Sentimen
Positif (94%)
13 Nov 2022 : 14.34
Informasi Tambahan

Kasus: kasus suap, korupsi

Tokoh Terkait
Albasri

Albasri

Desy Yustria

Desy Yustria

Eko Suparno

Eko Suparno

Elly Tri Pangestu

Elly Tri Pangestu

Ivan Dwi Kusuma Sujanto

Ivan Dwi Kusuma Sujanto

Muhajir Habibie

Muhajir Habibie

Sudrajad Dimyati

Sudrajad Dimyati

Yosep Parera

Yosep Parera

Pemerintah Terlampau Sibuk Urus Ekonomi dan Politik!

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

13 Nov 2022 : 14.34
Pemerintah Terlampau Sibuk Urus Ekonomi dan Politik!

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun berpendapat, presiden Joko Widodo terlalu sibuk mengurusi persoalan politik dan ekonomi dibanding dengan pembenahan hukum dan penegakan hukum.

Hal itu disampaikan Gayus menanggapi adanya dua hakim Mahkamah Agung (MA) yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Pemerintah terlampau sibuk dengan urusan politik dan ekonomi, meninggalkan perhatiannya ke bidang penegakan hukum. Kenapa saya mengatakan ini? Karena sudah banyak saya cuatkan kekesalan kepada perhatian presiden terhadap hukum dan penegakan hukum," ujar Gayus kepada Kompas.com, Minggu (13/11/2022).

Baca juga: KPK Kembali Tetapkan Hakim Agung Tersangka, MA: Kita Serahkan ke Proses Hukum

Gayus mengaku telah mendorong pemerintah untuk melakukan reformasi peradilan khususnya di Mahkamah Agung dalam sebuah forum di televisi bahkan sejak tahun 2015.

Hal itu pun disetujui oleh Mahfud Md yang kala itu belum menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan.

"Ketika itu, ada Pak Mahfud yang setuju dengan pendapat saya menyikapi keadaan carut marut ketika itu. Bahkan kata Pak Mahfud di Georgia itu hakim diganti semua, itu evaluasi menurut pak Mahfud, 'saya setuju prof Gayus', ada rekaman saya," ucapnya.

Gayus menuturkan, kala ia masih aktif di Mahkamah Agung dan menjadi anggota Majelis Kehormatan Hakim (MKH) pada Mahkamah Agung. Saat itu, tidak sedikit oknum hakim yang dipecat.

Saat itu, kata dia, kondisi MA sudah memprihatinkan dan butuh pembenahan secara struktural kehakiman. Namun, hingga kini, pembenahan itu tidak juga dilakukan oleh otoritas tertinggi yakni Presiden.

"Sudah banyak berkecamuk hakim-hakim ditangkepi, saya pribadi sebagai majelis kehormatan hakim MA memeriksa perkara hakim yang melanggar bersama Komisi Yudisial itu sekitar 10 saya berhentikan, dipecat, 10-an kira-kira, tahun itu lho, artinya demikian gawatnya dunia peradilan," jelas Gayus.

Baca juga: Pimpinan MA Didesak Mundur Usai Dua Hakim Agung dan Pegawai Jadi Tersangka

Ia pun tidak bisa membayangkan jika pemerintah terus-terusan hanya fokus kepada politik dan ekonomi tanpa ada perhatian terhadap pembenahan hukum dan penegakan hukum.

Menurutnya, jika presiden Jokowi tidak melakukan pembenahan dengan mengevaluasi seluruh pucuk pimpinan di lembaga peradilan, maka hal itu bakal berimbas ke berbagai sektor lainnya, termasuk politik dan ekonomi.

"Tidakkah khawatir kalau investor-investor lokal maupun internasional takut menginvestasikan hartanya kalau sudah menempatkan modalnya tetapi penyelesaian sengketa itu seperti ini (ada korupsinya)," papar Gayus.

"Apa tidak takut? Apa tidak mengganggu ekonomi pada akhirnya? ini yang saya kembali mengetuk hati Presiden, evaluasi, konsepnya sudah saya tawarkan yaitu tiap-tiap pengadilan di seluruh Indonesia itu ketua dan wakil ketuanya saja yang dievaluasi PN (Pengadilan Negeri), PT (Pengadilan Tinggi) dan Mahkamah Agung yang hasilnya nanti untuk memotivasi anggota-anggotanya, di bawah pimpinannya," jelas eks hakim agung itu.

Dua hakim MA terlibat suap

Perkara kasus suap melibatkan hakim MA itu bermula ketika KPK melakukan tangkap tangan terhadap hakim yustisial MA, Elly Tri Pangestu, sejumlah aparatur sipil negara (ASN) di MA, pengacara, dan pihak Koperasi Simpan Pinjam Intidana.

Mereka diduga melakukan suap terkait pengurusan perkara kasasi Intidana di MA.

Setelah dilakukan gelar perkara, KPK kemudian mengumumkan 10 orang tersangka dalam perkara ini.

Mereka adalah hakim agung Sudrajad Dimyati, panitera pengganti MA Elly Tri Pangesti, PNS kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie, serta PNS MA Albasri dan Nuryanto Akmal. Mereka ditetapkan sebagai penerima suap.

Baca juga: Sekretaris MA Sebut Jokowi Pecat Sementara Hakim Agung Sudrajad Dimyati

Sementara itu, tersangka pemberi suapnya adalah Yosep Parera dan Eko Suparno selaku advokat, serta Heryanto dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID).

Tidak terjaring operasi tangkap tangan, Sudrajad Dimyati kemudian mendatangi gedung Merah Putih KPK pada hari berikutnya. Setelah menjalani pemeriksaan, ia langsung ditahan.

Belakangan, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengumumkan tersangka kasus tersebut bertambah. Salah satu di antaranya merupakan Hakim Agung.

"Memang secara resmi kami belum mengumumkan siapa saja yang telah ditetapkan sebagai tersangka baru dalam proses penyidikan, tapi satu di antaranya kami mengonfirmasi betul hakim agung di Mahkamah Agung," kata Ali sebagaimana disiarkan Breaking News Kompas TV, Kamis (11/11/2022).

Ali juga mengungkapkan, Hakim Agung yang ditetapkan sebagai tersangka pernah menjalani pemeriksaan di KPK.

Baca juga: Jejak Hakim Agung Gazalba Saleh: Sunat Hukuman Edhy Prabowo hingga Berada di Pusaran Kasus Suap

Berdasarkan catatan Kompas.com, di antara belasan saksi yang telah dipanggil, mulai dari staf hingga Sekretaris MA Hasbi Hasan, satu-satunya Hakim Agung yang dipanggil adalah Gazalba Saleh.

Ia dipanggil menghadap penyidik pada 27 Oktober lalu.

-. - "-", -. -

Sentimen: positif (94.1%)