Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Institusi: Oxford
Kab/Kota: Sleman, London
Tokoh Terkait
Di Inggris, Ketua Umum PBNU Jelaskan Penggunaan Istilah Kafir
Mediaindonesia.com Jenis Media: Nasional
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf, selama dua hari akhir November "ngaji" NU bersama para kaum terpelajar di The Policy Exchange London dan mahasiswa The Oxford Union Society di Inggris.
Dalam forum yang didesain dengan pola debat terbuka itu, seperti keterangan yang diterima Media Indonesia, Rabu (23/11), Gus Yahya menjelaskan seputar jatuh bangun peradaban dunia. NU mengajak semua pihak untuk duduk bersama.
Baca juga: Sang Monopoli Kebenaran
Gus Yahya menjadi pembicara kunci di kampus bergengsi dunia, Universitas Oxford, Inggris pada Selasa (21/11). Mengawali diskusi, Gus Yahya menyampaikan sejarah panjang dinamika peradaban Islam. Setelah runtuhnya Ottoman, komunitas muslim dunia menghadapi persoalan global yang cukup kompleks.
NU, kata Gus Yahya, mengajak seluruh pihak perlu mau duduk bersama, mengungkap secara jujur akar pesoalan yang dihadapi lalu merumuskan solusi bersama secara komprehensif.
Baca juga: 10 Dosa Besar yang Pelakunya Dianggap Berbuat Kufur
Gus Yahya memaparkan empat persoalan yang dihadapi oleh ummat Islam saat ini. Pertama, penggunaan istilah “kafir” kepada pemeluk agama yang berbeda.
Terminologi ini seringkali secara politis digunakan sebagai dalih untuk melakukan kekerasan kepada pihak lain. NU secara tegas menolak hal tersebut. “Problem identitas muslim-kafir harus diatasi dengan cara yang tidak boleh menimbulkan masalah baru,” tegas Gus Yahya.
Baca juga: Tafsir Ayat Membunuh Orang dengan Sengaja Masuk Neraka Jahanam
Kedua, perlunya mengembangkan cara pandang baru tentang konsep syariah. Menurut Gus Yahya, konsep ini seringkali dipahami sebagai sesuatu yang sudah selesai. Padahal pengembangan pemikiran syariah Islam perlu dilakukan terus-menerus supaya ajaran Islam semakin relevan dengan kondisi dan kearifan masyarakat di seluruh dunia.
Baca juga: Pendeta Yahudi: R20 Beri Ruang Minoritas untuk turut Didengar
Ketiga, perlunya mengatasi berbagai konflik yang terjadi dengan jalan dialog dan perdamaian untuk meminimalisir berbagai benturan baik dalam kelompok-kelompok Islam sendiri maupun Islam dengan pihak lain.
Baca juga: Menyoal Wahabi dan Kebebasan Hak Sipil
Keempat, isu formalisasi negara Islam. Menurut Gus Yahya, kehidupan organisasi negara sangat tergantung kepada pilihan terbaik dari masyarakat negara yang menjalaninya. Islam secara spesifik tidak menawarkan bentuk negara, namun Islam memberi dasar nilai-nilai universal yang bisa dijadikan rujukan dalam membangun relasi sosial dalam masyarakat negara.
Cara pandang baruGus Yahya menegaskan, melalui pengalaman panjang Nahdlatul Ulama dalam mengelola dan mengembangkan peradaban Islam di Indonesia, NU memiliki kemampuan otoritatif sebagai representasi Islam untuk memberi penjelasan kepada masyarakat dunia.
“Dunia hari ini perlu membangun cara pandang baru dalam membangun misi peradaban Islam agar peradaban Islam terasa lebih segar dan kontekstual dengan situasi kita hari ini”, tegas Gus Yahya.
Baca juga: Diduga Hina Ketum PBNU, Faizal Assegaf Dilaporkan ke Polda Metro Jaya
Untuk mewujudkan hal tersebut, imbuh Gus Yahya, NU terus bekerja sama dengan berbagai tokoh dan organisasi agama di seluruh dunia, salah satunya melalui pertemuan G20 Religion Forum (R20) yang baru saja dilakukan di Bali, Indonesia.
Perlu diketahui, acara diskusi tersebut digelar oleh The Oxford Union Society (berdiri 1823), salah satu lembaga bergengsi di Universitas Oxford, yang sering menghadirkan para pemimpin dan tokoh berpengaruh dunia seperti Albert Einstein, Dalai Lama, Bunda Theresa, Stephen Hawking, Michael Jackson, Bill Clinton, David Cameron, Malala Yousafzai, dan tokoh berpengaruh dunia lainnya.
Debat di The Union dipandu oleh presidennya, Ahmad Nawas. Dan agenda serula di The Policy Excange diarahkan oleh Direktur The Policy Excange Lord Godson. Tampak mendampingi Gus Yahya dalam muhibah tersebut, antara lain, Sekretaris PCNU Sleman Jogjakarta, Dr M Najib Yuliantoro dan asisten pribadi Ketua Umum PBNU, Ahmad Ghufron Siroj. (X-5)
Sentimen: positif (99.9%)