Sentimen
Negatif (100%)
29 Okt 2022 : 08.28
Informasi Tambahan

Kasus: HAM, pembunuhan

Tokoh Terkait
Amiruddin

Amiruddin

Gaung Sidang HAM Berat Paniai Kalah dengan Sambo

29 Okt 2022 : 08.28 Views 2

Mediaindonesia.com Mediaindonesia.com Jenis Media: Nasional

Gaung Sidang HAM Berat Paniai Kalah dengan Sambo

RANGKAIAN sidang dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada Peristiwa Paniai di Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan, dinilai kalah saing dengan sidang pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang melibatkan bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Ferdy Sambo. 

Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin menyebut sorotan masyarakat Indonesia terhadap sidang Sambo tidak sebanding dengan sidang Paniai. Padahal, sidang Paniai adalah langkah strategis bagi negara untuk mengembalikan kepercayaan orang Papua terhadap proses hukum. 

"Proses persidangan yang berjalan di (PN) Jakarta Selatan jadi perhatian orang se-Indonesia. Peristiwanya murder, pembunuhan berencana, korbannya individu, tapi begitu luar biasa perhatiannya," kata Amiruddin saat dihubungi Media Indonesia, Jumat (28/10). 

"Yang terjadi di (Pengadilan) Makassar ini, kejahatan negara yang luar biasa. Istilahnya kan extraordinary crime," sambungnya. 

Di samping atensi masyarakat, Amir juga mengatakan ada ketimpangan dalam proses persidangan antara perkara Sambo dan Paniai. Ia berpendapat jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang Paniai bekerja ala kadarnya.  

Ini misalnya terlihat dari kegagalan JPU menghadirkan saksi sipil pada Senin (24/10) lalu. Berdasarkan keterangan Direktur Pelanggaran HAM Berat pada Jaksa Agung Muda (JAM-Pidsus) Erryl Prima Putra Agoes, salah satu alasan tidak hadirnya saksi sipil adalah adanya ancaman yang diduga berasal dari Organisasi Papua Merdeka (OPM). 

Baca juga: JPU Didorong Koordinasi dengan LPSK Lindungi Saksi Kasus Paniai

Jaksa, lanjut Amir, harusnya menyiapkan prosedur perlindungan untuk para saksi sipil yang akan dihadrikan ke persidangan bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 

"Yang saya sayangkan, jaksa dengan LPSK ternyata enggak mempersiapkan perlindungan itu. Padahal pengadilan HAM ini pengadilan yang sangat serius, tapi prosesnya ditangani ala kadarnya," ujarnya. 

Dengan adanya perbedaan sikap antara sidang Sambo dan sidang Paniai dari masyarakat maupun penegak hukum, Amir menegaskan terdapat sikap diskriminatif terhadap masalah-masalah yang terjadi di Papua.  

"Bukan berarti kasus Sambo enggak serius ya, tapi ini level keseriusannya beda. Ini (sidang Paniai) berhubungan dengan keutuhan wilayah Republik Indonesia," tukasnya.

Saat dikonfirmasi, Erryl menegaskan pihaknya serius menangani sidang HAM berat Paniai. 

Normalisasi

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan Tindak Kekerasan (Kontras) Tioria Pretty mengamini isu Papua tidak menarik perhatian masyarakat umum. Menurutnya, ada normalisasi kekerasan dalam pandangan masyarakat terkait Papua. 

"Tiap ada kekerasan di Papua, orang pasti mikirnya, 'Paling OPM (Organisasi Papua Merdeka). Wajar polisi keras, soalnya NKRI kan harga mati'. Begitu normalisasi kekerasannya," ucap Pretty. 

Terkait dugaan pelanggaran HAM berat Paniai, ia menyebut ada kewajaran jika masyarakat tidak mengetahui masalah sebenarnya. Sebab, peristiwa Paniai yang terjadi pada 7-8 Desember 2014 baru diusut oleh Kejaksaan Agung selaku penyidik pada Desember 2021. 

Pretty juga menyoroti lokasi sidang HAM Paniai yang akhirnya digelar di Pengadilan HAM pada PN Makassar. Padahal, sambungnya, pihak yang paling tahu dan ingin mendengar perkembangan kasusnya adalah masyarakat Papua itu sendiri. 

"Jadi masyarakat yang paling tahu kasusnya malah enggak bisa mantau," ujarnya. 

Di sisi lain, ia berpendapat apa yang terjadi pada sidang Paniai juga dialami sidang-sidang pelanggaran HAM berat yang pernah digelar sebelumnya.  

"Karna kasusnya sudah berlalu lama, jadi perhatian orang-orang tidak semembara terhadap kasus yang kekinian, seperti kasus Sambo," pungkasnya. 

Diketahui, Kejagung hanya berhasil menyeret satu terdakwa ke ruang sidang, yakni mantan perwira penghubung pada Komado Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai Mayor Inf (Purn) Isak Sattu. Ia didakwa bertanggung jawab atas peristiwa yang menewaskan empat orang dan 10 lainnya luka-luka. 

Hasil penyelidikan Komnas HAM sendiri sebetulnya membagi pelaku ke empat kategori, yaitu pelaku komando pembuat kebijkan, pelaku komando efektif di lapangan, pelaku lapangan, dan pelaku pembiaran.(OL-5)

Sentimen: negatif (100%)