Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Solo
Kasus: covid-19
Tokoh Terkait
Refleksi Jiwa Melayani dari 3 Pemimpin Dunia
Bisnis.com Jenis Media: Nasional
Bisnis.com, JAKARTA - Dengan meninggalnya Ratu Elizabeth II, dunia berkabung. Dan dalam saat berkabung ini kita jadi mempunyai waktu untuk merefleksikan karakter dan kepemimpinan seseorang.
Kali ini, saya merefleksikan kepemimpinan tiga pempimpun dunia yakni Ratu Elizabeth II, Lee Kuan Yew, dan Presiden Jokowi yang semuanya mempunyai jiwa melayani, nyali, dan pengabdian.
Pertama, Ratu Elizabeth II. Ratu Elizabeth II, sebelumnya 'hanya' seorang putri monarki yang menempati urutan ke-5 dalam garis suksesi tahta. Pastinya, dulu tidak ada yang menyangka jika akhirnya sang putri menjadi ratu dengan masa pemerintahan terlama.
Pada masa Elizabeth masih kecil, Inggris diperintah oleh Raja George V. Anak tertua Raja George, adalah Edward VIII, sang putra mahkota. Dengan meninggalnya Raja George V, Edward VIII dimahkotai sebagai raja. Akan tetapi pada tahun yang sama Edward VIII memutuskan untuk turun tahta dan menikahi sosialita.
Sehingga, saudaranya, George VI menggantikan Edward VIII. Anak pertama George VI adalah Elizabeth, yang saat itu berusia hanya 10 tahun. Dengan naiknya George VI menjadi raja, Elizabeth memasuki kehidupan istana Buckingham.
Sebagai putri, Elizabeth sudah mulai menunjukkan semangat, nyali, dan pengabdiannya pada rakyatnya. Pada saat perang dunia ke II, Elizabeth tidak bersembunyi di istana, melainkan bergabung dengan pasukan militer Inggris, sebagai montir. Dalam pidatonya sang putri memberi semangat dan simpati pada rakyatnya.
Pada saat upacara naik tahta, Ratu Elizabeth II dalam sumpahnya berjanji bahwa seluruh hidupnya akan didedikasikan untuk melayani rakyatnya, dan keluarga kerajaan yang menjadi milik Britania Raya. Selain itu, ketika menjadi Ratu, Elizabeth juga menjadi defender of faith dan kepala gereja Anglikan. Suatu hal yang bukan hanya gelar seremonial, tetapi dilaksanakan oleh Ratu Elizabeth sebagai perwujudan iman dan ibadahnya.
Janji pada rakyatnya, dan ibadah benar-benar ditunaikan oleh sang mendiang ratu. Dalam pidato-pidato eulogi para mantan perdana menterinya yaitu Boris Johnson, Theresa May, dan Liz Truss, mereka mengenang Ratu Elizabeth II sebagai sosok pemimpin monarki, Ratu yang tulus melayani rakyatnya, dan memberikan pilar kestabilan.
Kedua, Lee Kuan Yew. Sosok Lee Kuan Yew (LKY) adalah pemimpin yang berhasil mentransformasi Singapura dari sebuah negara kecil, miskin, yang tidak memiliki keunggulan, atau bahkan natural disadvantages menjadi sebuah negara dengan PDB per kapita melebihi Inggris, negara penjajahnya dulu.
Beliau melayani dengan ketulusan dan keinginan membuat negaranya maju dan dikenal dunia. Dalam pidatonya LKY bahkan mendeklarasikan, jika tidak bisa menjadi pemimpin yang dicintai dan disegani, lebih baik menjadi pemimpin yang ditakuti, daripada pemimpin yang hanya di cintai.
LKY dalam masa pemerintahannya, mengalami banyak tantangan, bagaimana negara yang dia perintah bisa menyediakan hal-hal dasar, se-dasar seperti penghidupan, Kesehatan, rumah, dan pendidikan bagi rakyatnya. Terlebih setelah gagal merger dengan Malaysia, kehidupan rakyat Singapura susah, banyak rakyatnya yang miskin, tidak punya pekerjaan, buta huruf, dan terpengaruh paham komunis.
Sebagai pemimpin, dia paham bahwa untuk membalikkan situasi, pemerintahannya harus lebih berperan dalam membangun keamanan dan pembangunan ekonomi, hanya dengan demikian negaranya bisa survive.
Oleh karena itu, beliau berani mengorbankan rasa cinta rakyat dan memilih untuk ditakuti, ketika harus menempuh kebijakan-kebijakan non-populis yang sulit diterima, tetapi untuk kebaikan.
Beliau mempunya nyali bertarung mempertahankan kebijakan-kebijakannya, sehingga kebijakan-kebijakan tersebut bisa diimplementasikan dengan baik serta tujuan pembangunan tercapai. Sampai saat ini, rakyat masih mengenang pengabdian total LKY kepada pembangunan dan masa depan Singapura, dan masih terus menimba lessons learned dari langkah-langkah LKY dalam membangun Singapura.
Terakhir, Presiden Joko Widodo. Presiden Jokowi adalah seorang pemimpin yang humble dan cinta rakyatnya. Bukan hanya ketika beliau berkampanye atau saat menjadi presiden, tetapi sudah dimulai dari ketika beliau menjabat sebagai Wali Kota Solo dan sebagai Gubernur DKI.
Seringkali kita melihat kegiatan beliau mengunjungi dan berbicara atau duduk bareng dengan rakyat-rakyatnya sembari memberi bantuan pada yang membutuhkan. Kegiatan blusukan ini juga dilakukannya sejak semasa menjabat sebagai Wali Kota dulu. Beliau adalah juga satu-satunya presiden yang sudah ke Papua 15 kali.
Jiwa melayani ini adalah keunggulan seorang pemimpin, karena dengan adanya ketulusan jiwa melayani, kepercayaan rakyat pada pemimpinnya tumbuh sehat.
Selain mempunyai jiwa melayani, beliau juga menunjukkan kapasitas mengambil risiko berinisiatif. Beliau adalah Presiden pertama RI yang memulai pengimplementasian wacana pemindahan ibu kota negara. Dalam nation-state building pemindahan ini semakin mengarahkan pembangunan yang lebih Indonesia-sentris, dengan ibu kota yang dipilih oleh rakyat Indonesia sendiri, bukan warisan koloni.
Presiden Jokowi juga memiliki nyali dalam berkomitmen membangun infrastruktur. Semenjak masa pemerintahan Pak Jokowi, Logistic Performance Index Indonesia meningkat. Selain itu, banyak sekali infrastruktur seperti bendungan, embung, irigasi yang tidak bisa langsung kita lihat, tetapi sudah berjasa membawa Indonesia pada ketahanan pangan. Bahkan, bulan lalu, dikala banyak negara mulai kesulitan pangan, FAO dan IRRI mengakui ketangguhan ketahanan pangan RI.
Nyali dan komitmen beliau dalam memajukan Indonesia juga nyata terlihat dengan lahirnya UU Cipta Kerja yang dirancang untuk semakin menumbuhkan ekonomi. Juga, selama pemerintahan Jokowi, kemudahan berbisnis RI terus membaik, ranking-nya naik dibandingkan negara-negara lain.
Misalnya, penambangan ditertibkan, ijin-ijin berusaha juga dimudahkan dengan berbagai inovasi seperti OSS, one stop mall, dan lain-lain. Sehingga investasi asing terus masuk, semakin menumbuhkan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, dan kesejahteraan bersama.
Yang juga tidak kalah istimewa adalah keberanian presiden melaksanakan amanat konstitusi dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas-aktif ketika membawa misi perdamaian dunia dalam rangkaian kunjungannya ke KTT G7, Ukraina, dan Rusia di saat perang.
Disisi lain, tentu pemimpin tidak bisa membuat semua orang senang. Ada banyak kritikan dan nyinyiran yang tidak bersifat konstruktif, akan tetapi presiden selalu dengan sabar mendengar, melakukan koreksi dan fokus memperbaiki kebijakan, melaksanakan pemerintahan, bukan fokus membalas nyinyiran atau tuduhan-tuduhan.
Edelman, sebuah perusahan public relation global, memantau bahwa kepercayaan public adalah the ultimate currency pada semua bentuk relasi. Akan tetapi pada tahun 2022, dengan adanya Covid-19, pada berbagai negara, ada siklus saling curiga antara pemerintah dan rakyatnya yang mulai tidak sehat.
Bahkan, tidak jarang rakyat-rakyat di negara lain memandang bahwa pemerintahnya-lah yang memecah belah negara mereka. Baru-baru ini juga, The Economist mengetengahkan Dis-United States of America, suatu kondisi polarisasi yang buruk dan belum pernah terlihat sebelumnya.
Akan tetapi di tengah merosotnya kepercayaan rakyat pada pemerintahnya di banyak negara di dunia, kita perlu bersyukur. Berdasarkan survey Edelman tahun ini, tingkat kepercayan public pada pemerintah di Indonesia tetap terjaga tinggi, bahkan ranking ke-3, jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya sedunia.
Saya kira, keistimewaan Indonesia kali ini dalam menjaga tingkat kepercayaan pubik tidak bisa lepas dari ketulusan dan kepemimpinan dengan karakter jiwa melayaninya Presiden Jokowi. Jika pemimpin-pemimpin di negara lain terpaksa atau tidak sengaja sudah meng-create polarisasi, atau malah sudah dianggap rakyatnya sebagai biang pemecah belah, satu hal yang harus kita akui, Pak Jokowi sudah selalu men-deliver stability, menjaga pemulihan dan pembangunan, dan tetap menjaga persatuan dan kesatuan sesuai amanat konstitusi.
Walaupun suatu saat nanti Presiden purnatugas, di masa depan, Presiden Jokowi akan terus tetap dikenang sebagai Presiden yang dari rakyat dan benar-benar untuk rakyat, disegani, dikenang dan dipercayai seluruh lapisan lintas generasi.
Bukan tidak mungkin, suatu saat kita akan mengenang beliau seperti para tokoh-tokoh Founding Fathers kita, Bung Karno, yang tidak hanya berjasa membangun Indonesia, tetapi juga berkontribusi positif pada tataran dunia internasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak Video Pilihan di Bawah Ini :
Konten Premium Nikmati Konten Premium Untuk Informasi Yang Lebih Dalam Masuk / Daftar
Sentimen: positif (100%)