Sentimen
Negatif (100%)
25 Okt 2022 : 23.30
Informasi Tambahan

Kasus: Tipikor, korupsi

Bersaksi di Sidang Korupsi CPO, Pedagang Ungkap Penyebab Kelangkaan Migor

25 Okt 2022 : 23.30 Views 2

Okezone.com Okezone.com Jenis Media: Nasional

Bersaksi di Sidang Korupsi CPO, Pedagang Ungkap Penyebab Kelangkaan Migor

JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng tahun 2021-2022, hari ini. Agenda sidang masih pemeriksaan saksi-saki dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Adapun, salah satu saksi yang dihadirkan oleh tim jaksa kali ini yaitu Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Sudaryono. Di mana, Sudaryono mengakui bahwa penyebab kelangkaan minyak goreng di pasaran beberapa waktu lalu karena adanya ketetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) dari pemerintah.

"Iya betul (diduga karena HET)," ungkap Sudaryono saat bersaksi di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (25/10/2022).

Sudaryono menyebut, kelangkaan minyak goreng di Indonesia beberapa waktu lalu juga diduga karena kurang lancarnya distribusi ke para penjual. Dari keluhan yang diterima APPSI, sambungnya, para pedagang mempermasalahkan tidak merata dan lambannya distribusi minyak goreng.

Baca juga: Sidang Korupsi Minyak Goreng, Saksi Ungkap Upaya Pemerintah untuk Atasi Kelangkaan

"Menurut kawan-kawan karena kurangnya ke agen dan distributor. Ke atasnya kemana lagi kita enggak jangkau," ucap Sudaryono.

Baca juga: Sidang Kasus Korupsi Minyak Goreng, JPU Hadirkan Mantan Dirjen Kemendag

Kendati demikian, Sudaryono mengaku tidak mengetahui secara pasti apakah kelangkaan minyak goreng pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Ia hanya melihat kelangkaan itu terjadi pada 2022.

"Saya enggak monitor (tahun sebelumnya), aktif (di APPSI) juga belum lama," katanya.

Baca Juga: Kelelahan, Tanda Tubuh Kekurangan Vitamin dan Mineral

Sejurus dengan Sudaryono, Juniver Girsang selaku Kuasa Hukum terdakwa Komisaris PT Wilmar Nabati Group, Master Parulian Tumanggor mengungkap hal yang sama. Juniver menyebut penyebab kelangkaan minyak goreng di pasaran memang karena adanya kebijakan dari pemerintah.

"Proses kelangkaan minyak goreng itu sudah terjadi sejak November - Desember. Dan kemudian, diterbitkan kebijakan-kebijakan. Kebijakan inilah yang menurut dia, bukan menyelesaikan masalah, tetapi mengakibatkan semakin langkanya minyak goreng," kata Juniver saat mendampingi kliennya di Pengadilan Tipikor.

Ia juga menyebut bahwa salah satu penyebab kelangkaan minyak goreng di pasaran karena pendistribusian yang kurang lancar. Hal itu, sambung Juniver, lagi-lagi karena kebijakan pemerintah. Di mana, setelah kebijakan pemerintah dicabut, minyak goreng kembali melimpah di pasaran.

"Dan terbukti memang, peraturan yang diterbitkan itu tidak menyelesaikan, barulah dicabut (Permendag) Nomor 11 Tahun 2022 dengan diberikan untuk ekspor dan pencabutan Harga Eceran Tertinggi mulailah dibanjiri dan itu dibuktikan oleh pedagang pasar tadi menyatakan dicabutnya nomor 11 baru banjir minyak gorengnya," terangnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian pada Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Musdalifa mengatakan, pemerintah sebenarnya berupaya untuk menjaga agar harga minyak goreng ini tetap stabil di pasaran.

Terlebih, sambung dia, dari beberapa kali rapat koordinasi terbatas Kemenko Perekonomian membahas soal kesepakatan harga minyak goreng di harga Rp14 ribu perliter. Artinya, pemerintah membuat harga minyak goreng menjadi satu harga.

"Skema pembiayaan menyepakati kebijakan HET Rp14 ribu dan ditindaklanjuti oleh Permendag Nomor 2 tentang pengaturan ekspor," kata Musdalifa, saat bersaksi di persidangan.

Namun, hingga 25 Januari 2022, kebijakan satu harga ini belum berjalan. Pemerintah pun mengantisipasi program itu melalui minyak goreng curah yang didistribusikan melalui BUMN ke seluruh pasar tradisional. Utamanya, di wilayah timur Indonesia dengan pertimbangan selisih harga jual di sana.

Menurut Musdalifa, usulan ini berangkat dari Lin Che Wei. Berdasarkan informasi yang diperolehnya, Lin Che Wei sempat melakukan presentasi di rakortas. Sayang, dia tak bisa menjelaskan lebih rinci. Sebab, dia tak hadir dalam rapat itu.

"Topik utamanya minta peran BUMN, sehingga pada rapat yang dihadiri LCW sebagai notulen membahas kebijakan satu harga Rp14 ribu dan diberi waktu tujuh hari evaluasi. Namun, belum berjalan dengan baik," imbuhnya.

Dalam persidangan itu, penuntut umum juga mengonfirmasi Musdalifa soal lanjutan kasus dugaan korupsi ekspor CPO ini. Jaksa kemudian membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Musdhalifah. Dalam BAPnya, Musdhalifah menyebut Airlangga komplain lantaran Lin Che Wei tidak aktif di tim asistensi Kemenko Perekonomian.

"Sampai komplain dengan ketidakaktifan terdakwa," kata jaksa.

Musdhalifah pun menjawab, Airlangga memang sempat komplain. Sebab, Lin Che Wei tidak berada di Indonesia. "Waktu itu Pak Menko komplain ke kami kenapa pak Wei tidak ada di Indonesia tapi ke Singapura," kata Musdhalifah.

Diketahui sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).

Lima terdakwa tersebut yakni, Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor.

Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA; General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; serta Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

Sentimen: negatif (100%)