Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UIN, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Kab/Kota: Tangerang, Kartini
Kasus: covid-19
Tokoh Terkait
DEMA UIN-Komunitas Kretek Kupas Sisi Positif-Negatif Nicotine War
RM.id Jenis Media: Nasional
RM.id Rakyat Merdeka - Komunitas Kretek bekerja sama dengan Dewan Eksekutif (DEMA) Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah menggelar bedah buku Nicotine War karya Wanda Hamilton dan diskusi mengenai kebijakan kenaikan cukai, di Teater Abdul Ghani, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan, Senin (7/11).
Acara ini menghadirkan narasumber pengajar Sastra Inggris UIN Syarif Hidayatullah Akhmad Zakky, peneliti ekonomi Aprillia Hariani, dan Koordinator Nasional Komunitas Kretek 2010-2016 Abhisam Demosa.
Menurut Abisham, Nicotine War merupakan hasil riset dan kajian Wanda Hamilton yang menguliti kepentingan bisnis obat-obatan dan dikenal sebagai Nicotine Replacement Therapy (NRT) dalam agenda global pengendalian tembakau. Perang nikotin, sebagaimana digambarkan Wanda Hamilton, sudah nyaris dimenangkan oleh korporasi-korporasi farmasi internasional dengan kesuksesannya melalui kampanye global antitembakau serta dukungan penuh dari WHO, lembaga kesehatan publik, pemerintahan dan NGO anti tembakau.
Berita Terkait : DPR: Kementan Berkontribusi Positif Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional
"Kampanye yang massif bahkan mengglobal menjadikan rokok sebagai musuh yang harus diperangi bersama. Kemudian, hadir patgulipat korporasi farmasi yang terdiri dari pemerintah federal (AS), para dokter, organisasi nirlaba dan WHO," katanya, seperti keterangan yang diterima redaksi, Kamis (10/11).
Abhisam melihat, isu antirokok selaras dengan kepentingan menaikkan cukai rokok setinggi-tingginya. "Sejak simplifikasi tarif mulai diberlakukan tahun 2012, cukai rokok melonjak sampai hampir 90 persen dan sebagian besar di antaranya ditandatangani oleh (Menteri Keuangan) Sri Mulyani. Ini berimbas terhadap jumlah pabrik kretek yang menurun dari 2013 hingga 2018," ucapnya.
Sementara, Aprillia Hariani mengungkapkan, Indonesia menganut satu kurva ekonomi yang harus ditaati. Namun demikian, kurva tersebut harus menyesuaikan dengan kepentingan politik yang ada.
Berita Terkait : Komunitas Perempuan Level Up Beri Penghargaan 10 Kartini Masa Kini
Aprillia melanjutkan, di tengah pandemi Covid-19, salah satu industri yang tumbuh secara ekonomi adalah Industri Hasil Tembakau (IHT). Pada 2021, kontribusi cukai hasil tembakau mencapai Rp 173,8 triliun. Artinya, mampu berkontribusi 10,11 persen kepada APBN.
"Kebijakan cukai seperti pisau bermata dua. Di satu sisi meningkatkan penerimaan negara, namun di satu sisi juga pemerintah mengklaim industri ini juga menyerap anggaran kesehatan negara," ucap Aprillia.
Semenetara, Akhmad Zakky menegaskan pentingnya Nicotine War untuk dikaji kembali. "Korporasi farmasi berusaha masuk melalui asosiasi profesi dan kemudian merangsek ke dunia mahasiswa kedokteran. Produk tembakau, pada akhirnya, tidak boleh tampil di ruang publik (media)," ujar Zakky.
Berita Terkait : Kominfo Ajak Perhumas Sebarkan Informasi Positif Tentang Indonesia
Zakky juga menyoroti bahwa tembakau telah menjadi arena pertarungan global yang sangat ketat. Padahal, jika ditarik ke belakang, orang American Native menggunakan tembakau sebagai tradisi. Sekarang, tembakau dimusuhi.
"Merokok itu membunuhmu, tapi negara mendapatkan untung besar dari produk tembakau. Ini paradoks sekali. Yang patut diketahui adalah dampak Nicotine War hadir di sekeliling kita. Kita hanya diberikan pengetahuan ini merusak atau itu tidak. Ini benar, itu salah. Padahal yang kita lihat adalah perang wacana," pungkasnya.■
Sentimen: positif (99.9%)