Sentimen
Negatif (80%)
13 Nov 2022 : 15.07
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Kab/Kota: Yogyakarta, Sintang

Kasus: HAM

Partai Terkait
Tokoh Terkait

Pemerintah Diminta Jalankan Rekomendasi UPR Dewan HAM PBB

13 Nov 2022 : 15.07 Views 3

Krjogja.com Krjogja.com Jenis Media: News

Pemerintah Diminta Jalankan Rekomendasi UPR Dewan HAM PBB

YOGYA - Komitmen kewajiban internasional Indonesia dalam pemajuan dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) kemarin dievaluasi untuk keempat kalinya oleh seluruh anggota PBB melalui mekanisme Universal Periodic Review (UPR) di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss. Berbagai komponen masyarakat sipil di Indonesia menyerukan pemerintah untuk menerima dan melaksanakan seluruh rekomendasi UPR.

Jesse Adam, Manajer Kampanye Human Rights Working Group (HRWG) mengatakan Delegasi RI dipimpin oleh Yasonna Laoly, Menteri Hukum dan HAM mendapatkan sejumlah rekomendasi dari semua anggota PBB. Beberapa di antaranya yakni penuntutan pelanggaran HAM di Papua yang diduga melibatkan aparat keamanan, penghapusan hukuman mati, revisi Kitab UU Hukum Pidana (KUHP), isu ratifikasi optional protokol konvensi anti penyiksaan, isu kebebasan beragama atau berkeyakinan (KBB), issue disabilitas dengan berbagai intersecting issuenya seperti pendidikan, kesehatan serta lapangan pekerjaan, serta ratifikasi OP CRPD, kebebasan pers dan ekspresi, kebebasan berkumpul dan berserikat, perlindungan terhadap perempuan, anak, penghormatan dan perlindungan terhadap LGBTIQ+, pekerja migran, masyarakat adat juga orang tanpa kewarganegaraan.

“Dalam uraian yang dilaporkan serta respon yang disampaikan oleh delegasi Indonesia lebih cenderung menyampaikan secara normatif dan instrumentalis, Indonesia telah meratifikasi sejumlah konvensi internasional, melahirkan sejumlah UU terkait hak asasi manusia dan menyampaikan sejumlah kegiatan namun hampir sama sekali melupakan (tidak melaporkan) implementasi sejumlah konvensi dan UU tersebut dan apakah implementasi tersebut sudah dinikmati oleh rakyat secara inklusif. Dalam kenyataannya hambatan utama implementasi sejumlah konvensi dan UU tersebut adalah juga produk kebijakan negara yang diskriminatif, dan implementasinya yang nir-HAM, represif dan anti demokrasi,” ungkapnya dalam acara konferensi pers hasil sidang UPR di Melia Purosani Yogyakarta, Kamis (10/11/2022).

Koalisi masyarakat sipil dari berbagai organisasipun memberikan berbagai respon atas rekomendasi UPR dalam sidang di Jenewa kemarin. Beberapa hal mendapat sorotan termasuk isu disabilitas dan hukuman mati yang masih dipertahankan pemerintah Indonesia saat ini.

“Dalam isu hukuman mati, mempertahankan hukuman mati atas nama pemberantasan narkotika dan terorisme sebagaimana disampaikan Menkumham Yasonna Laoly dalam paparannya di sidang UPR merupakan narasi dangkal, tidak berbasis ilmiah dan kental sentimen politik. Faktanya kasus narkotika dan terorisme trennya tetap tinggi. Sejalan dengan lebih dari 23 negara di dunia yang memberikan catatan penghapusan hukuman mati di sidang UPR, Indonesia perlu menyinkronkan kebijakan penghapusan hukuman mati dalam hukum nasional. Terlebih saat ini Indonesia tengah membahas perubahan RKUHP yang mempertahankan hukuman mati,” sambung Ardi Manto, Deputi Direktur Imparsial.

Ardi juga menambahkan, terkait isu kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB), respon delegasi pemerintah Indonesia yang tidak mengakui berbagai persoalan pemenuhan KBB merupakan bentuk pengingkaran terhadap fakta-fakta yang terjadi selama ini, khususnya pasca evaluasi UPR Indonesia tahun 2017. Peristiwa penghentian paksa pelaksanaan ibadah, penutupan paksa rumah/tempat ibadah, aksi main hakim sendiri, vandalisme, dan ujaran kebencian atas nama agama serta, berbagai bentuk perilaku diskriminasi lainnya masih terus terjadi di Indonesia.

“Sebagai contoh adalah perusakan dan pelarangan ibadah terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia di kabupaten Sintang, Kalimantan Barat pada tahun 2021 lalu. Masjid komunitas muslim Ahmadiyah tersebut dirusak dan dibakar oleh kelompok intoleran di hadapan para aparatur negara. Lebih ironisnya lagi, perusakan tersebut juga didorong oleh kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah setempat terkait kelompok Ahmadiyah dengan menggunakan dasar hukum SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah. Belum lagi berbagai peristiwa penolakan terhadap pembangunan gereja, perusakan terhadap tempat ibadah kelompok kepercayaan, pemaksaan cara berpakaian menurut agama tertentu di sekolah negeri, dan lain sebagainya juga masih terus terjadi. Bahkan lebih serius lagi, negara turut menjadi aktor baik dalam berbagai tindakan pelanggaran atas KBB, baik dalam bentuk tindakan langsung (commission), pembiaran (omission), atau aturan hukum (judiciary),” sambungnya.

Dalam forum evaluasi UPR kemarin, setidaknya 11 negara memberikan rekomendasi terkait isu toleransi dan KBB bagi seluruh agama/keyakinan di Indonesia. Maka, menurut dia, tidak ada jalan terhormat lain bagi Indonesia, selain menerima dan melaksanakan rekomendasi dalam sidang UPR kemarin.

“Selanjutnya, pemerintah tidak boleh bersikap defensif, denial, dan menutup mata atas kondisi buruk KBB di Indonesia yang masih terus berlangsung,” lanjut dia.

Risnawati Utami, Pendiri OHANA dan anggota komite CRPD memaparkan dalam isu hak Penyandang Disabilitas ada rekomendasi dari sidang yang mendukung ratifikasi OP CRPD atau Konvensi PBB tentang Hak penyandang disabilitas. Ratifikasi OP CRPD ini akan sangat mendukung reformasi kebijakan dan perubahan yurisprudensi tentang Hukum dan perundang-undangan yang diskriminatif terhadap Hak penyandang disabilitas termasuk KUH Pidana maupun KUH Perdata yang masih mempersoalkan kapasitas Hukum atau legal capacity dari penyandang disabilitas intellectual dan psychosocial menjadi kelompok yang berada di bawah pengampuan.

“Selain itu penghormatan dan pemenuhan Hak penyandang disabilitas ditekankan oleh banyak negara selama sidang UPR 2022 ini untuk mendapatkan pengakuan serta perlindungan serta pemenuhan yang setara dengan Hak masyarakat sipil lainnya. Isu penting yang lain adalah panti rehabilitasi yang sempat disinggung dan menjadi perhatian bahwa panti bertentangan dengan pasal 19 CRPD dan mendorong semua negara mendukung promosi dan pelaksanaan kehidupan yang Mandiri dan bebas panti secara bertahap. Pendekatan yang berbasis belas kasihan dan berbasis medis yang masih saja dilakukan oleh negara dan berbagai institusinya harus terus menerus dieliminasi agar penyandang disabilitas mendapatkan haknya yang setara dan dijamin oleh negara,” tandasnya. (Fxh)

Sentimen: negatif (80%)