Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Jati, Salatiga, Semarang
Kasus: korupsi
Tokoh Terkait
Kisah Buruh Jateng: Dua Tahun Nabung, Tertipu Sertifikat K3
Espos.id
Jenis Media: Jateng

Esposin, SEMARANG -- Pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di dunia ketenagakerjaan tengah jadi sorotan publik. Sorotan itu muncul setelah Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (21/8/2025).
Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menyebut OTT tersebut terkait dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3. Fakta ini mengejutkan banyak pihak, termasuk para buruh yang pernah menguras tenaga, waktu, bahkan uang tabungan demi bisa mendapatkan sertifikat K3.
Salah satunya adalah Jati, seorang buruh asal Salatiga, Jawa Tengah (Jateng). Setiap bulan, ia menyisihkan sedikit demi sedikit dari gajinya yang tak pernah lebih dari Upah Minimum Regional (UMR). Hidup sederhana, menahan diri dari membeli baju baru, bahkan menunda melamar kekasihnya. Semua itu hanya demi satu tujuan: mendapatkan sertifikat K3 yang diyakini bisa membuka jalan naik jabatan atau setidaknya membuatnya bertahan sebagai buruh tetap.
“Kalau punya sertifikat K3, bisa naik jadi pengawas,” kata Jati saat ditemui Espos, Senin (25/8/2025) malam.
Dua Tahun Menabung untuk Rp6,5 Juta
Tahun 2020, Jati mulai menabung. Setelah dua tahun penuh pengorbanan, terkumpullah Rp6,5 juta. Uang itu ia bayarkan untuk mengikuti pelatihan K3 di sebuah lembaga pelatihan pada awal 2023.
Pelatihannya cukup ketat. Dua pekan penuh teori dan praktik, ditutup dengan ujian lapangan yang bahkan dihadiri langsung oleh perwakilan Kementerian Ketenagakerjaan. Sebulan kemudian, sertifikat K3 resmi ia kantongi.
Bagi Jati, sertifikat itu adalah tiket menuju masa depan. Tak lama, ia diterima kembali bekerja, kali ini sebagai pengawas dengan gaji Rp5–7 juta per bulan.
Fakta Mengejutkan: Biaya Resmi Hanya Rp275.000
Namun, kebahagiaan itu berubah menjadi kekecewaan besar. Pada Agustus 2025, KPK membongkar dugaan praktik pemerasan sertifikasi K3 di lingkungan Kemnaker.
Dalam pemberitaan, terungkap bahwa biaya resmi penerbitan sertifikat K3 sebenarnya hanya Rp275.000. Jati pun terdiam lama saat membaca kabar itu.
“Dua tahun nabung, ternyata cuma buat menggemukkan perut pejabat. Rasanya kayak dibohongi negara sendiri,” ucapnya lirih.
Kini sertifikat itu tersimpan di rumah. Bukan lagi menjadi simbol harapan, melainkan pengingat pahit tentang keadilan yang dirampas.
Berbeda dengan Jati, Kristian, buruh asal Semarang, lebih beruntung. Ia bisa mendapatkan sertifikasi K3 tanpa mengeluarkan biaya karena ditanggung perusahaannya.
“Waktu itu semua ditanggung kantor. Setahuku memang jutaan, tapi enggak bayar sama sekali,” katanya.
Korupsi yang Merampas Harapan Kecil
Kisah Jati menggambarkan betapa korupsi bukan sekadar merugikan negara, melainkan merampas mimpi orang kecil. Bagi pejabat, angka miliaran hanya data di laporan. Tapi bagi buruh, uang itu adalah hasil keringat, harapan, bahkan masa depan keluarga.
Kini publik hanya bisa bertanya: berapa banyak lagi Jati-Jati lain yang jadi korban, namun belum bersuara?
Sentimen: neutral (0%)