Sentimen
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Partai Buruh Tolak Kenaikan UMP DKI Tahun 2023 Jadi Rp 4,9 Juta
Merahputih.com Jenis Media: News
MerahPutih.com - Serikat buruh menolak rencana kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2023 sebesar 5,6 persen atau setara dengan Rp 4.901.798 dari sebelumnya 2022 senilai Rp 4.641.854.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, pihaknya menolak persentase kenaikan UMP dikarenakan di bawah nilai inflansi Januari-Desember 2022 yaitu sebesar 6,5 persen plus pertumbuhan ekonomi Januari-Desember yang diperkirakan sebesar 5 persen.
Apalagi, kenaikan UMP DKI tahun 2023 lebih rendah dari sejumlah daerah lain seperti Banten sebesar 6,4 persen, Jogja sebesar 7,65 persen, Jawa Timur sebesar 7,85 persen. Sedangkan DKI Jakarta hanya sebesar 5,6 persen.
Baca Juga:
Buruh Tolak Usulan Kenaikan UMP DKI dari Apindo"Kenaikan UMP dan UMK di seluruh Indonesia seharusnya adalah sebesar inflansi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi atau kab/kota di tahun berjalan, bukan menggunakan inflansi dan pertumbuhan ekonomi tahunan atau year on year," ujar Said Iqbal.
Menurutnya, jika menggunakan data September 2021 ke September 2022, hal itu tidak memotret dampak kenaikan BBM yang mengakibatkan harga barang melambung tinggi, karena kenaikan BBM terjadi pada Oktober 2022.
Terkait dengan kenaikan UMP DKI Tahun 2023 sebesar 5,6 persen, Partai Buruh dan organisasi serikat buruh mengecam keras keputusan Pejabat Gubernur Heru Budi Hartono yang tidak sensitif terhadap kehidupan buruh.
"Kenaikan 5,6 persen masih di bawah nilai inflansi. Dengan demikian, Gubernur DKI tidak punya rasa peduli dan empati pada kaum buruh," tegas Said Iqbal.
Baca Juga:
Buruh Usul UMP DKI 2023 Naik jadi Rp 5,1 Juta, Apindo: Tidak Sesuai PeraturanUntuk itu, pihaknya mendesak agar Pejabat Heru merevisi kenaikan UMP DKI Tahun 2023 menjadi sebesar 10,55 persen sesuai dengan yang diusulkan Dewan Pengupahan Provinsi DKI unsur serikat buruh.
Menurutnya, kenaikan UMP DKI 5,6 persen tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di DKI. Sebab biaya sewa rumah sudah R[ 900 ribu, transportasi dari rumah ke pabrik (PP) dan pada hari libur bersosialisasi dengan saudara dibutuhkan anggaran Rp 900.000, kemudian makan di warteg 3 kali sehari dengan anggaran sehari 40.000 menghabiskan 1,2 juta sebulan. Kemudian biaya listrik 400 ribu, biaya komunikasi 300 ribu, sehingga totalnya 3,7 juta.
"Jika upah buruh DKI 4,9 juta dikurangi 3,7 juta hanya sisanya 1,2 juta. Apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain? Jadi dengan kenaikan 5,6 persen buruh DKI tetap miskin," kata Said Iqbal.
UMP DKI yang naik 5,6 persen akan mengakibatkan UMK di seluruh Indonesia menjadi kecil. Untuk itu, Partai Buruh dan organisasi serikat buruh mendesak agar UMP DKI direvisi menjadi sebesar 10,55 persen sebagai jalan kompromi dari serikat buruh yang sebelumnya mengusulkan 13 persen.
Partai Buruh dan organisasi serikat buruh mengapresiasi sikap pemerintah yang menggunakan Permenaker 18 Tahun 2022 dan tidak lagi menggunakan PP 36 Tahun 2021.
Partai Buruh dan organisasi serikat buruh meminta bupati dan wali kota dalam merekomendasikan nilai UMK ke gubernur adalah sebesar antara 10 hingga 13 persen.
"Bilamana tuntutan di atas tidak didengar, mulai minggu depan akan ada aksi besar di berbagai daerah di seluruh Indonesia untuk menyuarakan kenaikan upah sebesar 10 hingga 13 persen," tegasnya. (Asp)
Baca Juga:
PKS Desak Pemerintah Revisi UU Cipta Kerja yang Dinilai Tak Berpihak pada BuruhSentimen: negatif (66.7%)