Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: PHK
Tokoh Terkait
Bola Panas Upah Minimum, Pengusaha & Buruh Ngomel-ngomel
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Pembahasan upah minimum tahun 2023 semakin panas. Kini, baik pengusaha maupun buruh saling protes terkait formula penetapan upah.
Bahkan, kini mencuat isu terkait wacana mengubah formula perhitungan upah dalam Peraturan Pemerintah (PP) 36/2021 tentang Pengupahan.
Pengusaha meminta pemerintah konsisten mengimplementasikan PP No 36/2021. Pasalnya, penetapan upah di tahun 2022 dituding jadi pemicu maraknya pengurangan jam kerja, pekerja dirumahkan, hingga terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengungkapkan adanya rencana penetapan formulasi baru dalam penghitungan kenaikan upah minimum provinsi (UMP)/ upah minimum kota/ kabupaten (UMK) tahun 2023.
Hal itu, kata Hariyadi, menunjukkan pemerintah menganulir upaya bersama yang dimotori pemerintah sendiri dalam penyusunan Undang-undang (UU) Cipta Kerja No 11/2020. Sikap pemerintah tersebut, lanjutnya, akan merugikan sektor padat karya, UMKM, dan pencari kerja.
"APINDO mengingatkan pemerintah agar memikirkan dampak setiap kebijakan yang akan dikeluarkannya secara serius dengan mempertimbangkan cost & benefit nya dengan melakukan assessment kebijakan yang akan dibuatnya agar lebih banyak memberikan manfaat dibandingkan kerugian potensial yang dihasilkannya," kata Hariyadi dalam keterangan dikutip Jumat (18/11/2022).
Karena itu, tukasnya, pengusaha menolak jika pemerintah benar-benar melakukan perubahan kebijakan terkait perhitungan upah minimum 2023.
"Pengusaha padat karya TPT (tekstil dan produk tekstil) serta sepatu menginginkan pemerintah konsisten terhadap PP No 36/2021. Karena dengan upah 2022 saja sudah banyak yang merumahkan karyawan, mengurangi jam kerja, juga PHK. Jadi gimana mau diubah lagi?," ujar Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Anne Patricia Sutanto.
Anne mengaku, dengan mengimplementasikan PP 36/2021 saja para pengusaha sudah banyak yang ngos-ngosan. Akibatnya, imbuh dia, pekerja merasakan dampak upah yang berkurang dari pengurangan jam kerja.
Karena itu, mewakili industri tekstil, Anne meminta pemerintah untuk tetap konsisten dalam mengimplementasikan PP 36/2021.
"Tolong empati sedikit deh sama tekstil, produk tekstil dan sepatu. Ini kan resesi dunia, kan dunia ini tidak baik-baik saja, dan katanya Indonesia perlu waspada. Nah, tolong waspadanya bukan dengan tidak konsisten terhadap aturan. Kita kan negara hukum, tolong kita sama-sama empati dong," tukas dia.
Pengusaha mengaku kebingungan, pasalnya PP 36/2021 telah mengakomodasi permintaan pemerintah kepada pengusaha.
"Nah ini tolong dipahami bersama, jangan malah minta lebih lagi dong. Kan itu sudah ada dari 2021, tapi kalau kita disuruh ngikutin aturan yang mendadak dan tiba-tiba yang sifatnya tidak kondusif terhadap situasi sekarang, ya jelas kita keberatan," kata Anne.
Di sisi lain, buruh justru menolak jika penetapan upah tahun 2023 tetap menggunakan formula yang mengacu PP No 36/2021.
Menurut Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh, PP No 36/2022 tidak bisa digunakan sebagai dasar hukum penetapan UMP/UMK tahun 2023. Pasalnya, UU Cipta Kerja sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi.
Dengan demikian, karena PP 36/2021 adalah aturan turunan dari UU Cipta Kerja, maka tidak bisa digunakan sebagai acuan dalam penetapan UMP/UMK.
"Karena PP 36 tahun 2021 tidak digunakan sebagai dasar hukum, maka ada dua dasar yang bisa digunakan," kata Presiden KSPI dan Partai Buruh, Said Iqbal.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional, Adi Mahfudz Wuhadji mengatakan, sekarang keputusan ada di tangan pemerintah. Termasuk soal wacana mengubah ketentuan PP No 36/2021.
"Kami pengusaha tetap berpijak ke regulasi yang ada saat ini," kata Adi kepada CNBC Indonesia, Jumat (18/11/2022).
"Sepertinya begitu (ada indikasi soal wacana mengubah PP No 36/2021). Namun tersebut ranah pemerintah," pungkas Adi.
[-]
-
Ramai Relokasi Pabrik ke Vietnam, Zulhas Ungkap Penyebabnya(dce/dce)
Sentimen: negatif (80%)