Setelah Nasdem-Demokrat-PKS, Kini Gerindra-PKB Memanas

24 Nov 2022 : 12.40 Views 3

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Setelah Nasdem-Demokrat-PKS, Kini Gerindra-PKB Memanas

JAKARTA, KOMPAS.com - Gelanggang Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 diramaikan oleh isu bongkar pasang koalisi partai politik.

Sebutlah Partai Nasdem, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sejak lama mengumumkan rencana koalisi, tapi hingga kini belum juga resmi. Rencana kerja sama ketiga partai sempat diterpa kabar perpecahan.

Belakangan, kongsi Partai Gerindra dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memanas. PKB tidak senang karena muncul wacana duet Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan kader PDI Perjuangan Ganjar Pranowo untuk pilpres.

Baca juga: PKS Tolak Bujukan Masuk KIB, Pilih Bangun Koalisi dengan Demokrat dan Nasdem

Partai pimpinan Muhaimin Iskandar itu bahkan mengancam bakal membentuk komposisi baru jika desas-desus tersebut benar adanya.

Dinamika ini pun dinilai sebagai pertanda cairnya koalisi partai politik hari ini. Para elite politik masih sangat mungkin bermanuver, menimbang peluang keuntungan terbesar.

Rencana koalisi Nasdem-Demokrat-PKS

Partai Nasdem, Demokrat, dan PKS sudah sejak lama menjalin komunikasi intens. Pertemuan para elite partai berulang kali digelar.

Ketiga parpol juga sempat berencana mendeklarasikan koalisi pada 10 November kemarin, namun batal. Alasannya, karena kesibukan masing-masing elite.

Kongsi yang menamakan diri Koalisi Perubahan ini berencana mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres). Adapun Anies telah lebih dulu dideklarasikan sebagai capres Partai Nasdem.

Sementara, calon wakil presiden (cawapres) untuk Anies masih menjadi tanda tanya. Ihwal inilah yang disinyalir menjadi sumber alotnya negosiasi kerja sama antara ketiga partai.

Baca juga: AHY Sebut Ada yang Tak Inginkan Koalisi Demokrat-Nasdem-PKS Terbentuk

Demokrat sempat ngotot menyodorkan nama ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebagai cawapres. Sementara, PKS tak mau kalah, ingin agar mantan Gubernur Jawa Barat yang juga Wakil Ketua Majelis Syura PKS, Ahmad Heryawan, jadi calon RI-2.

Di sisi lain, Nasdem mengusulkan supaya pendamping Anies diambil dari sosok di luar ketiga partai koalisi.

Dinamika ini pun sempat menggoyahkan rencana kerja sama ketiganya. Baik PKS maupun Demokrat membuka komunikasi dengan partai-partai politik lainnya.

Namun, belakangan, Demokrat dan PKS mengaku legawa jika bukan kader mereka yang dipilih sebagai pendamping Anies.

Wakil Ketua Majelis Syura PKS, Sohibul Iman, mengatakan, paling penting, cawapres Anies mampu mendongkrak kemenangan pada pemilu mendatang.

"Saya kira kami di PKS tidak masalah," kata Sohibul di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (18/11/2022).

Baca juga: PKS-Demokrat Tak Ngotot Jagokan Aher dan AHY Jadi Cawapres Anies

Demokrat juga mengaku demikian. Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya, bekata, pihaknya tak memasang harga mati untuk memasangkan AHY dengan Anies.

“Jadi tentu segala strategi termasuk pasangan cawapres ini adalah faktor memenangkan yang jadi pertimbangan kami. Jadi tentu akan (jadi) keputusan capres (Anies) dan dibicarakan juga dengan partai koalisi,” akunya.

Lain Koalisi Perubahan, lain lagi dengan koalisi Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa. Sedianya, Gerindra dan PKB sudah resmi mendeklarasikan koalisi pada 13 Agustus 2022.

Memang, nama capres dan cawapres kongsi tersebut belum disepakati. Hanya saja, Prabowo telah menyatakan kesiapannya menjadi calon RI-1.

Sementara, sejak awal koalisi ini diumumkan, Muhaimin Iskandar bersikukuh ingin jadi cawapres Prabowo. Katanya, percuma jika berkoalisi tapi dia tak dapat kursi calon RI-2.

Baca juga: Ngobrol dengan Surya Paloh, Anies Bahas Cawapres

Namun, belakangan, Muhaimin justru ingin jadi capres. Menurutnya, PKB dan Gerindra belum bersepakat soal nama capres-cawapres lantaran kedua pimpinan partai sama-sama ngotot jadi calon presiden.

"Belum, kita akan duduk berdua (dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto) karena sampai detik ini masing-masing ngotot jadi capres," kata Cak Imin, begitu sapaan akrab Muhaimin, di kantor DPP PKB, Jakarta, Senin (21/11/2022).

Terbaru, muncul isu Prabowo bakal berduet dengan Ganjar Pranowo sebagai pasangan capres-cawapres. Desas-desus ini pun membuat Cak Imin Gusar dan mengancam akan membentuk komposisi baru jika wacana itu jadi kenyataan.

"Saya bikin komposisi lain (jika Prabowo-Ganjar berduet)," katanya di kantor DPP PKB, Senin (21/11/2022).

Meski begitu, Imin tak menjelaskan lebih lanjut soal "komposisi baru" yang dia maksud. Wakil Ketua DPR RI itu juga irit bicara ketika ditanya apakah ia legawa jika tak dipilih jadi cawapres Prabowo.

"Ya kita lihat nanti," katanya singkat.

Terkait dinamika ini, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Budisatrio Djiwandono mengatakan, hingga kini partainya masih berkomitmen koalisi dengan PKB. Budi pun yakin kerja sama Gerindra-PKB akan terus berjalan hingga Pemilu 2024.

"Ya kita menjalankan kerjasama itu dengan asas saling menghormati, saling menghargai," katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/11/2022).

Disinggung soal isu duet Prabowo-Ganjar, Gerindra tak menjawab tegas. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Budisatrio Djiwandono mengatakan, banyak tokoh yang berpotensi mendampingi Prabowo pada pemilu mendatang.

Untuk itu, pembahasan soal cawapres masih terus berjalan di internal Gerindra.

"(Tokoh-tokoh itu) tidak tertulis pada satu orang, tetapi lebih pada pembahasan yang masih terus berjalan," ujar dia.

Bongkar pasang

Membaca ini, pengamat politik sekaligus pendiri LSM Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai, koalisi partai-partai politik saat ini masih sangat cair. Bongkar pasang kongsi masih sangat mungkin terjadi.

Namun, dari tiga poros yang mungkin terbentuk, menurut Ray, soliditas koalisi Gerindra-PKB menjadi yang paling rendah. Kemungkinan kedua partai benar-benar berkongsi pada Pilpres 2024 disebut hanya 50 persen.

Sementara, tingkat soliditas rencana koalisi Nasdem-Demokrat-PKS disebut berkisar 60 persen. Sedangkan, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bentukan Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sekitar 70 persen.

Baca juga: Perjodohan Prabowo-Ganjar dan Ancaman Cak Imin, Sinyal Pecah Kongsi Gerindra-PKB?

Menurut Ray, koalisi Gerindra-PKB dibentuk hanya sebagai sekoci kalau-kalau kedua partai gagal merapat ke poros-poros lain.

"Memang koalisi ini terlihat terlalu dipaksakan sebetulnya," katanya kepada Kompas.com, Kamis (24/11/2022).

Jika Gerindra punya peluang bekerja sama dengan PDI-P, menurut Ray, tak masalah bagi partai tersebut meninggalkan PKB.

Sebab, berpasangan dengan Ganjar Pranowo yang punya modal elektabilitas besar lebih menjanjikan kemenangan buat Prabowo. Bahkan, Prabowo diprediksi tak akan mempersoalkan jika "hanya" mendapat kursi calon RI-2.

"Bagi Gerindra, apa pun ceritanya partai ini harus punya capres atau cawapres. Karena itu salah satu cara mereka untuk menjadikan partai ini sebagai bahan perbincangan di 2024," ujar Ray.

"Kalau mereka tidak mencalonkan sama sekali baik di capres maupun cawapres, partainya juga tidak akan kelihatan," tuturnya.

Baca juga: PKB Tegaskan Ingin Bangun Koalisi dengan Gerindra sampai Menang

Seandainya pun Gerindra pada akhirnya berkoalisi dengan PDI-P, Ray menduga, PKB akan tetap bertahan. Meski Muhaimin kini tampak gusar, ia dan partainya diprediksi bakal merapat ke poros yang punya peluang kemenangan terbesar.

Pola yang sama juga terlihat di PKS dan Demokrat. Menurut Ray, betapa pun kedua partai tampak tidak setuju dengan penentuan cawapres koalisi mereka dengan Nasdem, namun, PKS dan Demokrat tidak akan lepas dari Anies Baswedan.

Apalagi, dengan mengusung Anies, PKS dan Demokrat berpotensi mendapat limpahan elektoral atau coat-tail effect besar, bahkan melampaui Nasdem.

"Kalau Anies tetap bertahan (jadi capres) di Nasdem, ya sudah, dia (PKS dan Demokrat) bertahan di situ," tutur Ray lagi.

-. - "-", -. -

Sentimen: positif (66.6%)