Sentimen
Negatif (80%)
11 Nov 2022 : 08.22
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Menteng

Tokoh Terkait
Rizal E Halim

Rizal E Halim

TPF Sebut Gagal Ginjal Akut Kejahatan Sistematis

11 Nov 2022 : 08.22 Views 2

Sumutpos.co Sumutpos.co Jenis Media: News

TPF Sebut Gagal Ginjal Akut Kejahatan Sistematis

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Tim Pencari Fakta (TPF) kasus gagal ginjal akut menemukan bahwa penyakit tersebut merupakan kejahatan yang dilakukan secara sistematis. Alasannya, penyakit gagal ginjal akut tidak hanya disebabkan produsen obat, tapi juga karena adanya kelalaian terhadap pengawasan peredaran obat-obatan.

TPF ini terdiri dari sembilan orang yang merupakan anggota dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), akademisi atau epidemiolog, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), jurnalis, dan Baintelkam Polri. “Kami mendapatkan temuan awal, peristiwa gagal ginjal akut yang terjadi di Indonesia merupakan dugaan kejahatann

yang terjadi secara sistematis yang tidak hanya melibatkan pelaku usaha akan tetapi kelalaian sistem pengawasan pada peredaran obat-obatan,” kata Ketua TPF sekaligus Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) M Mufti Mubarok dalam keterangannya, Kamis (11/10).

Mufti menegaskan, TPF akan mengusut tuntas kasus tersebut. Dia juga mendorong para pihak terkait untuk bertanggung jawab terhadap para korban. “BPKN dan tim pencari fakta akan mendorong pemerintah untuk bertanggung jawab. Pemerintah dalam hal ini tentu BPOM dan Kemenkes sebagai bentuk pertanggungjawaban dari pemerintah. Karena ini negara harus hadir,” tegasnya.

Mufti juga mendesak agar pemerintah segera menuntaskan dan mencari penyebab pasti dari penyakit yang mayoritas menyerang usia balita di Indonesia ini. Ia tidak ingin korban kematian bertambah akibat pemerintah kurang tanggap mengatasi temuan penyakit ini.

Adapun hingga 6 November 2022, pemerintah mencatat ada 324 kasus gagal ginjal akut di Indonesia yang tersebar di 28 provinsi. Jumlah kematian 195 orang atau 60 persen kasus. Sementara itu tercatat ada 102 kasus sembuh dan 28 lainnya masih dalam perawatan.

BPKN, kata Mufti, juga telah menerima enam laporan kasus baru yang tersebar di DKI Jakarta sebanyak enam kasus, Jawa Barat satu kasus, dan satu kasus di Jawa Timur. Mufti mengatakan, BPKN siap mendampingi para keluarga korban sesuai UU Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen. “BPKN RI bersama dengan oterkait akan menginisiasi proses pidana kepada perusahaan-perusahaan yang disinyalir bersalah terhadap kasus tersebut,” katanya.

Mufti juga mengimbau korban dan keluarga agar segera melaporkan kasus gagal ginjal akut melalui Posko Pengaduan BPKN RI di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, atau atau melalui akun sosial media BPKN.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua BPKN Rizal E Halim memastikan pihaknya akan menelusuri masalah ini dari hulu hingga hilir. Ia mengatakan apabila masalah terdapat dalam importasi bahan baku obat, maka pihaknya akan merekomendasikan pembenahan tata niaga importasi non pharmaceutical grade.

Rizal menyebut selain obat, kandungan zat kimia pelarut yang akhirnya menghasilkan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) tak hanya ditemukan dari obat sirop, melainkan kemungkinan besar juga ditemukan pada sejumlah makanan. “Nah, mudah-mudahan dalam waktu cepat ini bisa disimpulkan apakah nanti memang ada persoalan di masalah hulunya,” ujar Rizal.

 

Polisi Bakal Periksa Pejabat BPOM

Sementara, Bareskrim Polri berencana meminta keterangan dari pejabat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pemeriksaan ini bersifat klarifikasi, agar penyidik mendapat petunjuk penyelidikan. “Kita masih menunggu dari BPOM sendiri untuk kesediaannya. Yang jelas kita mengirimkan personel kita untuk meminta di sana, dan kita sudah mengirim surat. Tinggal kita menunggu saja,” kata Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto kepada wartawan, Kamis (10/11).

Kendati demikian, Pipit belum bisa memastikan waktu pemeriksaan. Termasuk pihak-pihak yang akan diperiksa pun belum diungkap.

Dalam pemeriksaan ini penyidik akan mendalami terkait teknis peredaran obat. Dengan begitu, penyidik bisa memiliki gambaran yang lebih lengkap untuk menentukan arah penyelidikan.

“Seperti apa yang terjadi permasalahan ini, kan ada bidang-bidangnya, pejabat-pejabat yang membidangi itu yang kita ingin klarifikasi mereka, terhadap permasalahan permasalahan yang kita temukan,” jelasnya.

 

Lagi, BPOM Tarik 4 Obat Sirop

Sementara, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus menelusuri industri farmasi yang terindikasi menggunakan cemaran etilena glikol (EG) dan dietilena glikol (DEG). Dua senyawa itu disebut sebagai biang merebaknya penyakit gangguan ginjal akut pada anak. Hasil investigasi awal, BPOM mengendus dua perusahaan farmasi yang disinyalir melakukan pelanggaran.

Kepala BPOM Penny K Lukito menyatakan, pihaknya mendapat informasi tentang beberapa industri farmasi yang tetap memakai bets pelarut obat sirop yang tidak sesuai aturan. “BPOM segera menindaklanjuti informasi tersebut dengan melakukan sampling dan pengujian produk jadi dan bahan baku pelarut dari PT Ciubros Farma (CF) dan PT Samco Farma (SF),” katanya.

Hasilnya, ditemukan adanya cemaran EG dan DEG yang melebihi ambang batas dalam produk jadi dari kedua industri farmasi tersebut. “Kepada PT CF dan PT SF, BPOM memerintahkan penarikan sirop obat dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan,” katanya.

BPOM juga melarangdua perusahaan tersebut memproduksi dan mendistribusikan seluruh obat sirop. Total ada empat merek obat sirup yang harus ditarik dan dimusnahkan. Yakni,Citomol dengan nomor izin edar DBL9304003837A1 dan Citoprim dengan nomor izin edar DKL9604004633A1. Dua obat itu bikinan PT Cuibros Farma. Sedangkan dua lainnya diproduksi oleh PT Samco Farma. Yakni Samcodryl dengan nomor izin edar DTL8821904637A1 dan Samconal dengan nomor izin edar DBL8821905137A1. “Pemusnahan disaksikan oleh Petugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM dengan membuat berita acara,” ujarnya.

BPOM juga mewajibkan kedua industri farmasi tersebut untuk menghentikan produksi seluruh produk yang menggunakan pelarut Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan Gliserol. Selain itu, proses distribusi harus dihentikan sampai ada perkembangan lebih lanjut terkait hasil uji dan pemeriksaan CPOB.

Di samping pemberian sanksi administratif, BPOM akan mendalami potensi pelanggaran hukum lainnya. “BPOM kembali menegaskan agar pelaku usaha, baik produsen dan distributor bahan baku obat untuk konsisten menerapkan CPOB dan CDOB,” katanya. Setiap pelaku usaha harus memastikan bahan baku yang disuplai dan digunakan sesuai dengan standar dan persyaratan. Selain itu, obat yang diproduksi harus memenuhi standar keamanan, khasiat dan mutu, serta mematuhi ketentuan. Selain dua perusahaan tersebut, ada tiga industri farmasi yang lebih dulu diproses. Yakni, PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma.

 

Cemaran Bahan Baku 99,09 Persen

Sebelumnya, BPOM mengumumkan hasil pemeriksaan rantai distribusi pelarut obat sirup yang diduga tercemar etilena glikol (EG) dan dietilena glikol (DEG) melebihi ambang batas. Industri farmasi yang sebelumnya telah bekerja sama dengan supplier maupun distributor pelarut obat sirup yang nakal diminta untuk menguji kembali produknya. “Sesuai dengan ketentuan cara pembuatan obat yang baik (CPOB), bahan baku yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan ketat,” kata Kepala BPOM Penny K Lukito, kemarin (9/11).

Asal usul dan distributor bahan baku harus jelas. Selain itu, mutu bahan baku juga harus sesuai dengan standar dan persyaratan. Penny menyatakan, lembaganya berhasil mengidentifikasi jalur distribusi bahan pelarut propilena glikol. Pelarut itu diduga memiliki cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas. Ada beberapa distributor bahan kimia, pedagang besar farmasi (PBF), hingga ke industri farmasi. “BPOM berhasil mengidentifikasi jalur distribusi bahan pelarut dari CV Samudra Chemical yang merupakan supplier dari distributor kimia CV Anugrah Perdana Gemilang,” bebernya.

Rantai distribusi tidak putus di situ. CV Anugrah Perdana Gemilang merupakan pemasok utama CV Budiarta dan distributor kimia lainnya yang menjadi pemasok propilena glikol terdapat cemaran melebihi ambang batas ke PT Yarindo Farmatama.

Berdasar sampel bahan kimia CV Samudra Chemical yang telah diuji di laboratorium, lanjut dia, hasilnya menunjukan sebanyak 10 sampel bahan baku pelarut propilen glikol. Selain itu, terdeteksi mengandung EG sebesar 4,69 persen hingga 99,09. “Hasil pengujian terhadap dua sampel bahan baku pelarut sorbitol terdeteksi mengandung EG dan DEG sebesar 0,03 persen hingga 1,34 persen. Padahal, yang aman hanya 0,01 persen,” ungkap Penny.

BPOM bersama Bareskrim Polri kemarin melakukan pengamanan sejumlah barang bukti. Di antaranya, drum aluminium putih dengan label Propilen Glikol USP sebanyak 42 drum serta 19 ember Sorbitol 20 dan Sorbitol 23. Ada juga lima ember dan satu drum Dipropilen Glikol serta bahan-bahan lainnya. “Terkait dengan dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan CV Samudra Chemical sebagai distributor bahan kimia, proses selanjutnya terhadap barang bukti tersebut akan dilimpahkan kepada pihak kepolisian,” ujar Penny.

Dengan temuan itu, BPOM minta industri farmasi hati-hati. Caranya dengan menguji cemaran EG dan DEG secara mandiri yang diprioritaskan terhadap bahan baku dan produk dari CV Samudera Chemical dan jaringannya. “Juga menginstruksikan kepada PBF agar menghentikan penyaluran bahan baku yang bersumber dari pemasok tersebut,” kata dia.

Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso SpA kemarin membuka hasil penelitian anak pasien acute kidney injury (AKI) atau gangguan ginjal akut. Penelitian dilakukan RSUP dr Cipto Mangunkusumo dengan sampel 20 anak. “16 di antaranya ada cemaran EG dan DEG,” katanya. Empat sampel lainnya masih diteliti. Dia menegaskan bahwa faktor terbesar AKI adalah cemaran EG dan DEG. Meski, penyebab lainnya juga ada. (cnn/lyn/fal/oni/jpg/adz)

Sentimen: negatif (80%)