Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Indonesia
Kab/Kota: Yogyakarta, Gunungkidul
Kasus: HAM, korupsi
BEM UI Labeli Kabinet Indonesia sebagai Nasakom, Stafsus Kemenkeu: Entah Apa Standarnya
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kabinet Indonesia Maju dilabeli Nasakom (Nasib Satu Koma) oleh Bem Universitas Indonesia.
Hal itu diunggah melalui akun resminya BEM UI pada Selasa, (25/10/2022) lalu.
“#CUKUPSUDAH : KABINET INDONESIA MAJU, KABINET NASAKOM!,” tulisnya.
Dikatakan, terhitung tepat 3 tahun Indonesia telah berjalan di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo di periode kedua.
Selama 3 tahun itu pula Kabinet Indonesia Maju dinilai tak membawa kemajuan sesuai namanya dan malah terus menghadirkan kemunduran di berbagai sektor di Indonesia.
Menurutnya, hampir setiap sektor memiliki masalahnya tersendiri yang anehnya tidak diatasi, selalu ditutup-tutupi, tak pernah dievaluasi dan malah diapresiasi.
“Dalam publikasi berikut, kami memberikan indeks prestasi tak lebih dari satu koma untuk nama beberapa pejabat setingkat menteri dalam Kabinet Indonesia Maju karena buruknya kinerja, bobroknya instansi yang dibawahi, dan kontribusi mereka akan kemunduran Indonesia di segala lini,” jelasnya.
“Semoga buruknya nilai yang ada menghadirkan introspeksi yang tidak berkesudahan, dan menghadirkan perubahan yang signifikan. Harap berbenah diri karena tidak ada remedial,” tambahnya.
Dalam unggahan itu, ada delapan menteri yang diberikan IPK satu koma.
Diantaranya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Binsar Panjaitan yang disebutnya sebagai Menteri dengan seribu jabatan. Merupakan salah satu menteri yang d pertama kali mengutarakan wacana 3 periode. Luhut diberikan IPK 1,3.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dengan IPK 1,4 disebut sebagai menteri yang paling bertanggungjawab terhadap segala permasalahan investasi yang tidak pro rakyat. Menteri yang pertama kali mengutarakan wacana 3 periode.
Luhut dan Bahlil disebut sebagai penjahat demokrasi.
Kemudian Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan IPK 1,5 disebut sebagai salah satu yang paling bertanggungjawab terhadap Kacaunya alokasi APBN. Menyetujui pendanaan APBN trilyunan rupiah untuk IKN dan Proyek Strategis Nasional
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia Arifin Tasrif dengan IPK 1,2 disebut salah satu penyebab BBM naik. Tak mampu membuat sistem pengelolaan energi yang tertata. Penyebab penggunaan energi kotor masih sangat marak, dan sulitnya transisi energi.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Suharso Monoarfa dengan IPK 1,2. Proyek strategis yang buang uang sampai ratusan trilyun bernama IKN ada dibawah Suharso. Dia disebut paling suka bakar duit rakyat untuk sesuatu yang sejatinya belum kita perlukan.
Sri Mulyani, Arifin Tasrif dan Suharso disebut sebagai tukang bakar uang rakyat.
Selanjutnya, Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim dengan IPK 1,7 disebut sok peduli lingkungan sampai lupa soal kebebasan berpendapat di tempat pendidikan. Dia juga disebut salah urus pendidikan.
Terakhir ada dua pejabat yang disebut sebagai penjahat HAM. Diantaranya Menkum HAM Yasonna Laoly dengan IPK 1,2, penyelesaian pelanggaran HAM dimasanya disebut nihil.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dengan IPK 1,1 karena penyelesaian pelanggaran HAM patut dipertanyakan belum lagi korupsi di institusi di bawahnya.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Prastowo Yustinus mengatakan, di momen peringatan Sumpah Pemuda ini, ia mempertanyakan standard BEM UI memberikan IPK 1,5 untuk Menkeu, tak lepas dari tuduhan APBN yang miskalkulasi dan nihil evaluasi.
“Entah apa standarnya, BEM UI dengan #CukupMudahnya memberikan IPK 1,5 untuk Menkeu, tak lepas dari tuduhan APBN yang miskalkulasi dan nihil evaluasi. Dituduhkan pula Jokowi ingkar janji terkait APBN yang transparan dan tepat sasaran. Semoga hanya karena malah baca belaka,” ucapnya.
Dia mengatakan, Kemenkeu secara rutin mengadakan konferensi pers APBN setiap bulannya. Terkait proyek strategis nasional yang disebut minim urgensi.
“Data saya, pada 2016-2021 terdapat 128 PSN selesai yang dengan #CukupMudah menciptakan lapangan kerja, menaikkan pendapatan masyarakat, menurunkan kemiskinan, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Lalu pengertian urgensi seperti apa yang BEM UI maksud?,” ujar pria kelahiran Gunungkidul Yogyakarta ini.
Ketiga, soal subsidi dan kompensasi energi seharusnya tidak dikurangi.
“Karena faktanya seperti itu. Besaran Rp502,4T itu tetap ada, bahkan setelah harga BBM dinaikkan pun, outlook masih bisa bertambah hingga Rp649,5T,” tutur Alumni STAN ini.
Soal IKN, dia kembali pertanyakan ke BEM UI, anggaran yang sudah keluar untuk IKN sampai diklaim mempersulit.
“Memang mengatasnamakan masyarakat sulit, namun silakan bandingkan sendiri dengan besaran APBN untuk perlinsos. Tak perlu berbelit utk paham,” tandas Prastowo. (selfi/fajar)
Sentimen: positif (88.9%)