
"Panglima TNI sudah diajukan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan," ujarnya saat berkunjung ke Kalimantan Barat, 29 November.
Kepala Negara mengungkapkan salah satu alasan pengajuan Yudo adalah rotasi matra. TNI AL sudah delapan tahun absen menjadi panglima.
Surpres Panglima TNI sendiri telah disampaikan kepada DPR oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Senin, 28 November.
Sementara DPR saat ini belum bisa melaksanakan uji kelayakan dan kepatutan, karena masih menunggu rapat Badan Musyawarah (Bamus). Rencananya uji kelayakan dan kepatutan akan dilakukan minggu depan
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid mengatakan nama calon Panglima TNI sampai saat ini masih ada di tangan pimpinan DPR. Selanjutnya, pimpinan DPR akan mengelar rapat bamus untuk membahas pergantian Panglima TNI.
Setelah rapat bamus, pimpinan DPR akan menugasi Komisi I untuk melakukan fit and proper test kepada Laksamana Yudo sebagai calon tunggal Panglima TNI. "Jadi, seperti itu prosedurnya," terangnya.
Sampai saat ini, impinan DPR belum menggelar rapat bamus untuk membahas pergantian Panglima TNI. Komisi I hanya bisa menunggu hasil dari rapat bamus.
Hasil itu menjadi dasar bagi Komisi I melakukan uji kepatutan dan kelayakan.
"Jadi, saat ini kami masih menunggu rapat bamus," ungkap Politisi Partai Golkar itu.
Terkait kunjungan ke rumah calon Panglima TNI dalam proses uji kelayakan dan kepatutan, Meutya mengatakan bahwa tidak ada aturan baku. Itu hanya sebuah tradisi.
Saat Jenderal Andika Perkasa sebagai calon Panglima TNI, Komisi I melakukan kunjungan ke rumahnya sebelum dilakukan uji kelayakan dan kepatutan. Menurutnya, komisinya juga bakal berkunjung ke rumah Yudo. "Kemungkinan akan kami lakukan setelah proses fit and proper test," paparnya.
Sesuai UU tentang TNI, DPR mempunyai waktu 20 hari untuk melakukan tes. Masih mempunyai waktu untuk melakukan fit and proper test sebelum DPR memasuki masa reses pada 15 Desember mendatang.
Meutya menegaskan bahwa komisinya akan berupaya menyelesaikan proses tes sebelum 15 Desember mendatang. Setelah itu, hasil tes akan diserahkan ke pimpinan DPR, kemudian dilanjutkan ke presiden.
Soal sosok Laksamana Yudo, Meutya menyatakan bahwa Yudo bukanlah orang asing bagi Komisi I, karena sebagai Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), dia merupakan mitra Komisi I. Selain itu, pihaknya sudah mengenal Yudo cukup lama.
"Track record-nya cukup cemerlang. Selebihnya nanti kami sampaikan saat fit and proper test," tandasnya.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, saat ini pimpinan DPR masih mencocokan waktu untuk menggelar rapat pimpinan (Rapim) setelah menerima surpres calon Panglima TNI. Menurutnya, Bamus akan dilakukan setelah Rapim DPR RI.
Saat ini pimpinan DPR masih memiliki kegiatan masing-masing. Jadi, kemungkinan rapim dan bamus baru akan dilaksanakan minggu depan. "Kalau pekan ini sudah tidak mungkin," ucapnya kemarin.
Jika rapim dan bamus dilakukan minggu depan, maka fit and proper test calon Panglima TNI kemungkinan akan dilaksanakan pekan depan. "Nanti akan kami sampaikan kalau sudah fixed," tandasnya.
Kekerasan Oknum
Sementara itu, kekerasan yang dilakukan oknum TNI masih terus menjadi sorotan publik. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat ada 61 praktik kekerasan yang melibatkan oknum anggota TNI sepanjang Oktober 2021 hingga September 2022.
Klasifikasi kekerasan itu salah satunya adalah penyiksaan. ”Peristiwa kekerasan itu terus berulang,” kata Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti, kemarin.
Peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota TNI belum lama ini juga terjadi di Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Pulau Morotai. Fatia menyebut, kejadian pada 24 November lalu itu melibatkan prajurit TNI Angkatan Udara berinisial SM. Korbannya adalah EF, seorang mahasiswa Universitas Pasifik Morotai.
Penyiksaan itu bermula ketika EF dan teman-temannya mengadakan acara memasak. Karena kekurangan bahan rempah, EF lantas mencari bahan tersebut di area asrama Tirtonadi Darame AURI.
EF sejatinya ingin membeli cabai dari kebun asrama tersebut. Namun, karena SM tak kunjung keluar ketika dipanggil, EF dan teman-temannya langsung memetik dan membayarnya kemudian.
”Saat SM keluar (rumah, Red), EF menyerahkan sejumlah uang kepada SM, namun SM menolak dan kemudian menyiksa EF dengan berbagai bentuk,” kata Fatia. Akibat penyiksaan tersebut, EF mengalami luka di bagian wajah dan pinggang.
”Korban juga sempat dicekik lehernya,” ungkap Fatia. Oknum TNI tersebut juga sempat mengancam untuk membunuh EF.
Contoh kasus penyiksaan di Morotai hanya satu dari sekian banyak praktik kekerasan yang melibatkan anggota TNI. Menurutnya, peristiwa yang terus berulang itu disebabkan minimnya tindakan tegas dan penghukuman terhadap oknum TNI yang melakukan kekerasan. ”TNI belum berhasil lepas dari kultur kekerasan,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas menyatakan bahwa realisasi perubahan pendekatan dalam menangani permasalahan dan konflik di Papua juga harus menjadi atensi Yudo. Sebab, reorientasi militer di Papua dan Papua Barat dinilai belum tampak jelas.
”Dan kebijakan ini adalah batu uji krusial untuk panglima TNI mendatang,” terang dia kepada awak media di Jakarta.
Menurut Anton, perubahan kebijakan di Papua sangat penting. Mengingat belum banyak perubahan di sana. Bahkan sampai saat ini isu-isu di Papua masih menjadi problem keamanan nasional.
”Di sisi lain, kejelasan bagaimana pendekatan non kekerasan dan reorientasi militer pasca DOB di Papua menjadi penting mengingat sejauh ini yang muncul adalah kabar burung terkait rencana penambahan sejumlah komando teritorial di Bumi Cenderawasih,” bebernya.(lyn/lum/syn/tyo/jpg/zuk-dir)
Sentimen: negatif (100%)