Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: HAM
Pelanggaran HAM Berat Paniai, Dakwaan Jaksa Ringankan Terdakwa dan Tutup Peluang Pelaku Lain
Suara.com Jenis Media: News
Suara.com - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS mengungkap perbedaan kronologi dari Komnas HAM dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada sidang pelanggaran HAM berat Paniai, Papua.
Perbedaan itu dinilai berpotensi meringankan terdakwa yang masih berjumlah satu orang yakni Mayor Inf (Purn) Isak Sattu (IS), purnawirawan TNI-AD, mantan Perwira Penghubung Kodim 1705, Kabupaten Paniai.
Lebih jauh juga berpotensi menutup peluang menjerat para pelaku lain. Sebab dalam temuan Komnas HAM pelaku bukan hanya Isak Sattu seorang.
"Perbedaan ini juga menunjukkan indikator posisi dan keberpihakan kedua lembaga penegak hukum terhadap para pihak baik pelaku ataupun korban," kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Tioria Pretty Stephanie kepada wartawan di Jakarta, Kamis (3/11/2022).
Baca Juga: Saksi Pelanggaran HAM Berat Paniai Diancam, LPSK Kemana?
Pretty mengatakan dakwaan jaksa lebih cenderung meringankan terdakwa dan berpotensi menutup pelaku lainnya untuk dijerat.
"Pada kejadian 8 Desember 2014 dakwaan JPU tidak memberi detail senjata api yang digunakan pelaku, tapi mendeskripsikan bahwa massa aksi membawa sejumlah senjata tajam seperti kapak, parang, panah, batu dan kayu," papar Pretty.
Sementara pada temuan Komnas HAM, bertolak belakang dengan dakwaaan jaksa. Dalam ringkasannya memberi detail senjata api yang digunakan para pelaku yakni aparat polisi menggunakan senjata api AK 47, SS 1, dan SS V2 Sabhara, dan anggota Brimob (BKO) menggunakan Senpi AK 101 dan SS1 Kal 5,56 mm.
"Sementara Aparat TNI (Timsus 753) menggunakan Senpi Laras Panjang, Senpi M-16 caliber 5.56 mm, Senpi caliber 7,62 mm, Senpi jenis SS-1 V3, dan Senpi jenis Stand. Anggota Koramil Enarotali menggunakan Senpi Genggam Jenis FN, Senpi Panjang Jenis Stand, Jenis M-16, Jenis SS-V1, dan Jenis S.O. Daewo. Sedangkan tidak menyebutkan bahwa massa aksi membawa senjata tajam," ungkap Pretty.
Kemudian dakwaan jaksa tidak menyebut korban meninggal sebanyak empat orang masih berusia anak. Pada temuan Komnas HAM, empat korban ditegaskan masih berusia anak.
Baca Juga: Media Asing Sebut Wajib Ada Konsekuensi Hukum kepada Pejabat PSSI dalam Tragedi Kanjuruhan
Perbedaan dakwaan jaksa dengan temuan Komnas HAM menurut Pretty, disebabkan minimnya pelibatan para korban dan keluarganya pada proses penyidikan.
Sentimen: negatif (99.2%)