Sentimen
Negatif (100%)
7 Nov 2022 : 06.24
Informasi Tambahan

Hewan: Belut

Institusi: Universitas Indonesia

Kab/Kota: Jayapura

Kasus: korupsi

Karpet Merah untuk Lukas yang Begitu "Syulit"

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

7 Nov 2022 : 06.24
Karpet Merah untuk Lukas yang Begitu "Syulit"

“Di mata Tuhan, kita semua adalah sama. Tetapi di mata Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, tidak semua tersangka koruptor adalah sama.”

Adagium ini saya buat spontan usai melihat kedatangan Ketua KPK Firli Bahuri menengok Gubernur Papua Lukas Enembe di rumah kediaman tersangka rasuah di Jayapura, Papua (Kamis, 3 November 2022).

Pascaditetapkan sebagai tersangka gratifikasi senilai Rp 1 miliar dan lemparan sangkaan bahwa Lukas kerap mondar-mandir ke negeri jiran untuk menghabiskan dana ratusan miliar rupiah di meja judi, KPK begitu “tidak berdaya” menghadapi Lukas.

Baru kali ini dalam sejarah berdirinya KPK, seorang tersangka rasuah begitu licin bagai belut sehingga KPK tidak sanggup menghadirkan tersangka ke Gedung Merah Putih, KPK di Jakarta.

Silat lidah tim pembela hukum Lukas begitu digdaya membantah tuduhan KPK. Panggilan berkali-kali yang dilayangkan KPK, baik untuk Lukas maupun kerabatnya, hilang tidak tahu rimbanya walau semua sudah paham tersangka dan saksi masih bersemayam tenang di Jayapura.

Dalam episode-episode penegakkan hukum KPK terutama saat mencokok kepala daerah yang setara jabatannya dengan Lukas, misalnya Nurdin Abdullah saat menjabat Gubernur Sulawesi Selatan, KPK begitu garang dan perkasa.

Nurdin Abdullah ditangkap KPK pada pukul 02.00, di rumah dinas gubernur di Makassar, Sulawesi Selatan. Penuh drama dan sensasi, lengkap dengan narasi aksi “kejar-kejaran” dengan para tersangka rasuah lainnya yang tertangkap tangan (Kompas.com, 28/02/2021).

Zumi Zola saat menjabat Gubernur Jambi juga mengalami kisah pilu usai ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi atas sejumlah proyek. Drama penangkapan KPK yang diberi nama nomenklatur “Operasi Tangkap Tangan” atau OTT meringkus beberapa pejabat Provinsi Jambi di Jambi dan Jakarta (Tempo.co, 2 Februari 2018).

Belum lagi jika konteks OTT atau penahanan para kepala daerah usai ditetapkan status hukumnya sebagai tersangka, KPK bak aksi pemberantas kejahatan di fim-film mengenakan “rompi oranye” lengkap dengan konferensi pers dengan menghadirkan para kepala daerah yang ditahan dengan menghadap ke arah belakang.

Mengapa KPK begitu lemah tidak berdaya menghadapi aksi “pembangkangan” tersangka Lukas Enembe?

Alasan sakit “berat” yang diklaim dari pihak Lukas Enembe dan tim kuasa hukumnya harus diakui bisa memaksa KPK bertindak lunak.

Semua paham, untuk setiap penanganan kasus-kasus yang melibatkan elite-elite Papua selalu dikaitkan dengan kondisi keamanan dan sosial yang rawan di Tanah Papua. Hanya saja dalam kasus penegakkan hukum, alasan tersebut tidak bisa dibenarkan.

Masih banyak rakyat Papua yang meringkuk dalam dingin cuaca dan menahan lapar karena ketiadaan bahan pangan.

Masih banyak pemuda-pemudi Papua yang bingung dengan masa depannya karena tiadanya lapangan kerja.

Masih ada rakyat Papua yang belum bisa menikmati mulusnya jalan aspal, kelengkapan fasilitas kesehatan yang tidak memadai karena alokasi anggaran pembangunan apalagi dana otonomi khusus masih banyak dikangkangi para elite pemerintah yang kebal terhadap hukum.

Lunglai sebelum diperiksa

Berlarut-larutnya proses pemeriksaan KPK yang tidak berhasil menghadirkan Lukas Enembe dengan beragam alasan, membuat kasus Lukas masih belum terang benderang.

Dari sejarah pemeriksaan tersangka, baru kali ini KPK tidak berhasil menghadirkan tersangka walau jelas-jelas diketahui keberadaannya.

Berbeda dengan kasus Harun Masiku yang KPK gagal menghadirkan karena tidak diketahui keberadaannya. Entah memang tidak terlacak sama sekali atau raib hilang entah kemana rimbanya. Wallahu a’lam bish-shawabi.

KPK telah menetapkan status tersangka bagi Lukas Enembe sejak 5 September 2022, atas dugaan kasus korupsi Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Papua serta dugaan gratifikasi senilai Rp 1 miliar.

Penyidik telah mengirimkan surat panggilan tanggal 7 dan 12 September 2022, tetapi Lukas Enembe tak acuhkan.

Panggilan pertama diharapkan Lukas ke Jakarta, tidak bergaung sambut. Panggilan ke dua dengan memindahkan lokasi pemeriksaan di Markas Korps Brigade Mobil (Mako Brimob) Papua, pun juga tidak dipenuhi Lukas.

Sementara tim kuasa hukum Lukas selalu mengumandangkan koor yang kompak. Lukas kondisi kesehatannya begitu payah karena beragam penyakit sehingga tidak bisa memenuhi panggilan KPK.

Tidak itu saja, tim kuasa hukum Lukas juga menjelaskan kalau sumber kekayaan Lukas yang tiada habisnya itu berasal dari tambang emas yang dimiliki Lukas. Sehingga tuduhan Lukas “menilep” dana yang “hanya” Rp 1 miliar dari APBD sungguh tidak masuk akal.

Rapat koordinasi bidang Politik, Hukum dan Keamanan di Jakarta, 19 September 2022 lalu dipimpin langsung oleh Menko Polhukam Mahfud MD untuk menyikapi sulitnya penyidik KPK memeriksa Lukas.

Mahfud menguraikan persoalan hukum yang membelit Lukas. Tidak hanya sekadar dana gratifikasi senilai Rp 1 miliar, tetapi Lukas juga memiliki keterkaitan dengan penggunaan ratusan miliar dana operasional pimpinan, dana pengelolaan Pekan Olahraga Nasional (PON) yang pernah dihelat di Papua, serta kaitannya dengan proses pencucian uang.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga sulit mendapatkan akses untuk memeriksa keuangan Provinsi Papua. Akibatnya, BPK selalu menabalkan keuangan Provinsi Papua sebagai “disclaimer” atau tidak menyatakan pendapat (Kompas.com, 26/09/2022).

Per pertengahan September 2022, dana yang dimiliki Lukas sebesar Rp 71 miliar di berbagai rekening bank telah diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Bahkan PPATK menelusuri penyimpanan dan pengelolaan keuangan Lukas yang di luar kewajaran. Salah satu dari 12 temuan PPATK, ada setoran tunai dari Lukas yang mengalir “sampai jauh” hingga ke kasino judi sebesar Rp 560 miliar.

Menurut data dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Lukas kerap melakukan “plesiran” ke negeri jiran sejak Desember 2021 hingga Agustus 2022. Tercatat Lukas melakukan 25 kali melakukan perjalanan ke luar negeri.

Dari foto dan rekaman video yang dimiliki MAKI, selain nampak Lukas tengah serius dan berkonsentrasi penuh bermain judi juga terlihat adegan Lukas sedang berjalan di Bandara Changi, Singapura. Lukas tidak seperti yang dikisahkan para “lawyer”-nya (Kompas.com, 25 September 2022).

Selain berobat, Lukas kerap menyatroni beragam kasino. Kunjungannya ke Jerman, juga tidak diketahui alasannya, apakah mendapat izin dari Kementerian Dalam Negeri atau tidak.

Umumnya, setiap kepala daerah yang akan pergi ke luar negeri – apapun urusan dan tujuannya - harus mendapat izin dan sepengetahuan dari menteri dalam negeri.

Lebih miris lagi, Mahfud MD menyebut pemerintah pusat telah mengeluarkan anggaran sebesar Rp 1.000,7 triliun sejak pemberlakukan Otonomi Khusus (Otsus) Papua tahun 2001 hingga sekarang.

Yang menyedihkan lagi, anggaran “jumbo” tersebut tidak memberi efek sama sekali untuk pengentasan kemiskinan rakyat Papua (Kompas.com, 23/09/2022).

Antara rawan konflik dan penegakan hukum

Saat menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) periode 1988 – 1992, saya selalu diindoktrinasi “positif” oleh para pengajar UI yang legendaris mengenai makna keadilan yang hakiki.

Ada Profesor Poernadi Poerbatjaraka, Profesor Erman Radjaguguk, Profesor Loebby Lukman, Profesor Charles Himawan, Profesor Daud Ali, Profesor Hamid Attamimi, Profesor Tahir Azhary, Profesor Ismail Sunny, Profesor Mardjono Reksodiputro dan Profesor Selo Sumardjan yang kini semuanya sudah wafat. Mereka mengajarkan untuk selalu berani menegakkan keadilan walau keadaannya sulit, tidak mungkin dan menjadi lumrah di zaman edan.

“Fiat justitia ruat caelum” kata para guru besar yang begitu “digugu” dan “ditiru” itu menempa kepada kami para mahasiswa yang kini ada yang menjadi hakim, jaksa, pengacara, aktivis, dosen, pengusaha atau pengawai negeri serta swasta.

Pendekatan yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri dengan menjenguk langsung Lukas Enembe di kediamannya di Jayapura, tetap kurang “elok” karena secara etika dan kepantasan ada yang tidak pas.

Jika konteksnya ingin memeriksa kesehatan dan pemeriksaan keterangan dari Lukas, harusnya cukup dengan mengirim tim medis dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) serta penyidik KPK. Sekali lagi tidak pantas jika Ketua KPK yang ikut menemui langsung tersangka korupsi.

Undang-Undang tentang KPK yang baru, tepatnya di Pasar 21 ayat 1 jelas menyebut pimpinan KPK tidak lagi menyandang status penyidik sebagaimana ditentukan dalam undang-undang sebelumnya.

Publik akan “membaca" bahwa pimpinan KPK memberlakukan standar ganda bagi tersangka korupsi dan seakan menggelar “karpet merah” untuk tersangka pemakan uang uang rakyat.

Adegan salaman, baku peluk dengan kerabat tersangka rasuah begitu menyesakkan dada para pengemis keadilan di republik ini. Premis hukum begitu tajam ditancapkan untuk rakyat kecil, tetapi “letoy” ke para elite “seakan-akan” menemukan pembenaran di kasus Lukas Enembe.

Kilah KPK yang telah melakukan pemeriksaan dan penggeledahan rumah Lukas pascakedatangan Ketua KPK Firli Bahuri hendaknya membuat kejelasan muara kasus Lukas akan di bawah kemana menjadi terang benderang.

Kasihan, warga Papua yang sudah lama “menikmati” jalannya birokrasi dan pelayanan publik di Provinsi Papua tidak berjalan dengan normal mengingat sang gubernurnya terus disibukkan dengan kasus hukum dan alasan kesehatan.

Dengan kasus perempuan “berkebaya merah” saja kita begitu heboh dan gaduh, sementara untuk kasus pemberian “karpet merah” bagi tersangka korupsi yang bernama Lukas Enembe kita begitu abai dan membirakan.

Kelaparan tidak boleh lagi terjadi di Tanah Papua dan keadilan harus tegak berdiri di Bumi Cenderawasih.

Sekali lagi, andai ayah angkat saya Presiden Organisasi Papua (OMP) Mozes Weror masih hidup, tentu mendiang akan kecewa setengah mati melihat korupsi dan kelaparan masih terjadi di Tanah Papua.

Saat saya bertandang ke Madang, Papua Nugini tahun 1995 silam, Mozes kerap bercerita kepada saya tentang obsesinya. Dia mencita-citakan rakyat Tanah Papua bisa sejahtera, makmur dan tidak ada yang kelaparan di negerinya sendiri.

-. - "-", -. -

Sentimen: negatif (100%)