Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Washington, Moskow
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Ricuh soal 'Bom Kotor' di Ukraina, Ini Bedanya dengan Nuklir
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Rusia mengungkapkan keresahannya terkait rencana Ukraina yang diklaim akan menggunakan 'bom kotor'. Bahkan, Moskow juga menyeret dugaan ini dalam forum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Pernyataan itu muncul saat perang antara Rusia dan Ukraina berlanjut. Ukraina telah melakukan metode perang serangan balasan saat mencoba untuk merebut kembali kendali atas beberapa wilayah, sementara Presiden Rusia Vladimir Putin baru-baru ini mencaplok empat wilayah di mana ia juga menyatakan darurat militer.
"Ukraina dapat meningkat dengan menggunakan 'bom kotor', bahan peledak konvensional yang dicampur dengan bahan radioaktif," ujar Menteri Pertahanan (Menhan) Rusia Sergei Shoigu dikutip Reuters, Senin (24/10/2022).
Menurut Komisi Pengaturan Nuklir AS (NRC), bom kotor adalah jenis perangkat penyebaran radiologi (RDD) yang menggabungkan bahan peledak konvensional, seperti dinamit, dengan bahan radioaktif. NRC menyebut bahwa bom ini tidak akan melepaskan radiasi yang parah melainkan dapat mencemari properti.
"Namun, ledakan RDD dapat menimbulkan ketakutan dan kepanikan, mencemari properti dan membutuhkan pembersihan yang berpotensi mahal," kata NRC dikutip Newsweek, Selasa (25/10/2022).
NRC juga menegaskan bahwa 'bom kotor' tidak sama dengan bom nuklir. Ini dikarenakan bom nuklir menciptakan ledakan yang jutaan kali lebih kuat daripada bom kotor.
"Bom kotor tidak dianggap sebagai senjata pemusnah massal, seperti bom nuklir, melainkan 'senjata pengganggu massal', dengan tujuan utamanya adalah kontaminasi dan kecemasan."
Sejauh ini, Ukraina membantah dugaan akan menggunakan bom jenis itu dalam perangnya dengan Rusia. Dalam sebuah pidato terbaru, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa pernyataan Shoigu telah membuat permasalahan antara kedua negara semakin jelas.
"Semua orang mengerti sepenuhnya. Mereka mengerti siapa sumber dari semua hal kotor yang bisa dibayangkan dalam perang ini," ujarnya.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba menambahkan bahwa tuduhan itu tidak masuk akal dan berbahaya. Ia juga menambahkan 'Rusia sering menuduh orang lain atas apa yang mereka rencanakan sendiri'.
Tak hanya Kyiv, Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih Amerika Serikat (AS) juga menolak klaim Shoigu. Washington menyebut ini sebagai alasan untuk meningkatkan eskalasi.
"Dunia akan melihat melalui segala upaya untuk menggunakan tuduhan ini sebagai dalih untuk eskalasi," terang lembaga itu.
Ancaman perang menggunakan senjata dengan kadar radioaktif yang tinggi baru-baru ini meningkat dalam perang di Ukraina. Putin sempat mengatakan Rusia akan menggunakan 'semua cara yang tersedia' untuk mempertahankan wilayah-wilayah yang dicaploknya dari Ukraina. Ia bahkan menyebut Washington telah melakukannya sebelumnya dengan kejadian bom atom di Hiroshima.
Dengan pernyataan ini, Presiden AS Joe Biden menganggap bahwa Putin bisa saja meluncurkan senjata nuklir dalam serangannya ke Ukraina. Pejabat Negeri Paman Sam juga memaparkan AS harus bersiap diri dengan hal itu karena serangan Rusia ke Ukraina yang berjalan kurang maksimal.
"Pertama kali sejak krisis rudal Kuba, kami memiliki ancaman langsung penggunaan (dari) senjata nuklir jika pada kenyataannya segala sesuatunya terus berlanjut di jalur yang mereka (Rusia) tuju," papar Biden pada awal bulan ini.
"Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, pada tahap ini, kami tidak memiliki informasi apa pun yang menyebabkan kami mengubah postur pencegahan strategis kami, dan kami tidak menilai bahwa Presiden Putin telah membuat keputusan untuk menggunakan senjata nuklir saat ini," tambah keterangan salah satu pejabat Pentagon, Jenderal Pat Ryder.
[-]
-
Alert! Putin Disebut Siap Luncurkan Nuklir ke Ukraina 2023
(luc/luc)
Sentimen: negatif (100%)