Sentimen
Negatif (88%)
19 Okt 2022 : 12.12
Tokoh Terkait

Tolak Omnibus Law Cipta Kerja, Buruh Tuntut Upah 'Akal Sehat'

19 Okt 2022 : 19.12 Views 2

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: News

Tolak Omnibus Law Cipta Kerja, Buruh Tuntut Upah 'Akal Sehat'

Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan buruh meminta adanya kenaikan upah 13% untuk tahun 2023. Alasannya karena kebijakan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) telah membuat inflasi di berbagai sektor, mulai dari harga bahan pokok, transportasi, hingga tempat tinggal.

"Berdasarkan riset Partai Buruh dan KSPI, kenaikan bahan makanan dan minuman bakal naik 15%, karena harga-harga makanan naik," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam konferensi pers, Senin (17/10/2022).

Selain makanan, biaya transportasi juga naik hingga 50%.

-

-


Buktinya, Said Iqbal mencontohkan, sebelumnya ongkos angkot Rp 4.000, kini umumnya naik Rp 2.000 menjadi Rp 6.000 untuk sekali perjalanan.

Selain itu, terjadi juga inflasi tempat tinggal yakni tarif kos-kosan sebesar 10%.

"Jika menggunakan PP (Peraturan Pemerintah) No 36/2021 tentang Pengupahan yang naik upahnya 1-2%, masuk akal nggak? Pemerintah dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja gunakanlah akal sehat. Jangan hanya membela kepentingan pengusaha kelas hitam yang mau upah murah," tukas Said Iqbal.

Menurut Said Iqbal, akibat digunakannya aturan Omnibus Law tersebut dalam penetapan UMP tahun 2022 ini, kenaikan buruh pun tergolong kecil, yakni di bawah 2%. Bahkan beberapa daerah tidak mengalami kenaikan gaji. Padahal jika menggunakan aturan lama, yakni PP No 78/2015, kenaikan upah mencapai lebih dari 8%.

"KSPI menolak jika kenaikan upah minimum menggunakan PP 36/2021 yang naik hanya 1-2%," Said Iqbal.

PP No 36/2021

Seperti diketahui, PP No 36/2022 tentang Pengupahan adalah produk hukum turunan Undang-Undang (UU) No 11/2020 tentang Cipta Kerja. Dalam PP tersebut, ketentuan soal upah minimum diatur dalam Bab V. Di mana Bagian Kesatu pasal 23 mendefinisikan upah minimum sebagai upah bulanan terendah, yaitu tanpa tunjangan atau upah pokok dan tunjangan tetap.

"Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum," demikian bunyi pasal 23 ayat (3) PP No 36/2021.

Upah minimum tersebut berlaku bagi pekerja/ buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun di perusahaan bersangkutan, dan untuk yang lebih dari 1 tahun berpedoman pada struktur dan skala upah.

"Upah minimum terdiri atas (a) upah minimum provinsi (UMP) dan (b) upah minimum kabupaten/ kota dengan syarat tertentu," bunyi pasal 25 ayat (1).

Sementara, ayat (2) dan (3) menetapkan, upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan, secara khusus untuk huruf (b) meliputi pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi pada kabupaten/ kota yang bersangkutan.

"Kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan dimaksud pada ayat (2) meliputi paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah. Data pertumbuhan ekonomi, inflasi, paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik," pasal 25 ayat (4-5) PP No 36/2021.

Jika mengacu ketentuan tersebut, formula pengupahan diantaranya menggunakan komponen pertumbuhan ekonomi atau inflasi, bukan total dari kedua indikator ekonomi tersebut.


[-]

-

Jreng! Buruh Ngamuk Minta Upah Minimum 2023 Naik 13%
(dce)

Sentimen: negatif (88.9%)