Pasca 'Kekacauan 45 Hari', Inggris Terancam Resesi Panjang!
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Inggris dalam tempo yang singkat berganti kepemimpinan, begitu juga dengan kebijakan yang diambil. Kisruh politik yang sebelumnya dihadapi Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson akibat keputusan-keputusannya yang kontroversial membuat mendapat tekanan hebat dan harus mengundurkan diri dan digantikan dengan Liz Truss pada 6 September lalu.
Sayangnya, kontroversi tidak berhenti sampai di situ. Sebagai PM baru, Truzz langsung menghentak publik. Perekonomian Inggris sedang mengalami kemerosotan, dan Truss berniat menggenjotnya dengan kebijakan fiskal yang ekspansif.
Belanja pemerintah akan ditingkatkan, dan akan ada pemotongan pajak yang besar. Kebijakan tersebut sebenarnya bisa berdampak bagus bagi perekonomian Inggris, sayangnya waktunya tidak tepat.
Inggris sedang mengalami masalah inflasi yang sangat tinggi, bank sentralnya (Bank of England/BoE) bahkan sangat agresif mengetatkan kebijakan moneternya.
BoE sudah menaikkan suku bunga sebanyak 8 kali sejak akhir tahun lalu menjadi 3%. Suku bunga tersebut menjadi yang tertinggi dalam 14 tahun terakhir. Tujuannya, guna menyerap likuiditas di perekonomian, sehingga bisa menurunkan inflasi.
Saat kebijakan moneter diperketat dengan cepat, pemerintah Inggris di bawah PM Liz Truss justru melonggarkan fiskal. Alhasil pasar finansial Inggris bergejolak. Pasar obligasi Inggris mengalami aksi jual masif.
Yield obligasi (Gilt) tenor 10 tahun menembus level 4,6%, tertinggi dalam 14 tahun terakhir. Di tengah kekacauan tersebut BoE kembali mengaktifkan program pembelian obligasi, guna meredam melesatnya yield.
Pembelian obligasi artinya BoE kembali menyuntikkan likuiditas ke perekonomian, yang tentunya berlawan dengan kebijakan kenaikan suku bunga. Tetapi hal tersebut mau tidak mau harus dilakukan guna meredam gejolak di pasar obligasi.
Kisruh yang terjadi di pasar finansial membuat Liz Truss dalam tekanan, hingga akhirnya mengundurkan diri. Lis Truzz menjadi perdana menteri dengan masa jabatan terpendek, 45 hari saja.
Tongkat kepemimpinan pemerintahan Inggris diserahkan kepada Rishi Sunak, mantan menteri keuangan era Boris Johnson.
Di bawah Sunak, arah pemerintahan Inggris kini sejalan dengan BoE yakni menekan inflasi yang kini mencapai 11,1%, berada di level tertinggi dalam 41 tahun terakhir.
PM Sunak menunjuk Jeremy Hunt sebagai menteri keuangan dan diperkirakan akan mengumumkan kenaikan pajak dan pemangkasan belanja negara senilai 50 miliar - 60 miliar poundsterling.
"Kita akan melihat setiap orang membayar pajak lebih tinggi. Kita akan melihat belanja negara dikurangi," kata Hunt kepada BBC, sebagaimana dikutip CNBC International
Artinya, pemerintah Inggris mengambil kebijakan fiskal yang kontraktif, yang menurunkan daya beli masyarakat dan meredam inflasi. Ketika daya beli menurun, artinya pertumbuhan ekonomi juga akan menurun hingga kontraksi.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Inggris Bakal Alami Resesi Terpanjang Dalam Sejarah
Sentimen: negatif (99.5%)