Korupsi Selalu Memalukan dan Menghancurkan
Espos.id
Jenis Media: Kolom

Ulah mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan alias Noel adalah pelajaran kali kesekian bahwa korupsi itu mempermalukan sekaligus menghancurleburkan martabat diri sendiri dan kerabat, bahkan bisa jadi juga teman.
Kasus Noel mengingatkan bahwa power tends to corrupt atau pemegang kekuasaan punya kecenderungan berlaku korup. Para ahli menyebut terdapat dua jenis korupsi, yaitu korupsi untuk memenuhi kebutuhan hidup (corruption by need) dan korupsi karena keserakahan (corruption by greed).
Corruption by need biasanya dilakukan secara individu, tidak sistematis, dan dalam skala yang tidak terlalu besar. Yang berbahaya adalah corruption by greed karena dilakukan justru oleh orang yang sebenarnya berkecukupan, namun memanfaatkan kesempatan dan kekuasaan untuk menambah kekayaan.
Salah satu pelajaran dari kasus Noel adalah bahwa gembar-gembor sok bersih dan sok pahlawan untuk memberantas korupsi makin nyata bukan simbol nyata karakter antikorupsi.
Pidato di sana-sini, orasi berapi-api di mana-mana, menyatakan diri antikorupsi dan akan memerangi koruptor jamak berujung ”omon-omon” atau pepesan kosong.
Negeri ini butuh tindakan nyata berbasis kekuasaan dan jabatan yang dipegang untuk sebenar-benarnya memberantas korupsi, melawan korupsi, dan menjadi pelopor antikorupsi. Tindakan nyata harus mewujud dalam kebijakan, regulasi, dan penegakan hukum.
Pelajaran berikutnya dari kasus Noel adalah korupsi bukan hanya merugikan negara secara finansial, tapi juga meruntuhkan kepercayaan publik terhadap institusi dan pejabat negara.
Sekali tersandung korupsi, nama baik sulit dipulihkan, karier habis, dan keluarga, kerabat, serta kawan-kawan dekat ikut menanggung malu. Dengan catatan masih punya malu. Repot kalau mereka hanya beranggapan ”sedang apes”, tanpa merasa malu, apalagi lantas insaf.
Dunia politik kita memang penuh kemunafikan. Sekadar retorika dan narasi populis antikorupsi jelas tidak cukup untuk memberantas bahaya laten korupsi.
Menanggulangi korupsi akut harus dengan pembenahan sistemik, tidak cukup dengan narasi populis dan pencanangan slogan-slogan yang hanya berisik, namun tak berdampak nyata.
Langkah konkret adalah memperbarui dan memperkuat sistem pengawasan melekat agar efektif. Atasan harus ikut bertanggung jawab ketika bawahan melakukan korupsi.
Kemudian penguatan lembaga pengawas, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dengan diberi kewenangan lebih besar, termasuk menyita aset untuk memulihkan kerugian negara.
Aparat peradilan harus progresif dalam mengadili kasus-kasus korupsi. Jangan lagi ada vonis yang semata-mata menyesuaikan dengan formalitas hukum tertulis sehingga menghasilkan hukuman ringan.
Langkah berikutnya adalah jaminan atas independensi penegakan hukum dan integrasi sistem penegakan hukum. Langkah baru yang bisa dilakukan, misalnya, penegakan hukum berada di bawah koordinasi Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pejabat bukanlah penguasa. Pejabat adalah abdi negara yang memegang amanah jabatan. Integritas dan kesadaran diri sangat penting dijaga. Ambil hak, jangan lebih dari seharusnya. Berikan kewajiban, jangan kurang dari semestinya.
Sentimen: neutral (0%)