Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UNAIR
Kasus: covid-19, stunting
Berharap pada Transformasi Puskesmas
Detik.com
Telah dicanangkan Kemenkes transformasi layanan primer dengan titik berat pelayanan promotif preventif. Di mana layanan primer hadir menjaga kesehatan masyarakat bertahan dan optimal dalam kehidupan. Peran strategis layanan primer bagi ketahanan bangsa telah diakui penting dan sangat menentukan. Hanya layanan primer yang menjamin semua orang memperoleh hak-haknya dalam pelayanan kesehatan.
Puskesmas adalah salah satu layanan primer paling dominan dalam transformasi layanan primer di Indonesia. Dengan jumlah sekitar 12 ribu tersebar di pelosok Tanah Air, jangkauannya sangat luas. Potensi ini terkait dengan ambisi transformasi layanan primer Kemenkes yaitu 270 juta penduduk mendapatkan pelayanan berkualitas, 100 persen layanan primer dengan fasilitas dan SDM terstandar, dan 100 persen kondisi kesehatan penduduk termonitor secara berkala.
Dari sini kita melihat peran puskesmas sangat strategis dalam pembangunan kesehatan Indonesia. Sebagai layanan primer milik pemerintah, puskesmas merupakan kepanjangan tangan dalam implementasi kebijakan Kemenkes. Wajah pembangunan kesehatan di Indonesia dapat dilihat di puskesmas. Keberhasilan indikator kesehatan masyarakat merupakan kinerja puskesmas. Dia adalah gate keeper dan agent of change yang tidak dapat ditinggalkan.
Transformasi
Permenkes No. 43 tahun 2019 menyatakan bahwa puskesmas adalah menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tingkat pertama. UKM dan UKP merupakan pelayanan esensial yang dibutuhkan masyarakat dan terus berkembang sesuai tuntutan kebutuhan. Tak kurang terdapat 50 layanan dasar UKM dan 155 layanan dasar UKP di puskesmas.
Transformasi puskesmas adalah tuntutan zaman setelah pandemi global Covid-19 yang memporakporandakan sistem kesehatan di Tanah Air. Sebagaimana sering disampaikan Kemenkes fokusnya meliputi siklus hidup sebagai focus integrasi pelayanan, mendekatkan layanan melalui jejaring di tingkat desa, dan memperkuat pemantauan wilayah setempat dengan dash board situasi kesehatan keluarga tiap desa.
Sedang intervensinya meliputi edukasi masyarakat, pencegahan primer, pencegahan sekunder, serta meningkatnya kapasitas dan kapabilitas layanan primer (puskesmas). Kita ketahui puskesmas memiliki jaringan dan jejaring pelayanan yang saling sinergis. Optimalisasi jaringan dan jejaring mendapat tempat dalam transformasi layanan puskesmas. Integrasi pelayanan dilakukan pada satu titik posyandu yang mengusung continuum of care yaitu mulai dari ibu hamil, anak, remaja, sampai usia produktif dan lansia.
Kemenkes menekankan upaya promotif dan preventif mesti dibangun secara formal dengan melibatkan lintas sektor terkait dan pemberdayaan masyarakat. Konsep ke depan pemerintah memfasilitasi sarana, prasarana, metode, dan dana yang dibutuhkan sedang masyarakat menggerakkan pelayanan sesuai kebutuhan lokal. Melibatkan Kemenkes, Kemendagri, dan Kementerian desa/daerah tertinggal/transmigrasi, optimalisasi jaringan jejaring puskesmas diharapkan terbentuk gerakan pencegahan semesta di Indonesia.
Substansi transformasi layanan primer mungkin bukan barang baru. Namun demikian penguatan integrasi, formalisasi, dan pemantauan wilayah membuat puskesmas menjadi berbeda. Dalam pencegahan sekunder di mana dilakukan skrining 14 penyakit penyebab kematian tertinggi tiap kelompok umur, skrining stunting, dan peningkatan ANC (pemeriksaan ibu hamil) untuk kesehatan ibu/bayi, semuanya dalam satu titik pelayanan yang mendapat fasilitasi dan dekat masyarakat (posyandu dusun/posyandu prima).
Ekspektasi
Transformasi layanan primer puskesmas mengacu pada Permenkes 43/2019 sebagai standar minimal yang dipenuhi. Selama ini kebutuhan sarana dan prasarana puskesmas masih belum lengkap dan perlu ditingkatkan. Demikian juga SDM secara kuantitas dan kualitas masih menjadi titik kekurangan puskesmas. Kondisi tersebut membuat transformasi layanan primer puskesmas menghadapi tantangan tidak ringan.
Beberapa tantangan faktual yang dapat dicatat di puskesmas adalah sarana prasarana belum memenuhi standar minimal regulasi, keterbatasan kuantitas dan kualitas SDM, komunikasi dan koordinasi belum efektif, masalah kepemimpinan, manajemen dan komitmen mutu, minimalnya pelayanan digital, serta beban berat dalam misi pembangunan kesehatan di Indonesia. Tantangan-tantangan tersebut membuat puskemas tidak lincah, terbatas, tidak relevan, dan bisa jadi kehabisan energi. Overload beban kerja terjadi dan kinerja serta mutu puskesmas menjadi tidak berkembang.
Tantangan tersebut sudah berlangsung lama dan perlu mendapatkan jawaban perbaikan-perbaikan. Kemudian pola kerja puskesmas terintegrasi di era transformasi ini yang dibagi dalam empat klaster berdasarkan siklus hidup perlu segera diinisiasi baik kepada puskesmas, lintas sektor, dan masyarakat luas. Selama ini pelayanan telah diberikan dengan komunikasi dan koordinasi yang belum optimal. Secara keseluruhan semua menjadi tantangan yang harus dijawab oleh manajemen puskesmas di era transformasi sekarang.
Kita ingin yang terjadi dengan transformasi puskesmas tetap memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. Semoga regulasi yang tersedia tidak saling tumpang tindih apalagi berlawanan. Kelebihan dan kekurangan puskesmas menjadi kekuatan untuk transformasi layanan primer. Pelayanan puskesmas tetap mengedepankan customized, cost, convenience, dan communication di tengah transformasi. Di sinilah ekspektasi masyarakat besar pada puskesmas yang dapat menjamin Indonesia keluar dari dampak pandemi Covid-19.
Noerolandra Dwi S Surveior FKTP Kemenkes, alumnus Magister Manajemen Pelayanan Kesehatan Unair
(mmu/mmu)Sentimen: positif (99.2%)