Sentimen
Negatif (99%)
20 Nov 2022 : 09.08
Informasi Tambahan

Agama: Budha

Kasus: penganiayaan

Konflik Di Vihara Metta Karuna, Pengurus Yayasan Melapor ke Polisi

20 Nov 2022 : 09.08 Views 3

Jawapos.com Jawapos.com Jenis Media: Nasional

Konflik Di Vihara Metta Karuna, Pengurus Yayasan Melapor ke Polisi

JawaPos.com- Konflik terjadi di Vihara Metta Karuna Maitreya di Perumahan Green Garden Blok 04 Nomor 16 Jakarta Barat. Seseorang berinisial L yang mengaku sebagai ahli waris pemilik tanah berusaha menguasai tempat ibadah umat budha tersebut dengan kekerasan dan pemalsuan.

Kasus ini bermula saat Amih Widjaja, Mawarly, Tjoeng Sherly, Linda dan Eva Tjokkandau pada 1999 hendak mendirikan Vihara. Mereka kemudian membeli sebidang tanah di atas dari pengembang menggunakan nama Amih Widjaja.

Pemakaian nama Amih karena Metta Karuna Maitreya belum mendirikan yayasan. Sehingga dipilihlah Amih sebagai pihak yang dilukiskan di sertifikat tanah karena donatur terbesar. Namun, pembelian tanah ini tidak sepenuhnya memakai uang Amih, melainkan ada uang jemaat lainnya dari hasil urunan.

“Tanggal 5 Juli 2002 vihara secara resmi diresmikan oleh Direktur Keagamaan Budha Cornelis Wowor. Sejak 2002 sampai sekarang vihara tidak pernah beralih fungsi,” kata Pengacara Yayasan Metta Karuna Maitreya, Deolipa Yumara di Polda Jaya, Jakarta, Jumat (18/11).

Deolipa menuturkan, pada 2012 sertifikat tanah diterbitkan oleh BPN atas nama Amih Widjaja. Setahun kemudian, Amih membuat surat hibah di depan notaris atas tanah tersebut untuk digunakan umat sesuai tujuan awal pendirian vihara. Sertifikat tanah dan surat hibah selanjutnya disimpah oleh pengurus yayasan di brankas vihara dan tidak pernah utak-atik.

Masalah muncul ketika Amih meninggal dunia pada 9 November 2013 karena sakit. Kemudian L selaku ahli waris datang berusaha mencari sertifikat vihara untuk diambil. Namun, pengurus vihara tidak pernah memberikannya karena vihara adalah haknya bersama umat. Selain itu, vihara murni dipakai untuk kegiatan keagamaan, bukan kepentingan lain.

Menurut Deolipa, pada September 2022, L bersama pengacaranya dan beberapa preman diduga melakukan pengerusakan dan penganiayaan di vihara. Mereka memaksa kepada jemaat untuk meninggalkan vihara. Berbagai perlengkapan peribadatan dihancurkan, bahkan brankas berisi dijebol, uang Rp 300 juta di dalamnya raib.

L bahkan melaporkan pengurus yayasan ke Polda Metro Jaya dengan nomor registrasi LP.1533/III/2022/SPKT/PMJ tertanggal 25 Maret 2022. Laporan tersebut dilimpahkan ke Polres Metro Jakarta Barat penanganannya. Untuk menguatkan laporan ini, L diduga melakukan penerbitan ulang sertifikat tanah dengan nomor yang sama ke BPN dengan alasan kehilangan.

“Dari laporan ini, pengurus yayasan jadi tersangka. Karena mungkin baru mendengar dari satu pihak saja,” kata Deolipa.

Merespon hal itu, Yayasan Metta Karuna Maitreya akhirnya membuat laporan polisi balik kepada L atas dugaan penganiayaan dengan nomor laporan LP/B/888/IX/2022/Polres Metro Jakarta Barat tanggal 22 September 2022, dan terkait memberikan keterangan palsu untuk penerbitan sertifikat ulang dengan nomor perkara LP/B/5082/X/2022/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 4 Oktober 2022.

“Kasusnya sudah naik penyidikan sekarang di Polres Metro Jakarta Barat,” jelas Deolipa.

Yayasan Metta Karuna Maitreya sendiri berharap bisa menggunakan vihara seperti sediakala untuk kegiatan ibadah. Sedangkan L apabila hendak menggugat, diminta memanfaatkan jalur hukum yang ada, bukan memakai cara kekerasan atau intimidasi. (*)

Editor : Dinarsa Kurniawan

Reporter : Sabik Aji Taufan

Sentimen: negatif (99.9%)