Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Morowali
Tokoh Terkait
Pabrik Baterai EV Menjamur, Harta Karun Ini Bisa Jadi Rebutan
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana Indonesia untuk menggalakkan hilirisasi nikel sampai ke produk stainless steel bahkan baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/ EV) dinilai perlu diimbangi dengan manajemen bijih nikel.
Pasalnya, kebutuhan bijih nikel di dalam negeri pasti akan meningkat dan berdampak pada cadangan yang akan semakin menipis. Ujungnya, bijih nikel ini bisa menjadi rebutan para produsen baterai EV.
CEO PT Indonesia Morowali Industri Park (IMIP) Alexander Barus menyebutkan rencana pembangunan smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk memproduksi komponen baterai EV perlu diperhatikan dengan hati-hati.
Pasalnya, kalau Indonesia terus membangun smelter HPAL tanpa memperhitungkan kapasitas bijih, maka dikhawatirkan terjadi perebutan bahan baku sumber daya nikel yang tersedia.
"Ke depan kita hadapi kalau kita tidak hati-hati, ini kalau kita terus bangun kapasitas produksi HPAL kita di Indonesia, maka sesama HPAL ini bisa berebutan bahan baku, nanti jadi kita harus hitung. Sumber daya nikel kita itu cadangan 11 miliar (ton), terkira 3,5 miliar, dan terbukti 1,2 miliar (ton)," tuturnya dalam program 'Mining Zone' CNBC Indonesia, dikutip Jumat (11/11/2022).
Berdasarkan data Kementerian ESDM tahun 2020, total sumber daya bijih nikel mencapai 8,26 miliar ton dengan kadar 1%-2,5%, di mana kadar kurang dari 1,7% sebesar 4,33 miliar ton, dan kadar lebih dari 1,7% sebesar 3,93 miliar ton.
Sementara untuk cadangan bijih nikel mencapai 3,65 miliar ton untuk kadar 1%-2,5%, di mana cadangan bijih nikel dengan kadar kurang dari 1,7% sebanyak 1,89 miliar ton dan bijih nikel dengan kadar di atas 1,7% sebesar 1,76 miliar ton.
"Ini mesti kita atur, sehingga kemudian hari bukan saja pabrik ini memiliki bahan baku, tapi sustainability kelangsungan kita mengelola baterai ini bisa terus sampai anak cucu kita," ungkapnya.
Selain itu, Alex pun mengungkapkan hal lain yang perlu diperhatikan dalam pembangunan pabrik komponen baterai EV yaitu terkait pembuangan limbah, serta sumber daya manusia dalam mengoperasikan teknologinya.
Oleh karena itu, pihaknya pun sudah memberikan beasiswa terhadap SDM agar kompeten dalam mengembangkan teknologi smelter HPAL.
"Kami ada mini plant HPAL, mini plant untuk men-training mahasiswa kita. Kebetulan kita punya Politeknik Industri Morowali, sehingga kita latih di sana mereka-mereka ini bisa ikut dalam proses pabrik HPAL kita ini," jelasnya.
Perlu diketahui, empat pabrik katoda baterai EV tengah dibangun di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah. Empat pabrik katoda baterai EV itu antara lain dikembangkan oleh PT Huayue Nickel Cobalt, PT QMB New Energy Material, PT Fajar Metal Industry, dan PT Teluk Metal Industry.
Adapun total kapasitas produksi katoda baterai EV dari keempat pabrik tersebut yakni mencapai 240.000 metrik ton nikel kobalt dan nikel sulfida.
Dari keempat pabrik tersebut, dua pabrik ternyata telah beroperasi, yakni yang digarap oleh PT Huayue Nickel Cobalt dengan kapasitas produksi katoda 70.000 ton nikel kobalt (Ni-Co) per tahun dan PT QMB New Energy Material dengan kapasitas 50.000 ton nikel sulfida dan nikel kobalt (Ni-Co) per tahun.
Berdasarkan data Kementerian ESDM 2020, dalam booklet bertajuk "Peluang Investasi Nikel Indonesia", cadangan nikel RI merupakan terbesar di dunia. Cadangan logam nikel yang dimiliki RI tercatat sebesar 72 juta ton Ni (nikel).
Jumlah ini merupakan 52% dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 139.419.000 ton Ni. Menyusul Indonesia, Australia memiliki 15% cadangan nikel dunia, lalu Brazil 8%, Rusia 5%, dan gabungan negara-negara lain seperti Kuba, Filipina, China, Kanada, dan lainnya 20%.
Data tersebut merupakan hasil olahan data dari USGS Januari 2020 dan Badan Geologi 2019.
[-]
-
Biar Harta Karun RI Gak Habis, Ini Siasat Anak Buah Luhut(wia)
Sentimen: positif (92.8%)