Sentimen
Negatif (64%)
20 Nov 2022 : 21.23
Informasi Tambahan

Event: Rezim Orde Baru

Kab/Kota: bandung, Bantul

Gugus Bagong 2022: Tapak Tilas Tanah Basah Suarakan Masalah Lingkungan di Rancaekek

20 Nov 2022 : 21.23 Views 3

Krjogja.com Krjogja.com Jenis Media: News

Gugus Bagong 2022: Tapak Tilas Tanah Basah Suarakan Masalah Lingkungan di Rancaekek

Krjogja.com - BANTUL – Wawan Kaswan didampingi istrinya, Shinta sangat mendalami perannya ketika menceritakan tanah halamannya di Rancaekek sebagai bagian dari penampilan pertunjukan seni teater dokumenter bertajuk 'Tapak Tilas Tanah Basah' karya Riyadhus Shalihin. Seniman muda ini tampil dalam ajang Gugus Bagong 2022 di Padepokan Seni Bagong Kussudiarja, Bantul, Rabu (16/11/2022).

'Tapak Tilas Tanah Basah' ini bercerita mengenai renungan kritis terhadap perubahan lingkungan dan sosial di Rancaekek, sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung akibat industrialisasi. Karya tersebut mengambil latar ruang tamu sebagai tempat tinggal Wawan dan Shinta yang merupakan penutur, penampil, dan saksi atas bergesernya lanskap agrikultur menjadi manufaktur di Rancaekek.

Dalam teater dokumenter tersebut Wawan dan Shinta yang merupakan saksi hidup perubahan dari Rancaekek menceritakan kehidupan di sana yang semula merupakan kawasan yang terkenal akan produksi padi Rancaekek yang gurih, menjadi padi yang kualitasnya turun karena kebijakan penggantian sistem tanam untuk menggenjot hasil panen.

“Kecamatan Rancaekek kabupaten yang memiliki pesawahan yang begitu luas, cita rasa berasnya terkenal dengan kegurihannya. Namun sayang teman-teman 1980, ketika orde baru masuk tatanan pertanian di rancaekek mengalami kerusakan. Pola bertanam petani dianggap lambat karena tidak menghasilkan panen yang sangat banyak. Pada akhirnya diganti dengan babut, digenjot untuk menghasilkan padi berkali-kali lipat dengan menggunakan sistim, menggunakan pupuk kimia, pestisida, yang tentunya tidak sangat ramah lingkungan,” tutur Shinta.

Selain itu keduanya menyebutkan kebijakan industrialisasi orde baru dengan mendirikan pabrik di wilayah Rancaekek menjadikan kawasan tersebut tercemar. Sehingga kualitas air dan tanahnya menjadi buruk.

“Barusan, bapak memperlihatkan contoh air yang sudah tercemar dan air yang murni, begitupun dengan sawah nanti bisa teman-teman lihat, itu adalah salah satu kebijakan dari orde baru. Bahwasanya kebijakan pendirian industri-industri di pedesaan, industri-industri itu mengalirkan airnya ke sungai-sungai sehingga air tercemar, sementara air ini dipakai untuk mengairi sawah, nah di situlah beras Rancaekek, padi Rancaekek mengalami penurunan produksi bahkan gagal panen,” lanjut Shinta.

Karya Riyadhus Shalihin ini berupaya untuk menyuarakan mengenai dampak kerusakan lingkungan akibat limbah pabrik, khususnya di Rancaekek. Riyad menjelaskan bahwa berbagai aksi penolakan terhadap adanya pabrik sudah sering disuarakan, namun hal tersebut masih belum membuahkan hasil. Riyad kemudian melihat bahwa kesenian berjenis teater dokumenter dapat menjadi soft campaign untuk menyuarakan isu lingkungan ini.

“Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah itu sudah sering, sudah sering kita tolak. Melalui demonstrasi, aktivisme, melalui datang ke departemen lingkungan hidup, dengan NGO, dengan organisasi masyarakat, semua sudah dilakukan, tapi susah sekali. Akhirnya saya melihat bahwa kesenian, dengan jenis teater dokumenter seperti ini bisa membawakan atau menyuarakan melalui cara lain. Agar isu ini setidaknya, misalnya kamu datang, orang-orang lain datang, siapa tahu ada orang yang berasal dari aktivis lingkungan dan hal ini akan lebih sifatnya jadi semacam soft campaign, yang lain daripada campaign-campaign yg sifatnya demonstrasi dan aktivisme,” terang Riyad menjelaskan tujuan 'Tapak Tilas Tanah Basah'.

Karya Riyad ini merupakan hasil keresahan dirinya melihat industrialisasi di Bandung yang benyak berdiri di kawasan pinggiran kota, salah satunya Rancaekek. Riyad sebelumnya mengangkat persoalan buruh karyawan tekstil hingga pada akhirnya menemukan dampak lain dari industrialisasi yaitu kerusakan lingkungan.

“Kebijakan menggenjot ekonomi entah kenapa disimpannya itu dipinggiran kota Bandung, industri tekstil ini, salah satunya ada di Rancaekek. Saya tahun 2021 mengolah persoalan buruh karyawan tekstil. Singkat kata akhirnya saya coba melihat efek kerusakan lain dari industri tekstil ini, salah satunya adalah kerusakan lingkungan dan hubungan sosial di Rancaekek,” ungkap Riyad soal alasannya mengangkat cerita Rancaekek.

Melalui bantuan Afida Rahmati dan Faiz Azhari, Riyad dihubungkan dengan Wawan dan Shinta yang merupakan warga Rancaekek yang mengalami langsung perubahan-perubahan di kawasan tersebut. Bagi Shinta, teater dokumenter yang digubah oleh Riyad ini menjadi wadah untuk mencurahkan keresahan warga Rancaekek terhadap permasalah lingkungan yang terjadi.

“Jadi memang teater ini yang diprakasai oleh Riyad betul-betul mewadahi kami sebagai warga Rancaekek untuk betul-betul bisa mengeluarkan isi hati, memang betul sekali,” ungkap Shinta terhadap karya Riyad. (Mumtaz Syaefulloh)

Sentimen: negatif (64%)