Suftalasifah
Informasi Umum
- Jabatan: Tokoh Wartawan dan Akademisi Indonesia
- Tempat & Tanggal Lahir: Bondowoso, 26 Juli 1933
Karir
- 1. Tokoh Wartawan dan Akademisi Indonesia
- 2. Sastra Inggris Modern, Universitas Cornell, Amerika Serikat
Pendidikan
- Tidak ada data pendidikan.
Detail Tokoh
Sejak awal mula aktif di bidang penerbitan dan pendidikan, Pia Alisjahbana tak pernah sekali pun membayangkan ada penghargaan bergengsi dianugerahkan padanya. Maka pada 9 Juni 2015 ketika Duta Besar Perancis untuk Indonesia menganuegarahkan sebuah penghargaan besar untuk Pia, isteri Sofyan Alisjahbana berupa Chevalier dansl’Ordre de la Legion d’Honneur, penghargaan teringgi dari Presiden Prancis yang dihadiahkan untuk Pia. Pasalnya penghargaan ini hanya diberikan untuk seseorang yang membuktikan pengabdian tinggi kepada masyarakat. Berabad lalu penghargaan ini pertama kali dianugerahkan oleh Napoleon Bonaparte pada 19 Mei 1802, kepada tokoh yang dinilai telah menunjukkan kualitas outstanding dalam melakukan pengabdian baik dalam kapasitas militer maupun sipil dan sedikitnya telah dua puluh tahun melakukan pengabdian untuk publik. Pia Alisjahbana merupakan orang Indonesia pertama yang menerima penghargaan tertinggi ini. Corinne Breuze, Duta Besar Perancis untuk Indonesia, menyerahkan pengahargaan ini di kediamannya di Jakarta. Perjalanan karirnya terbagi dalam dua bagian penting yakni pendidikan dan media. Dalam bidang pendidikan, Pia adalah sosok penentu lahirnya American–Indonesian Exchange Foundation(AMINEF), sebuah program beasiswa bagi mahasiswa Indonesia untuk belajar gratis di Amerika. Ia merintis pendirian Yayasan AMINEF pada 1992. Ketika itu Pia mendatangi satu per satu para petinggi perusahaan di Indonesia untuk membantu dan menyumbang untuk program yang tengah ia susun. Program-program itu bermaksud menjadikan Indonesia sebagai negara yang mampu melahirkan banyak pemuda berlevel PhD. Salah satu alumnus AMINEF adalah Anies Baswedan yang kini menjadi Menteri Pendidikan. Perhatian Pia yang teramat besar terhadap dunia pendidikan tak lepas dari perannya sebagai dosen di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Ketika itu ia juga melihat adanya kebutuhan informasi dan panduan gaya hidup baru bagi remaja putri yang diharapkan menjadi pilar-pilar bangsa. Maka pada 1973, Pia membidani kelahiran majalah Gadis yang pada masa itu tak ada satu pun majalah yang ditujukan pada segmen khusus remaja putri. Setahun sebelumnya, majalah Femina lebih dulu muncul sebagai bacaan yang memahami aspirasi perempuan muda dan menyajikan berbagai informasi yang relevan. Pia menerbitkan Femina bersama dengan Mirtati Kartohadiprodjo dan Widarti Gunawan. Selanjutnya, ia pun memiliki peran penting dalam kemunculan majalah Dewi yang menginspirasi para perempuan bekerja Indonesia agar lebih berdaya dan bisa memberi kontribusi nyata bagi dirinya, keluarga, kaum perempuan dan bangsanya. Sejak serius berkecimpung di dunia penerbiatan, ketertarikannya pada bidang mode semakin kuat. Pada tahun 1970-an, kebutuhan informasi tentang fashion sangat besar, sementara sumber informasi khusus di bidang itu masih sangat terbatas. Desainer pun masih terbatas, butik apalagi, belum terlalu banyak. Pia kemudian terinspirasi dari berbagai fashion week dunia yang pernah ia kunjungi untuk mengagas kelahiran Lomba Perancang Mode yang digelar sejak 1979. Ajang ini konsisten berjalan terus hingga akhirnya menghasilkan desainer-desainer terkenal saat ini seperti Edward Hutabarat, Sally Koeswanto, Itang Yunasz hingga Tex Saverio. Inilah yang membuat Lomba Perancang Mode memiliki kontribusi sangat besar terhadap dunia mode Indonesia hingga hari ini. Dan untuk mendorong perkembangan dunia mode di Indonesia, Femina Group menggelar penghargaan Pia Alisjahbana Award untuk para perancang muda yang sukses berbisnis sendiri selama lima tahun, memiliki komitment, inovatif dan kreatif. Penghargaan ini telah pertama kali digelar pada 2007 silam. Perhatian Pia terhadap pusaka budaya ia wujudkan dengan keterlibatannya dalam pendirian organisasi Badan Pelestari Pusaka Indonesia. Dalam aktivitasnya, ia tak segan turun ke tepi anak sungai Progo dekat Candi Borobudur di malam gelap untuk melarung lampion-lampion, padahal usianya waktu itu 70 tahun. Ia juga turut berjalan kaki berkilo-kilo untuk menanam pohon di Kebun Raya Samosir di tengah Danau Toba. Kini dengan geliat para pelestari muda, usaha Pia tidak sia-sia. Pia Alisjahbana lahir 26 Juli 1933 di Bondowoso sebagai anak kedua dengan nama lengkap Suftalasifah. Ayahnya, Soerjomihardjo, seorang Insinyur lulusan jurusan Teknik Sipil dari Belanda. Sementara sang ibu, Raden Adjeng Hisnat Djadjadiningrat, lulusan sekolah guru pendidikan Belanda. Pendidikan terakhirnya ditempuh di Universitas Cornell, Amerika Serikat, Kesusasteraan Inggris Modern tahun 1963. Semasa kecil, berkat orang tuanya yang berpikiran maju, dia mendapat didikan gaya Barat. Masa kecilnya berpindah- pindah mengikuti ayahnya yang insinyur dan banyak mengerjakan proyek. Pia pernah tinggal di Kota Bengkulu, Singaraja, Surabaya dan Mojokerto.
Berita Terkait
Tidak ada berita terkait tokoh ini.