Sentimen
Netral (98%)
28 Okt 2022 : 04.45
Tokoh Terkait

Komunitas Konsumen Indonesia Somasi BPOM, Diduga Melakukan Pembohongan Publik dan Maladministrasi

28 Okt 2022 : 11.45 Views 3

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

Komunitas Konsumen Indonesia Somasi BPOM, Diduga Melakukan Pembohongan Publik dan Maladministrasi

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mengirimkan somasi berupa surat keberatan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI yang ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo, Kamis, (27/10/2022).

Dalam keterangannya, Ketua Komunitas Konsumen Indonesia Dr. David Tobing mengatakan, BPOM RI sebagai lembaga otoritas pengawas obat dan makanan telah lalai melakukan pengawasan pada pre-market dan post-market control.

Padahal sudah sangat jelas diatur pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 huruf d Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 Tentang BPOM.

“BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan dan menyelenggarakan fungsi pelaksanaan Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar,” jelasnya.

Lanjut kata dia, sehubungan dengan penanganan kasus gagal ginjal akut, BPOM RI telah terbukti lalai dalam melakukan pengawasan.

Menurutnya, BPOM RI tidak melakukan pengawasan terhadap produk yang telah teregistrasi secara maksimal. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan BPOM RI dalam press release-nya pada poin 3 yang berbunyi “kan sesuai dengan peraturan dan persyaratan registrasi produk obat, BPOM telah menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG”.

Hal ini kata David, terbukti pada saat registrasi obat, BPOM tidak melakukan pengujian terhadap kandungan apa saja yang ada pada obat dan percaya begitu saja dengan keterangan yang diberikan produsen obat.

Dia mengatakan, setelah kasus gagal ginjal merebak terhadap produk-produk yang telah diregistrasi dan dilakukan uji laboratorium oleh BPOM RI, ditemukan zat pelarut tambahan yang mengandung EG dan DEG, jadi sangat jelas bahwa BPOM telah kecolongan.

KKI juga menyoroti pernyataan BPOM RI dalam point 7 rilisnya yang meminta semua industri farmasi yang memiliki sirup obat berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, untuk melaporkan hasil pengujian secara mandiri dan melakukan upaya mengganti formula obat dan/atau bahan baku adalah bentuk Maladministrasi.

Hal ini kata dia, jelas sekali BPOM tidak melakukan post-market control secara aktif dengan melakukan pengujian obat secara berkala bahkan sejak registrasi pengujian obat diberikan kepada perusahaan farmasi.

“Ini membingungkan, padahal BPOM RI memiliki kewenangan pengawasan obat dan makanan sehingga tindakan BPOM RI untuk melimpahkan post-market control kepada perusahaan farmasi adalah keliru dan tidak sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), yaitu Asas Kepastian Hukum dan Asas Profesionalitas karena pengujian produk sirup obat sebagai sediaan farmasi merupakan kompetensi atau kewenangan mutlak dari BPOM RI,” jelasnya.

Selanjutnya, tindakan BPOM RI menerbitkan Lampiran I Penjelasan BPOM RI Nomor HM.01.1.2.10.22.172 tertanggal 22 Oktober 2022 Tentang Informasi Kelima Hasil Pengawasan BPOM Terkait Sirup Obat yang Tidak Menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol diduga tidak berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan produsen maupun BPOM setelah merebaknya kasus gagal ginjal akut, namun hanya didasarkan registrasi obat yang telah dilakukan sebelumnya.

"Tindakan BPOM RI yang mengumumkan 133 obat yang tidak menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol berdasarkan registrasi berpotensi terjadinya kebohongan publik, karena seharusnya jika dikatakan tidak mengunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol harus didasarkan pengujian secara menyeluruh yang dilakukan BPOM sendiri, bukan berdasarkan registrasi awal,” jelasnya.

Seharusnya kata David, dalam rangka pengawasan post-market control, BPOM RI memiliki Balai Pengujian Khusus Obat dan Makanan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan Teknis di Lingkungan Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan yang berbunyi: “Balai Pengujian Khusus Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan Pengujian Khusus Obat dan Makanan”.

David juga merujuk pada Pasal 3 huruf g Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 Tentang Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM menyelenggarakan fungsi pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan.

Untuk melaksanakan penindakan tersebut, BPOM RI harus melaksanakan sendiri pengujian dan tidak menyerahkan kewenangan kepada perusahaan farmasi.

Dalam Pasal 17 huruf b Pasal 16 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan Teknis di Lingkungan Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan yang berbunyi:

“Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Balai Pengujian Khusus Obat dan Makanan menyelenggarakan fungsi: b. pelaksanaan pengujian kimia, mikrobiologi, dan biologi molekuler dalam rangka investigasi dan/atau penyidikan Obat dan Makanan dalam lingkup nasional dan internasional”.

Dia mendesak BPOM RI harus melakukan pengujian ke seluruh produk yang telah mengeluarkan izin edar secara mandiri.

“Termasuk mengumumkan kembali bahwa hasil uji produk obat sirup yang dilakukan oleh BPOM bukan merupakan hasil pengujian oleh produsen obat, serta menuntut BPOM RI meminta maaf kepada konsumen di Indonesia,” tandasnya. (selfi/fajar)

Sentimen: netral (98.3%)