Kivlan Zen

Informasi Umum

  • Jabatan: Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat
  • Tempat & Tanggal Lahir: Langsa, Aceh, 24 Mei 1946

Karir

  • 1. PBDYA Binkar Spers Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat
  • 2. Pamen Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat
  • 3. Kasdivif-1 Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat
  • 4. Pang Divif-2 Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat
  • 5. Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat
  • 6. SD Negeri 43 Medan
  • 7. SMP Taman Siswa Medan
  • 8. SMA Negeri 2 Medan
  • 9. Akabri Magelang
  • 10. Advance Georgia USA

Pendidikan

  • 1. S1 Sospol UT
  • 2. Lemhanas Jakarta
  • 3. S2 Social Development UI

Detail Tokoh

Kivlan Zen kerap tampil ke hadapan publik dengan begitu banyak kontroversi. Peristiwa Mei 1998 yang menjadi titik penting dalam sejarah bangsa Indonesia, tak lepas dari keterlibatannya yang memang kontroversial. Pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto meletakkan jabatan dan menyerahkannya kepada Wakil Presiden Republik Indonesia Baharuddin Jusuf Habibie. Dalam suasana itu, nama Pangkostrad Prabowo Subianto dan Kepala Staf Kostrad Kivlan Zen mencuat ke permukaan lantaran pasukan Kostrad berada di sekitar Monumen Nasional (Monas), Istana Presiden dan kediaman BJ Habibie di kawasan Patra Kuningan. Mayjen (Purn) Sintong Panjaitan dalam bukunya Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, menyatakan bahwa Mayjen TNI Kivlan Zen sebagai Kepala Staf kostrad bersama Mayjen TNI Muchdi Pr sebagai Komandan Jenderal Kopassus mendapat tugas dari Pangkostrad Prabowo menghadap Presiden BJ Habibie di rumah kediamannya Patra Jasa, Kuningan, untuk membawa surat dari Jenderal Besar AH Nasution. Surat itu berisi usulan pemisahan Men Pertahanan dan Keamanan dan Panglima Besar serta berisi saran agar Jenderal TNI Subagyo HS diangkat menjadi Panglima ABRI, Jenderal TNI Wiranto menjadi Menteri Hankam dan Letjen TNI Prabowo Subianto menjadi Kepala Satuan Angkatan Darat. Selain itu, Kivlan dan Muchdi juga membawa surat dukungan 320 ulama Jawa Timur yang mendukung Habibie. Presiden BJ Habibie sempat menyatakan persetujuannya perihal pemisahan jabatan Panglima TNI dan Menhankam tersebut. Tetapi, sebagaimana pernah diungkapkan Jenderal Wiranto menolak pemisahan jabatan itu karena merasa khawatir akan menimbulkan dualisme kepemimpinan. Akhirnya, Presiden BJ Habibie menetapkan Wiranto merangkap kedua jabatan itu. Pada 20 Juni 1998, Kivlan Zen harus meletakkan jabatan Kepala Staf Kostrad dengan tuduhan ikut membahas keabsahan jabatan Habibie dan perubahan UUD 1945 di Hotel Regent. Kivlan Zen pernah mengungkap tentang keberadaan Pam Swakarsa yang menjadi cikal-bakal Front Pembela Islam (FPI). Menurut Kivlan, ketika digelar Sidang Istimewa (SI) MPR pada 10-13 November 1998, ada upaya penggagalan SI MPR ini. Maka dilakukan upaya perekrutan kekuatan massa pendukung SI, yang belakangan disebut Pam Swakarsa. Menurut Kivlan, perekrutan Pam Swakarsa itu atas perintah Wiranto serta diketahui Kapolda Metro Jaya Mayjen Pol. Nugroho Jayusman, dan Pangdam Jaya Mayjen Djaya Suparman. Disebut juga keterlibatan pengusaha Setiawan Djodi sebagai pemberi bantuan dana kepada Pam Swakarsa. Akan tetapi, dalam buku bertajuk Bersaksi di Tengah Badai, Wiranto menyangkal keras keterlibatannya dalam Pam Swakarsa. Nama Kivlan sempat dihubungkan dengan “Mayjen K” yang disebut Presiden Abdurrahman Wahid sebagai provokator kerusuhan Ambon. Merasa namanya disudutkan, Kivlan mendatangi Presiden Abddurahman Wahid di rumahnya di Ciganjur untuk meminta klarifikasi. Kepada Kivlan, Presiden membantah bahwa inisial "Mayjen K" yang dimaksud itu adalah Kivlan Zen. Kivlan Zein lahir di Langsa, Aceh pada 24 Desember 1946. Ia merupakan lulusan Akademi Militer (Akmil) angkatan tahun 1971. Dia memilih pengabdian di Kesatuan Infanteri, Baret Hijau. Dimulai sebagai Komandan Peleton (1971), kemudian Ki-B Batalyon 753, hingga Danyon (1973). Pada, 1974, pasukan Kivlan berhasil meringkus gerombolan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Juga ketika bertugas di Timor Timur, Kivlan dinilai berhasil sehingga berdampak pada kenaikan pangkat yang melesatkan karirnya. Dia menjabat Kepala Staf Brigade Infanteri Linud 1/Cilodong/Kostrad (Kasdivif I Kostrad) dengan pangkat Kolonel, (1990) dan bertugas di Filipina sebagai pemimpin Kontingen Garuda XVII, Pasukan Konga 17 di Filipina juga berperan menjadi pengawas genjatan senjata setelah adanya perundingan antara Moro National Liberation Front (MNLF) dengan pemerintah Filipina. Ia memperoleh penghargaan (medali kehormatan) dari Presiden Filipina Fidel Ramos karena Kivlan dinilai berhasil membujuk pimpinan MNLF, Nur Misuari, agar mengakhiri konflik Moro di Filipina Selatan. Setelah itu, dia menjabat Kepala Staf Daerah Militer VII/Wirabuana, dengan pangkat Brigadir Jenderal. Selanjutnya, ia naik jabatan menjadi Panglima Divisi Infanteri 2/Kostrad, berpangkat Mayor Jenderal. Setelah menyandang pangkat kolonel tahun 1994, Kivlan hanya butuh waktu 18 bulan untuk naik menjadi jenderal (bintang satu) dan kemudian berakhir dengan pangkat jenderal bintang dua Kepala Staf Kostrad (1998). Saat masih pelajar, Kivlan sudah aktif dalam organisasi Pelajar Islam Indonesia (1962). Sempat kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara di Fakultas Kedokteran. Pada 1965, menjabat sebagai sekretaris Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Medan dan menjadi Ketua Departemen Penerangan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) Medan. Dia juga aktif dalam Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Pada masa kampanye Pilpres 2009, Kivlan Zen menjadi tim sukses SBY- Boediono. Ketika itu, Kivlan Zen menghadiri Deklarasi Pandu 57 di Menteng Jakarta Pusat, pada 4 Juni 2009. Pada tahun 2016 Kivlan Zen menjadi Negosiator penting yang berhasil membebaskan 14 Warga Negara Indonesia dari penyanderaan yang dilakukan kelompok Abu Sayyaf Filipina. Pada April 2019, namanya menjadi perbincangan dalam video di media sosial karena dirinya adu mulut dengan Wiranto soal dalang kerusuhan 1998. Pada 10 Mei di tahun yang sama, Kivlan dicegah untuk bepergian ke luar negeri terkait kasus penyebaran berita bohong. Selang beberapa hari, tepatnya pada 27 Mei 2019, dia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan makar. Selain itu kasus lain yang menimpa dirinya yaitu dugaan perencanaan pembunuhan beberapa tokoh politik serta kasus kepemilikan senjata ilegal.