Sentimen
Netral (93%)
21 Okt 2022 : 21.28
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Semarang, Guntur

Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Puan Maharani Cs ke Ombudsman, Ini Kasusnya

21 Okt 2022 : 21.28 Views 3

Oposisicerdas.com Oposisicerdas.com Jenis Media: News

Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Puan Maharani Cs ke Ombudsman, Ini Kasusnya

Pimpinan DPR RI dilaporkan ke Ombudsman RI. Laporan dilayangkan Koalisi Masyarakat Sipil Penyelamat Kemerdekaan Peradilan.

Pimpinan DPR yang dilaporkan itu yakni; Puan Maharani, Lodewijk Paulus, Sufmi Dasco, Rachmad Gobel, hingga Muhaimin Iskandar ke Ombudsman.

Mereka dilaporkan atas dugaan malaadministrasi pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto, karena serampangan mengintervensi Mahkamah Konstitusi.

Koalisi Masyarakat Sipil itu terdiri dari Transparency International Indonesia, Perludem, ICW, PATTIRO Semarang, SETARA Institute dan KoDe Inisiatif. Pelaporan dilayangkan ke Ombudsman RI, pada Jumat (21/10).

“Tindakan dugaan malaadministrasi yang dimaksud bermula dari kekeliruan DPR dalam menafsirkan surat pimpinan Mahkamah Konstitusi Nomor 3010/KP.10/07/2022 tertanggal 21 Juli 2022 perihal ‘Pemberitahuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 96/PUU-XVIII/2020’,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat (21/10).

Menurut Kurnia, surat itu seharusnya hanya sekadar pemberitahuan dampak putusan Mahkamah Konstitusi, terkait masa jabatan Hakim Konstitusi yang tidak lagi mengenal adanya periodisasi. Namun, Pimpinan DPR malah membenarkan keputusan Komisi III DPR RI yang pada intinya tidak memperpanjang masa jabatan Hakim Konstitusi Aswanto dan mengangkat Guntur Hamzah sebagai penggantinya dalam forum rapat paripurna pada 29 September 2022.

“Keputusan DPR melalui forum paripurna jelas melanggar hukum,” tegas Kurnia.

Menurut Kurnia, pelanggaran itu tercantum pada Pasal 23 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi telah secara terang benderang menjabarkan alasan-alasan pemberhentian hakim konstitusi, baik secara hormat maupun tidak dengan hormat. Jika dilihat lebih lanjut Hakim Konstitusi Aswanto tidak memenuhi satu pun unsur tersebut.

Tidak cukup itu, Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi juga dilanggar, karena proses pemberhentian Hakim Konstitusi dilakukan atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi, bukan Pimpinan DPR.

Selain itu, dalam rumpun peraturan perundang-undangan yang lain, tindakan Pimpinan DPR melalui forum rapat paripurna juga bertentangan dengan Pasal 10 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Adapun, aturan itu mewajibkan pejabat publik untuk taat pada asas-asas umum pemerintahan yang baik, dalam hal ini asas kepastian hukum dan

asas tidak menyalahgunakan kewenangan.

“Ditambah lagi dengan pernyataan absurd dari Ketua Komisi III DPR RI yang mengatakan bahwa alasan pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto karena dianggap kerap menganulir produk legislasi DPR,” cetus Kurnia.

Oleh karena itu, keputusan pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto oleh Pimpinan DPR melalui forum paripurna tidak berdasar hukum dan melanggar ketentuan peraturan-perundang-undangan kami anggap sebagai perbuatan maladministrasi.

“Kami mendesak Ombudsman harus segera memanggil Pimpinan DPR untuk menjelaskan lebih lanjut permasalahan pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto. Jika ditemukan malaadministrasi, maka Ombudsman harus merekomendasikan kepada Pimpinan DPR untuk segera membatalkan keputusan forum paripurna yang telah memberhentikan Hakim Konstitusi Aswanto,” pungkas Kurnia.

Foto: Ketua DPR RI Puan Maharani/Net

Sentimen: netral (93.9%)