Sentimen
Negatif (99%)
26 Nov 2022 : 15.12
Informasi Tambahan

Kab/Kota: bandung, Batang

Kasus: covid-19, PHK

Tokoh Terkait

Dinilai Memberatkan, Pemerintah Diminta Tunda Kenaikan Cukai

26 Nov 2022 : 15.12 Views 2

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Dinilai Memberatkan, Pemerintah Diminta Tunda Kenaikan Cukai

PIKIRAN RAKYAT - Para pelaku industri hasil tembakau (IHT) di tanah air, yang tergabung dalam berbagai organisasi seperti Gaprindo (Gabungan produsen rokok putih Indonesia) dan Formasi (Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia) meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan kenaikan cukai rokok tahun 2023 dan 2024 rata rata sebesar 10 persen lebih.

Alasannya, kondisi ekonomi masyarakat masih sangat berat sebagai dampak dari kenaikan bahan bakar minyak (BBM), dan pendemi Covid 19 yang belum reda.

Selain itu, juga karena saat ini sudah masuk resesi ekonomi dunia akibat situasi politik global yang terus memanas.

Sementara masa depan perekonomian di tanah air dan dunia juga masih dilanda ketidakpastian.

Baca Juga: Bea Cukai Bandung Sita 576.640 Rokok Ilegal, Negara Diperkirakan Kehilangan Ratusan Juta Rupiah

Dalam situasi seperti ini, menurut pelaku industri tersebut, harusnya ada kelonggaran dari pemerintah. Bukan justru semakin dipersulit dengan kenaikan cukai sebesar 10 persen lebih.

Sekiranya pemerintah sedang membutuhkan dana untuk pembangunan sehingga harus menaikkan cukai, maka kenaikannya tidak lebih dari 7 persen. Selain itu kenaikan cukai juga harus diikuti pemberantasan rokok illegal.

Hal tersebut disampaikan Ketua Gaprindo Benny Wahyudi dan Ketua Formasi Heri Susianto di Jakarta, Jumat 25 November 2022.

“Saat ini situasinya berat dengan adanya berbagai kenaikan biaya di industri. Situasi ini sangat beda dari yang normal. Jadi situasinya sangat tidak normal. Pandemi pun belum selesai, masih ada saja kasus baru (terinfeksi Covid 19 yang jumlahnya mencapai) 6.000-7.000 kasus," kata Benny.

Baca Juga: 4 Alasan Kenaikan Cukai Rokok

"Saya benar-benar tidak tahu, apakah memang IHT ini sudah tidak diperhatikan (pemerintah)? Yang jelas, kalau tidak diperhatikan, kontribusi IHT kepada perekonomian atau penerimaan negara itu kan lebih dari 10 persen. Cukainya saja tahun ini diperkirakan lebih dari Rp200 triliun,” tegas Benny Wahyudi.

Hal yang sama disampaikan Heri Susianto. Menurut dia, Kebutuhan akan pemasukan negara ini sangat luar biasa. Tahun 2022, target cukai rokok itu sekira Rp203 triliun.

Kenaikan cukai rokok itu memang untuk memenuhi kebutuhan keuangan negara sehingga lima tahun terakhir, kenaikan cukai rokok langsung diputuskan Presiden.

Dikatakan Heri, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) sudah mengajukan kenaikan cukai rokok di angka 7 persen, namun keputusan tetap di tangan Presiden sehingga pemerintah tetap menaikkan cukai di angka 10 persen lebih.

Baca Juga: Tarif Cukai Naik 10 Persen, Siap-siap Harga Rokok Semakin Mahal di 2023

Untuk Sigaret Putih Mesin (SKM) misalnya, golongan 2 itu naik 17,5 persen, kedua untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) dengan kenaikan hanya 5 persen.

Menurut Heri Susianto, alasan yang dikemukakan Kementerian Keuangan  atas kenaikan cukai rokok sangat tidak masuk akal.

Yakni, kenaikan cukai rokok disebabkan fokus pemerintah terhadap prevalansi merokok yang turun menjadi 8 persen dari sebelumnya di angka 9 persen. 

"Padahal prevalansi merokok ini sangat dipengaruhi oleh preferensi dan perpindahan atas pilihan rokok ke golongan layer yang lebih murah, terlebih lagi rokok polos atau illegal atau tanpa cukai."

“Oleh karena itu, ucapan Ibu Sri Mulyani terkait melindungi prevalansi merokok, menurut saya, tidaklah tepat karena maraknya peredaran rokok ilegal ini menjadikan para perokok baik yang pemula maupun perokok aktif yang beralih dari rokok legal ke rokok tanpa cukai ini tidak terdeteksi jumlahnya oleh pemerintah. Terlebih lagi dari masifnya peredaran rokok illegal pemerintah tidak mendapatkan pemasukan berupa cukai yang jelas jelas sangat merugikan negara,” tegas Heri Susianto.

Bagi Gaprindo, menurut Benny Wahyudi, kenaikan cukai rokok tahun  ini terlalu tinggi. Karena kenaikan ini sudah dari tahun ke tahun, dari tahun 2020, 2021, 2022 dan selalu tinggi kenaikannya. Ini mengakibatkan produksi kita menurun.

Lebih lanjut Benny Wahyudi menjelaskan, dengan adanya kebijakan kenaikan cukai rokok di atas 10 persen yang kembali akan diberlakukan Pemerintah di tahun 2023 dan 2024, kemungkinan besar akan semakin menurunkan jumlah produksi rokok putih.

Jika dilihat produksinya dari tahun 2017, year on year Oktober 2017, kira-kira  jumlah produksinya mencapai 17,4 miliar batang. Saat ini tahun 2022 year on year, tinggal 10,4 miliar batang.  Dalam waktu  lima  tahun penurunan jumlah produksi mencapai 7 miliar. Karena itu, kebijakan pemerintah menaikan cukai rokok, kemungkinan besar akan kembali menurunkan jumlah produksi rokok putih.

“Kenaikan cukai rokok pengaruhnya sangat berat bagi kami. Karena kita mengalami kemunduran dari segi produksi saja turun. Mungkin di tahun depan juga turun antara 8-9 persen  lagi. Jelas (Kenaikan cukai rokok) itu berdampak (pada penurunan produksi dan penjualan). Kalau tahun sebelumnya di tahun 2017 masih Rp17 miliar. Kalau tahun ini dengan pemberian cukai kesatu saja itu kira-kira penjualannya hanya Rp10,4 miliar. Jadi jelas ada penurunan penjualannya,” papar Beny.

Lebih lanjut Ketua Gapprindo ini menjelaskan, menurut informasi yang diterima pihaknya, kenaikan cukai rokok di tahun 2023 mendatang, sigaret putih mesin (SPM) kenaikan cukai rokoknya  paling tinggi. Bahkan lebih tinggi dari sigaret kretek tangan (SKT). Meskipun pangsa pasar SPM terus mengalami penurunan.

Kalau tahun 2017 pangsa pasar SPM masih di atas 5 persen, year on year Oktober 2022 masih 5,11 persen. Saat ini pangsa pasarnya dibandingkan rokok kretek mesin atau tangan, SPM ini pangsa pasarnya tinggal 3,07 persen. Produksi dan pangsa  pasar mengalami penurunan karena pembebanan kenaikan cukainya paling besar.

“Sayangnya kita (Gaprindo) belum punya (menerima) PMK (peraturan menteri keuangan)nya. Kalau kita lihat dan bandingkan dengan sigaret kretek tangan atau sigaret kretek mesin,” keluh Benny Wahyudi.

Baik Benny Wahyudi maupun Heri Susianto,  berharap pemerintah mengubah kebijakannya, untuk tidak menaikan cukai rokok di tahun 2023 dan 2024. Jika pemerintah terus mengeluarkan kebijakan menaikan cukai rokok, tidak menutup kemungkinan IHT di tanah air akan mengalami kematian di masa mendatang.

PHK

Ketua Umum Gaprindo membantah statement Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebutkan kenaikan cukai rokok dua tahun ke depan secara berturut turut tidak akan berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan di lingkungan IHT. Menurut dia, kemungkinan pengurangan pegawai atau PHK  akibat kenaikan cukai rokok di dua tahun berturut turut tidak tertutup dilakukan IHT.

“Pengurangan pegawai mungkin saja bisa terjadi, namanya juga efisiensi. Karena pastinya pendapatan menurun, pasti akan ada efisiensi. Seberapa besar dan di level mana saya juga kurang paham. Tapi yang jelas kalau pengurangan itu bisa saja, misalnya mengurangi shift kerja dari 3 shift menjadi 2 shift, karena memang yang dijual tidak ada,” papar Benny Wahyudi.

Hal senada disampaikan Heri Susianto.  Menurut dia, anggotanya tidak menutup kemungkinan terjadinya PHK karyawan, demi melakukan efisiensi akibat kenaikan cukai rokok yang terus menerus.

Menurut Benny Wahyudi, pihak produsen rokok juga tidak ingin terjadi PHK karyawan atau pegawai karena industri rokok juga sangat bergantung pada pegawai.

Namun, tak ada pilihan lain, demi efisiensi, jika pemerintah terus menaikkan cukai rokok yang membuat harga rokok menjadi jauh lebih mahal dan pembelian rokok oleh masyarakat semakn berkurang, pihaknya harus melakukan PHK.

“Makanya kita berupaya agar masih bisa bertahan. Kita pasti akan melakukan penghematan-penghematan, misalnya mengurangi shift, mencari penjualan lain seperti ekspor. Meski hal ini tidaklah mudah karena negara tujuan ekspor juga menerapkan pembatasan terhadap IHT ini,” ujar Benny Wahyudi.

Selain pengurangan pegawai, pihak industri rokok juga dipastikan akan mengurangi pembelian tembakau dari para petani di tanah air. Hal ini karena pihak produsen rokok juga mengurangi produksi rokoknya.

Pengurangan produksi rokok disebabkan menurunnya penjualan rokok. Penjualan rokok menurun karena harganya meningkat. Peningkatan harga disebabkan cukai yang dikenakan pemerintah semakin tinggi.

“Otomatis pembelian bahan baku (tembakau dari petani) juga jadi berkurang, karena (rokok) yang dijual juga kurang. Berapa persen besar penurunan pembelian bahan baku ini biasanya besarnya proporsional dengan produksinya. Jadi seperti itu. Kalau kita rata-ratakan penurunan dari tahun 2017 sampai tahun 2022, minus terus 9,79 persen. Kira-kira seperti itulah penurunannya,” papar Benny Wahyudi.

Agar tidak terjadi pengurangan pegawai dan pembelian tembakau dari para petani, Ketua Gaprindo berharap pemerintah memberikan kemudahan sekaligus memfasilitasi untuk program dan proses eksport produk rokok tanah air ke berbagai negara. Dengan ekspor industri hasil tembakau di tanah air masih bisa bertahan.***

Sentimen: negatif (99.8%)