Sentimen
Undefined (0%)
7 Okt 2025 : 00.13
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Solo

Tokoh Terkait
Firdaus

Firdaus

UU Tapera Bermasalah, Guru Besar UNS Dorong Partisipasi Publik

7 Okt 2025 : 00.13 Views 16

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

UU Tapera Bermasalah, Guru Besar UNS Dorong Partisipasi Publik

Esposin, SOLO -- Pemerintah dan DPR didesak untuk lebih akomodatif terhadap aspirasi masyarakat dalam proses revisi Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) selama revisi dua tahun ke depan. 

Hal ini menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU tersebut inkonstitusional bersyarat. UU Tapera harus direvisi dengan tenggat waktu dua tahun.

Partisipasi Publik dalam Revisi UU Tapera

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sunny Ummul Firdaus, mengatakan pemerintah, dalam hal ini DPR, harus secara serius mengakomodasi kepentingan publik. Tidak hanya sekedar formalitas.

“Sangat penting adanya pelibatan publik yang bermakna atau meaningful participation dalam penyusunan revisi UU Tapera,” katanya kepada Espos, Senin (6/10/2025).

Ia menekankan partisipasi itu bisa diwujudkan dengan melakukan dialog publik yang melibatkan serikat pekerja, pengusaha, akademisi, dan masyarakat luas. Hal ini agar UU Tapera tidak lagi kontroversial.

"Partisipasi bermakna dalam revisi ini harus dilakukan, bukan sekadar partisipasi formal. Dialog publik harus betul-betul dilaksanakan agar secara substansi, revisi ini tidak lagi bertentangan dengan UUD 1945," ujarnya.

Selain itu, menurutnya putusan MK menegaskan bahwa UU Tapera, terutama pada Pasal 7 ayat (1) yang mewajibkan kepesertaan bagi semua pekerja, bertentangan dengan UUD 1945.

"MK menyatakan UU Tapera inkonstitusional bersyarat dan memberi masa transisi 2 tahun. Artinya, UU ini masih berlaku sementara, tetapi harus segera direvisi. Jantung dari undang-undang itu, yaitu kewajiban peserta, telah dinyatakan bermasalah," jelasnya.

Implikasi Putusan MK dan Masa Transisi

Dengan begitu, ia menjelaskan UU Tapera sudah tidak lagi bisa mengikat. Menurutnya pemerintah tidak dapat lagi memaksakan pekerja sektor swasta dan mandiri, untuk menjadi peserta Tapera selama masa transisi ini.

"Dalam masa transisi [revisi selama dua tahun] ini, pemerintah tidak boleh memaksa pekerja untuk jadi peserta. Implikasinya, pekerja tidak wajib disetor otomatis upahnya sambil menunggu desain baru UU Tapera," tegasnya.

Meskipun demikian, ia menjelaskan bukan berarti terjadi kekosongan hukum. UU Tapera masih memiliki kekuatan hukum, meski menggugurkan kewajiban pekerja membayar iuran. Namun pekerja masih bisa membayar jika ia menghendakinya.

Ia mengatakan kekosongan hukum baru akan terjadi jika pemerintah dan DPR gagal merevisi UU tersebut dalam jangka waktu dua tahun, yang akan berakibat pada pembubaran program Tapera secara otomatis. Sehingga UU Tapera tidak punya kekuatan hukum.

Sehingga, Sunny mendorong pemerintah agar segera menyusun RUU perubahan Tapera sebelum batas waktu dua tahun habis.

“Proses ini harus diawali dengan kajian ulang yang komprehensif mengenai model kepesertaan, apakah akan bersifat wajib, sukarela, atau terbatas pada kelompok tertentu,” katanya.

Selain itu, ia menekankan sangat penting untuk melakukan harmonisasi revisi UU Tapera dengan peraturan perundangan lain seperti UU BPJS, UU Ketenagakerjaan, dan UU Perumahan agar tidak terjadi tumpang tindih iuran bagi pekerja. 

“Selama proses revisi berlangsung, pemerintah juga perlu menyiapkan aturan transisi yang jelas untuk menjamin akuntabilitas dan keamanan dana peserta yang telah terkumpul,” katanya.

Sentimen: neutral (0%)