Sentimen
Negatif (100%)
20 Okt 2022 : 08.28
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Malang

Kisah Ibu-Ibu Tuntut Keadilan Usai Skandal Obat Batuk Sirup yang Tewaskan 70 Anak di Gambia

20 Okt 2022 : 08.28 Views 3

Okezone.com Okezone.com Jenis Media: Nasional

Kisah Ibu-Ibu Tuntut Keadilan Usai Skandal Obat Batuk Sirup yang Tewaskan 70 Anak di Gambia

GAMBIA - Mainan sepeda motor merah mulai berdebu teronggok di pojok rumah Mariam Kuyateh. Mainan itu sangat berarti untuk anaknya, Musa, bocah 20 bulan, yang meninggal pada September lalu. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Musa adalah satu dari 66 anak di Gambia yang diduga meninggal setelah diberikan obat batuk sirup yang berpotensi dikaitkan dengan gagal ginjal akut.

Kantor berita Reuters menyebut jumlah korban meninggal hingga Rabu (19/10/2022) mencapai setidaknya 70 anak.

Tak ada satu pun anggota keluarga yang menyentuh mainan Musa, karena itu mengingatkan kenangan sedih akan bocah itu.

Sang ibu yang berusia 30 tahun, menumpahkan air mata saat mengingat apa yang terjadi terhadap Musa, yang memiliki empat saudara.

Saat ditemui di rumahnya di pinggiran Serrekunda, kota terbesar di Gambia, ia menjelaskan bahwa awalnya Musa sakit flu. Setelah menemui seorang dokter, ayahnya membeli obat sirup untuk mengatasi penyakitnya.

"Saat kami memberikannya sirup, flunya berhenti, tetapi obat ini menyebabkan masalah lainnya," terangnya, dikutip BBC.

"Anak saya tidak bisa mengeluarkan urine,” lanjutnya.

Dia kembali ke rumah sakit, dan Musa menjalani tes darah yang hasilnya bukan penyakit malaria. Dia diberikan perawatan lain, yang tidak berhasil, dan kemudian dipasangkan kateter, namun tetap saja tak mengeluarkan urin.

Akhirnya, bocah malang itu dioperasi. Tidak ada perubahan.

"Dia tak bertahan, dia meninggal," ujarnya.

Musa, satu dari 66 anak di Gambia yang meninggal setelah diberi sirup obat batuk.

"Enam puluh enam merupakan angka yang besar. Jadi kami minta keadilan, karena korbannya adalah anak-anak tak berdosa," tegasnya.

Awal pekan ini, WHO mengeluarkan peringatan global atas empat sirup obat batuk yang terkait dengan kematian anak-anak di Gambia.

Produk-produk tersebut adalah Promethazine Oral Solution, Sirup Obat Batuk Kofexmalin Baby, Sirup Obat Batuk Makoff Baby dan Sirup Flu Magrip N - diproduksi perusahaan India, Maiden Pharmaceuticals, yang gagal memberikan jaminan mengenai keamanannya, kata WHO.

Pemerintah India membuka penyelidikan. Perusahaan tidak merespons permintaan wawancara dari BBC.

Peristiwa ini memicu kemarahan di Gambia. Muncul tuntutan agar Menteri Kesehatan Dr Ahmadou Lamin Samateh mundur dari jabatannya, termasuk tuntutan kepada pihak importir obat di negara itu.

Korban lainnya adalah Aisha yang masih berusia lima bulan.

Ibunya, Mariam Sisawo, menyadari suatu pagi bayinya tak bisa buang air kecil setelah diberikan sirup obat batuk.

Pada kunjungan awal ke rumah sakit, perempuan 28 tahun diberitahu bahwa tak ada yang salah dengan kandung kemih putrinya itu. Butuh dua perjalanan lagi dari sana sebelum akhirnya Aisha dirujuk ke sebuah rumah sakit di ibu kota Banjul yang berjarak 36 kilometer dari rumahnya di Brikama.

Tetapi setelah mendapat perawatan selama lima hari di sana, Aisha menghembuskan napas terakhir.

"Putri saya mengalami kematian yang menyakitkan. Pada saat tertentu ketika dokter ingin memasang infus, mereka tak dapat melihat pembuluh darahnya. Saya sendiri dan dua perempuan lain di ruang yang sama telah kehilangan anak,” terangnya.

"Saya punya dua anak, dan Aisha satu-satunya perempuan. Suami saya sangat bahagia dengan kelahiran Aisha, dan dia masih belum bisa menerima kematiannya,” lanjutnya.

Sejauh ini, Gambia tak punya laboratorium yang mampu menguji apakah obat-obat yang digunakan aman, sehingga mereka harus mengirimnya ke luar negeri untuk memeriksanya.

Hal ini disampaikan direktur layanan kesehatan Gambia, Mustapha Bittay, kepada program BBC Focus on Africa.

Pada Jumat (14/10/2022) pekan lalu lalu, Presiden Adama Barrow mengatakan, negaranya berencana mendirikan laboratorium semacam itu. Dalam siaran televisi, ia juga memerintahkan menteri kesehatan untuk mengkaji aturan dan pedoman yang terkait dengan impor obat-obatan.

Sisawo meyakini pemerintah semestinya lebih waspada.

"Ini pelajaran bagi orang tua, tetapi tanggung jawab yang lebih besar ada pada pemerintah. Sebelum obat-obatan masuk ke negara ini, semestinya harus diperiksa apakah layak untuk dikonsumsi manusia atau tidak," katanya.

Sementara itu, Isatou Cham terlalu sedih untuk membicarakan kematian putranya yang berusia 2,5 tahun, Muhammed.

Saat ditemui, dia meninggalkan ruang tamu di rumahnya di Serrekunda, lalu menangis bersama dengan kedua anaknya yang lain.

Adapun ayah Muhammed, Alieu Kijera, menjelaskan apa yang terjadi terhadap putra kecilnya itu.

Dia mengatakan Muhammed dibawa ke rumah sakit saat demam dan tak bisa buang air kecil. Tapi para dokter memberikan perawatan penyakit malaria kepada Muhammed, kemudian kondisinya semakin memburuk.

Tim medis kemudian mengatakan Muhammed harus dirawat di Senegal - negara tetangga - di mana layanan kesehatannya dianggap lebih baik. Awalnya ada pemulihan sementara, tapi tak juga berhasil menyelamatkan nyawanya.

Kijera marah dengan negaranya yang tidak memiliki sistem layanan kesehatan yang memadai, dan dia terpaksa berobat ke luar negeri.

"Kalau saja ada peralatan dan pengobatan yang benar, maka anak saya dan anak-anak lainnya bisa diselamatkan," ungkapnya.

Sentimen: negatif (100%)