Sentimen
Positif (100%)
20 Okt 2022 : 14.48

Krisis Energi Global, Apa Kabar Energi Baru Terbarukan?

20 Okt 2022 : 21.48 Views 2

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: News

Krisis Energi Global, Apa Kabar Energi Baru Terbarukan?

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis energi yang melanda Eropa akibat panasnya konflik Rusia dan Ukraina membuat negara di benua biru ini kembali melirik batu bara. Hal ini tercermin dari tingginya permintaan batu bara di negara-negara penghasil dan terganggunya berbagai sektor industri akibat krisis energi.

 

Pada pertengahan tahun, Jerman dan Belanda memutuskan kembali menggunakan batu bara untuk memenuhi kebutuhan energinya. Padahal, sebelumnya negara-negara ini telah berkomitmen 'membuang' bahan bakar fosil seperti batu bara.

-

-


 

Langkah ini kemudian juga diikuti Belanda, yang mengaktifkan kembali pembangkit batu baranya. Seperti diketahui, negara-negara Eropa telah berkomitmen meninggalkan energi fosil dan beralih ke energi yang lebih ramah lingkungan.

 

Sayangnya, sumber energi baru terbarukan juga sering disebut kurang stabil karena bergantung pada kondisi tertentu. Eropa pun masih bergantung ke gas Rusia, yang dianggap paling ramah emisi, dibanding sumber fosil lain.

 

Di Denmark, perusahaan penyedia energi Orsted mengaku akan melanjutkan atau memulai kembali operasi di tiga fasilitas bahan bakar fosil setelah diperintahkan oleh otoritas Denmark untuk melakukannya. Ini untuk mengantisipasi kekurangan energi pada musim dingin.

 

Untuk itu, langkah tercepat untuk memenuhi kebutuhan energi pun bisa didapatkan dari batu bara. Apalagi emas hitam ini menjadi salah satu sumber energi murah dan mudah didapatkan.

 

Berbagai negara penghasil batu bara pun masih memiliki cadangan yang fantastis. Di Indonesia misalnya, Kementerian ESDM mencatat cadangan batu bara mencapai 31,7 miliar ton. Sementara tahun ini produksi batu bara Indonesia ditarget mencapai 663 juta ton.

 

Hal ini pun membuat pasir hitam asal Indonesia dilirik oleh berbagai negara. Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) juga mencatat, ekspor batu bara Indonesia ke Eropa mencapai hingga 3,5 juta ton sampai 4 juta ton sampai pada Oktober 2022 ini.

 

Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, volume ekspor batu bara Indonesia ke Eropa biasanya kurang dari 1 juta ton per tahun. Peningkatan ekspor hingga 4 juta ton pun disebut menjadi yang terbesar sepanjang sejarah.

 

Meski demikian Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia belum bisa menyebutkan secara pasti, negara-negara Eropa mana saja yang memesan batu bara dari Indonesia. Yang jelas kabar yang didapat Hendra, ekspor batu bara Indonesia ke negara Eropa dikirim ke Polandia, Belanda, Greece, Spanyol hingga Jerman.

 

"Persisnya berapa kabarnya 3,5 juta ton - 4 juta ton," tandas Hendra

Hingga 14 Oktober penerimaan negara dari sektor minerba mencapai Rp 127,9 triliun. Penjualan batu bara hingga 15 Oktober mencapai 362 juta ton dengan produksi mencapai Rp 524,13 juta ton

 

Sementara itu, untuk sumber EBT di Indonesia juga sudah memanfaatkannya meski belum maksimal. Indonesia juga disebut. memiliki potensi EBT sebesar 418 Giga Watt (GW).

"Harta karun" energi hijau tersebut antara lain berasal dari air, panas bumi, matahari, angin, biomassa, dan lainnya.

 

Namun demikian, di antara beragamnya sumber energi terbarukan Indonesia, baru sumber energi panas bumi disebutkan menjadi energi yang paling bisa diandalkan. Pasalnya, produktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dalam menghasilkan listrik paling tinggi di antara pembangkit listrik energi terbarukan lainnya.

 

Kementerian ESDM mencatat produktivitas PLTP bisa mencapai 95%. Sementara produktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) menurutnya kemungkinan hanya di level 65% atau 60% dalam setahun karena hidro itu tergantung dari cuaca. Kalau lagi musim kering, produksinya tentu akan menurun.

 

Sedangkan tenaga surya, karena pembangkit tenaga matahari ini bersifat intermittent, maka menurutnya tingkat ketersediaan atau availability factor dalam setahun hanya sekitar 17%-20%.

 

Meski demikian dari sisi biaya pembangkitan, dia mengakui bahwa biaya operasi PLTP masih lebih mahal dibandingkan PLTA maupun PLTS. Selain itu, PLTP juga baru dimanfaatkan 9,8% dibandingkan dari total sumber daya yang ada.

 


[-]

-

Eropa Darurat Energi, Jerman "Makan" Batu Bara Lagi!
(rah/rah)

Sentimen: positif (100%)