Dunia Alami Krisis Langka, Ini Tanda-tandanya!
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia atau World Bank mengungkapkan bahwa dunia tengah dilanda krisis yang langka. Krisis ini ditandai dengan kombinasi inflasi tinggi dan pelemahan ekonomi dunia.
Lead Economist World Bank Habib Rab mengatakan kondisi ini membuat fokus pemerintah negara-negara di dunia, tak terkecuali negara maju, beralih dari pemulihan pasca-pandemi ke stabilitas ekonomi.
Alhasil, pada pertengahan 2022, Bank Dunia telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi 70% negara di dunia untuk tahun ini dan tahun depan.
Pemangkasan dikecualikan bagi negara-negara pengeskpor komoditas, seperti Indonesia.
"Apa yang mengejutkan adalah penurunan tersebut relatif tajam. Ini adalah penurunan paling tajam sejak resesi global pada 1970," ungkap Rab dalam SOE International Conference: Investor Day yang diselenggarakan di Bali, Selasa (18/10/2022).
Kendati turun tajam, dia tidak melihat adanya resesi dalam baseline perkiraan Bank Dunia. Namun, Rab mengingatkan bahwa risiko besarnya akan datang dari laju inflasi.
Inflasi di negara berkembang dan maju telah meningkat sejak adanya kenaikan harga komoditas pada 2022.
Banyak target atau sasaran inflasi di negara maju dan berkembang yang meleset. Hal ini diikuti oleh pengetatan moneter di negara berkembang pada awal tahun 2021 dan negara maju pada kuartal II-2021.
Bank Dunia memperkirakan inflasi global akan memuncak pada 2022, sebelum akhirnya turun pada 2023 ke kisaran 4-5%.
Meskipun berpotensi turun, Habib mengingatkan risiko bahaya jika bank sentral dunia gagal meredam laju inflasi kembali ke sasarannya.
"Jika inflasi tidak dapat dikendalikan, maka membutuhkan pengetatan yang lebih lanjut dari bank sentral dan pertumbuhan bisa turun 1,5% hingga 2,5% di 2023," paparnya.
Lebih lanjut, dia melihat pertumbuhan di Asia Pasifik diperkirakan tetap lebih tinggi dari wilayah lain.
Di Asia Pasifik, Bank Dunia melihat Malaysia, Thailand, Filipina dan Indonesia akan tetap tumbuh berkat kuatnya permintaan dalam negeri.
Sementara itu, inflasi diyakini akan rendah dan terkendali. Meskipun ada inflasi di kawasan yang melebihi batas sasaran, yakni Laos, Myanmar dan Mongolia.
"Di negara lain seperti Indonesia dan Malaysia, target inflasinya mendekati sasaran bank sentral, tetapi lajunya masih berakselerasi," kata Rab.
Secara keseluruhan, kondisi Asia Pasifik lebih baik. Tetapi, tidak ada ruang yang banyak untuk pertumbuhan karena global slowdown akan berdampak.
"Setiap penurunan 1% pada ekonomi G7 atau China, dapat menurunkan prospek pertumbuhan sebesar 0,5% - 1% di wilayah Asia Pasifik dan Asean," ungkapnya.
Namun, Rab menuturkan prospek stagflasi global memberatkan proyeksi kinerja ekonomi Asia Pasifik.
[-]
-
Gambaran Bank Dunia Soal Stagflasi: Seperti Badai Besar
(haa/haa)
Sentimen: negatif (99.6%)