Moeldoko Beberkan Konsep Kepemimpinan Menuju Indonesia Maju 2045
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko resmi menerima anugerah gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Negeri Semarang (UNNES).
Penganugerahan gelar doktor kehormatan tersebut, dilakukan dalam Rapat Senat Terbuka, di Auditorium Prof. Wuryanto UNNES, Sabtu (22/10).
Gelar kehormatan untuk Moeldoko diberikan dalam bidang Manajemen Strategi Pembangunan Sumber Daya Manusia, program studi Ilmu Manajemen Pascasarjana UNNES.
Pada orasi ilmiahnya, Moeldoko membeberkan konsep Kempimpinan Menuju Indonesia Maju pada 2045. Konsep tersebut diberi nama, “M-Leadership”, yakni Move (Bergerak), Motivate (Memotivasi), dan Make a Difference (Membuat sebuah Perbedaan).
Moeldoko menyampaikan, konsep kepemimpinan “M-Leadership” merupakan kombinasi kepemimpinan Militer, Bisnis, dan Sipil. Konsep tersebut dihasilkan dari perjalanan kepimpinanannya saat menjadi Panglima TNI 2013-2015, menekuni dunia bisnis selepas pensiun, dan saat menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan.
“Di dalam ketiga dunia ini saya menemukan irisan penting, yakni efisiensi untuk memenangkan kompetisi dan berani untuk tak mau kalah dari yang lain,” kata Moeldoko.
Mewujudkan Indonesia Maju 2045, tutur dia, Indonesia harus keluar dari zona nyaman dan menciptakan area kompetisi berupa kecepatan, keunggulan, pembeda, harga, dan merebut pasar di negeri sendiri.
Ia mencontohkan, bagaimana Amerika Serikat berkompetisi dengan Rusia dalam bidang sains dan politik. Begitu juga dengan Korea, yang mampu melahirkan teknologi dan sumber daya manusia yang unggul, meski tidak memiliki kekayaan sumber daya alam.
“Indonesia lengkap, punya sumber kekayaan yang melimpah, punya teknologi yang terus berkembang, juga punya banyak manusia. Kita harus bisa mengelolanya dengan baik, dan berani melompat menjadi bangsa yang lebih maju dan besar. Untuk itu, kita harus menciptakan kompetisi,” seru Moeldoko.
Pria kelahiran Kediri Jawa Timur ini mengingatkan, saat ini Indonesia menghadapi tantangan global yang permanen dan dinamis.
Secara permanen, Indonesia harus bisa menjawab tantangan fenomena global yang berubah sangat cepat, penuh risiko, kerumitan luar bisa, dan penuh dengan kejutan. Di tambah lagi dengan munculnya ancaman krisis pangan, energi, dan keuangan.
Sementara pada domestik, lanjut Moeldoko, Indonesia masih memiliki persoalan terkait daya saing di tingkat dunia. Seperti pada Indeks Modal Manusia atau Human Capital Index (HCI) dan Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index (HDI). Di mana untuk HCI, Indonesia menempati posisi 96 dari 174 negara, dan HDI di posisi 107 dari 189 negara di dunia.
Menjawab tantang itu semua, tegas Moeldoko, kepempinan Indonesia ke depan harus berani memimpin perubahan dengan bersenjatakan tiga hal. Pertama, kemampuan menumbuhkan sense of urgency atau kesadaran akan bahaya yang menanti jika mempertahankan kondisi yang ada.
Kedua, kemampuan menunjukkan visi yang jelas kepada anggota organisasi, dan ketiga, yakni kemampuan menjadi teladan atau role model di dalam perubahan.
“Semua itu saya rangkum dalam konsep M-Leadership, yakni Move, Motivate, dan Make a Difference,” tegasnya.
Sementara itu, Rektor UNNES Prof. Dr. Fathur Rokhman Mhum mengatakan, pemberian gelar Doktor kehormatan untuk Moeldoko, tidak terlepas dari kontribusimya dalam membangun sumber daya manusia, energi, dan pangan, guna menghadapi kompleksitas krisis, tantangan global, dan ketidakpastian dunia modern.
Pemikiran dan terobosan Moeldoko, lanjut dia, diwujudkan dengan melakukan inovasi ketahanan pangan melalui budiaya tanaman sorgum, mendorong transformasi menuju sumber energi baru terbarukan dengan pengembangan mobil listrik, dan pemberdayaan masyarakat lewat program reforma agraria bersama kementerian/lembaga.
Sementara dalam bidang sumber daya manusia, sambung Prof. Fathur, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko membuktikannya dengan meluncurkan program Sekolah Staf Presiden sebagai inkubator kepemimpinan nasional untuk melahirkan calon pemimpin masa depan.
“Ini merupakan legacy yang besar bagi bangsa karena manfaatnya yang berkelanjutan,” kata Prof. Fathur.(*)
Sentimen: positif (99.6%)