Sentimen
Informasi Tambahan
Hewan: Ayam
Limbah Ternak Ayam dan Desa yang Tak Lagi Senyaman Dulu
Espos.id
Jenis Media: Eco
GenDarling -- Bau menyengat, lalat yang tak kunjung pergi, hingga air sumur yang mulai keruh itulah realitas yang dirasakan sebagian warga desa yang hidup berdampingan dengan kandang ayam pedaging. Ayam-ayam yang cepat dipanen ini memang menguntungkan secara ekonomi, tetapi limbahnya sering dibiarkan tanpa pengelolaan.
Masalahnya bukan lagi soal bau, tetapi tentang kesehatan dan kelestarian lingkungan.
Kotoran ayam yang menumpuk menghasilkan amonia dan gas beracun. Ketika hujan turun, limbah ini hanyut ke sawah dan sungai, mencemari sumber air warga. Sebagian peternak membuang limbah langsung ke saluran air, menganggapnya hal biasa karena “sudah dari dulu begitu”. Di sisi lain, warga sering bingung harus mengadu ke siapa, karena khawatir merusak hubungan sosial antar tetangga.
Padahal, limbah ayam bukan hanya masalah lokal, tetapi ancaman jangka panjang, pencemaran tanah, penyebaran penyakit, hingga meningkatnya kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan diare pada anak-anak. Ironisnya, di balik ayam-ayam yang menjadi lauk setiap hari, ada lingkungan yang pelan-pelan menjerit.
Solusinya bukan melarang peternakan, tapi mengajak peternak dan pemerintah desa bekerja sama. Pengolahan kotoran menjadi pupuk kompos atau biogas bisa menjadi jalan tengah: mengurangi bau sekaligus memberi nilai ekonomi. Pemerintah daerah perlu memberikan pelatihan, bantuan alat, dan aturan yang tegas namun berpihak pada keberlanjutan.
Menjaga desa tetap layak huni bukan hanya tanggung jawab peternak atau warga yang terganggu, tetapi tanggung jawab bersama. Jika hari ini kita diam, esok mungkin kita terbiasa hidup dalam bau, lalat, dan air yang tak lagi bisa diminum.
Tulisan ini bagian dari program Gen-Darling Movement hasil kolaborasi antara Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) dengan Solopos Media Group (SMG). Tulisan ini karya Atika Erina Sari, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sentimen: neutral (0%)