Sentimen
Positif (97%)
22 Okt 2022 : 05.20
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Kendari

Pemilu yang Demokratis Adalah Upaya Menjaga Kelestarian NKRI

22 Okt 2022 : 12.20 Views 2

abadikini.com abadikini.com Jenis Media: News

Pemilu yang Demokratis Adalah Upaya Menjaga Kelestarian NKRI

Abadikini.com, KENDARI – Berbicara tentang demokrasi dan perkembangan sistem politik, para ahli di dunia mempunyai semacam ‘cut off’. Analoginya, jika sebuah negara telah melaksanakan pemilu secara demokratis sebanyak lima kali berturut-turut tanpa terinterupsi sekalipun oleh perilaku nondemokratis, maka negara tersebut wajib menjadi rujukan para ahli dunia untuk diobservasi, didalami, diteliti dalam konteks kajian-kajian ilmiah. Mengapa negara tersebut demokrasinya kompatibel menjadi pertanyaan dari  ahli politik seperti Pippa Norris.

Hal ini disampaikan Anggota KPU, August Mellaz saat menjadi pembicara kuliah umum dengan tema, “Peluang dan Tantangan Partisipasi Mahasiswa pada Pemilu Serentak 2024”, di Aula FISIP Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari, Kamis (20/10).

Menurut Mellaz, perkembangan dunia terutama pasca 2012 hingga kini, dunia sedang mengalami apa yang disebut oleh para ahli politik  dengan istilah regresi, decline, kemerosotan demokrasi, atau demokrasi yang dipersengketakan.

“Tetapi, pascareformasi tahun 1999 hingga saat ini, Indonesia telah menggelar sebanyak lima kali pemilu. Pemilu 2024 akan menjadi Pemilu ke-6 setelah era reformasi dengan berbagai dinamikanya. Artinya, secara prinsip proses demokrasi sudah berjalan,” kata Mellaz, dikutip dari laman KPU RI, Jumat (21/10/2022).

Oleh karena itu, tantangan utama adalah bagaimana mengemas pembelajaran penting sebagai satu kisah sukses menjalankan demokrasi dan berkomitmen, termasuk mengelola demokrasi dalam situasi keberagaman yang sangat luar biasa.Tetapi, Indonesia sampai saat ini, jika dibandingkan dengan negara-negara lain, tetap berdiri kokoh dan tetap berkomitmen dengan segala tantangannya untuk terus menumbuhkembangkan iklim demokrasi dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Upaya untuk menjaga kelestarian NKRI yang demokratis pada akhirnya akan kita berikan kepada adik-adik mahasiswa. Tantangan yang tidak mudah, tapi apa yang sedang berproses dan sedang berlangsung di kampus ini, harus diakui kita sedang diri mempersiapkan ke arah sana,” lanjutnya.

Mellaz kemudian memaparkan tiga tantangan Pemilu serentak  2024,  yakni proporsi jumlah penduduk berdasarkan umur, tingginya jumlah surat suara tidak sah, dan potensi hoaks serta isu SARA.

Kepada peserta, Mellaz juga menjelaskan Visi Pemilu 2024. Pertama, pemilu dimaknai sebagai sarana integrasi bangsa. Visi besar yang  diimplementasikan dan diamplifikasi sehingga menjadi “Nation Interest”.

“Pemilu harusnya mempersatukan bangsa, jika kita membaca, banyak usulan kajian sistem pemilu, perubahan sistem pemilu, dimaknai ke arah mempersatukan anak bangsa. Siapa pun yang menang, siapa pun yang kalah akan sama-sama menjaga dan meneruskan demokrasi dalam bingkai NKRI. Bagaimana kemudian 2045, Indonesia emas akan diraih. Saat itu akan berada pada generasi mahasiswa. Tapi, hari ini kurang menjadi topik dalam perdebatan politik ,” jelasnya.

Kedua, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pemilih akan pentingnya berpartisipasi dalam pemilu: fokus tidak hanya pada kuantitas, namun juga pada kualitas pemilih. Ketiga, meningkatkan partisipasi masyarakat di tiap tahapan pemilu, dalam hal ini peningkatan peran masyarakat di berbagai macam jenis partisipasi politik.

KPU melakukan upaya meningkatkan kesadaran pemilih  atau partisipasi masyarakat di setiap tahapan pemilu.  Hal terpenting, KPU mempunyai dua prinsip yang harus dipegang. Pertama,  KPU harus bisa menjadi pusat pengetahuan dan berbagi pengalaman sukses tentang pemilu. Kedua KPU harus bisa menjadi pusat bagi kolaborasi multipihak, salah satunya kampus.

Lanjut Mellaz, KPU ingin mengembangkan grand design dengan konsep bagaimana mengukur dampak dari aktivitas sosialisasi yang dilakukan. KPU sedang menyusun Indeks Partisipasi Masyarakat (IPM).

“Pasti akan ada cara pengukuran yang melibatkan metode selain kuantitatif, misalkan kualitatif dalam bentuk FGD di sejumlah provinsi,” ungkapnya.

Pada akhir paparan, Mellaz mengimbau mahasiswa bisa berkontribusi terhadap pemilu yang demokratis, tidak hanya sekadar menggunakan hak pilih, datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk mencoblos, tetapi menjadi penyelenggara pemilu di tingkat ad hoc.

Sentimen: positif (97%)