Sentimen
Negatif (57%)
29 Nov 2022 : 20.56
Tokoh Terkait

Ini Alasan Buruh Menolak UMP Naik 5,6 Persen

29 Nov 2022 : 20.56 Views 2

Indozone.id Indozone.id Jenis Media: News

Ini Alasan Buruh Menolak UMP Naik 5,6 Persen

INDOZONE.ID - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Presiden Partai Buruh Said Iqbal, menolak kenaikan Upah Minimun sebesar 5,6 persen karena tidak cukup memenuhi kebutuhan buruh.

"Kenaikan UMP DKI 5,6 persen tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di DKI," ujar Said melalui keterangan tertulis, Selasa (29/11/2022).

Said pun merincikan kebutuh para buruh yang mencapai Rp 3,7 juta per bulan, jika dikurangin UMP Rp 4,9 juta hanya tersisa Rp 1,2 juta.

"Sebab biaya sewa rumah sudah 900 ribu, transportasi dari rumah ke pabrik (PP) dan pada hari libur bersosialisasi dengan saudara dibutuhkan anggaran 900.000, kemudian makan di Warteg 3 kali sehari dengan anggaran sehari 40.000 menghabiskan 1,2 juta sebulan. Kemudian  biaya listrik 400 ribu, biaya komunikasi 300 ribu, sehingga totalnya 3,7 juta," sambung Said.

Menurut Said, sisa uang yang hanya 1,2 juta tidak memenuhi kebutuhan membeli pakaian, air minum, dan berbagai kebutuhan lainnya.

"Jika upah buruh DKI 4,9 juta dikurangi 3,7 juta hanya sisanya 1,2 juta. Apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain?Jadi dengan kenaikan 5,6 persen buruh DKI tetap miskin," tambah Said.

Said menyatakan, ia menolak karena presentase kenaikan UMP di bawah nilai inflansi pada bulan Januari hingga Desember Tahun 2022 sebesar 6,5 persen. Hingga pertumbuhan ekonomi dari bulan Januari sampai Desember, menurut Said yang diperkirakan sebesar 5 persen. 

"Kenaikan UMP dan UMK di seluruh Indonesia seharusnya adalah (sesuai) sebesar inflansi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi atau kab/kota di tahun berjalan, bukan menggunakan inflansi dan pertumbuhan ekonomi tahunan atau Year on Year," sambung Said.

Baca Juga: Buruh Tolak Kenaikan UMP DKI Jakarta Sebesar 5,6 Persen: Harusnya Sesuai Inflasi!

Said menegaskan, jika menggunakan data pada September tahun 2021 hingga September tahun 2022 hal tersebut tidak mendeskripsikan terhadap dampak kenaikan BBM yang mengakibatkan kenaikan harga barang melambung tinggi pada Oktober tahun 2022.

"Untuk itu, dengan kenaikan UMP DKI Tahun 2023 sebesar 5,6 persen, Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh mengecam keras keputusan Pejabat Gubernur DKI yang tidak sensitif terhadap kehidupan buruh," sambung Said.

Said mengatakan, kenaikan UMP yang hanya sebanyak 5,6 persen membuktikan bahwa Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta tidak peduli terhadap kaum buruh.

"Gubernur DKI tidak punya rasa peduli dan empati pada kaum buruh," tambah Said.

Selain itu Said juga mendesak, agar Pj Gubernur DKI Jakarta untuk segera merevisi kenaikan UMP DKI Tahun 2023 sebesar 10,55 persen sesuai dengan usulan Dewan Pengupahan Provinsi DKI unsur serikat buruh.

Baca Juga: UMP DKI Jakarta Ditetapkan Senin Depan

"Kenaikan UMP DKI 5,6 persen tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di DKI Jakarta," ujar Said.

Selain itu Said menyatakan, dengan kenaikan UMP 5,6 persen mengakibatkan UMK di seluruh Indonesia menjadi kecil.

Oleh karena itu, menurut Said sebagai jalan kompromi mendesak agar UMP DKI segera direvisi sebesar 10,55 persen dari sebelumnya mengusulkan kenaikan 13 persen. 

"Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh meminta Bupati dan Walikota dalam merekomendasikan nilai UMK ke Gubernur adalah sebesar antara 10 hingga 13 persen," tegas Said.

Artikel Menarik Lainnya:

Sentimen: negatif (57.1%)