PPN DTP untuk Perumahan Diperpanjang, Seperti Apa Kinerja KPR Sekarang?
Espos.id
Jenis Media: Ekonomi

Espos.id, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi memperpanjang kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) untuk pembelian rumah tapak dan satuan rumah susun (apartemen) hingga akhir 2025. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60/2025. Aturan ini ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 15 Agustus 2025 dan diundangkan pada 25 Agustus 2025.
Diskon pajak pembelian rumah ini telah diberikan sejak November 2023 dan beberapa kali mengalami perpanjangan hingga akhir 2025. Sementara itu, Bank Indonesia melalui Laporan Analisis Uang Beredar menyebutkan kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi salah satu pendorong pertumbuhan kredit konsumsi pada Juli 2025 yang sebesar 7,9%. Sementara, KPR dilaporkan tumbuh tahunan 7,1% pada Juli 2025 atau senilai Rp820,2 triliun.
Jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada Juni 2025, terjadi perlambatan karena pada bulan sebelumnya KPR tumbuh tahunan 8,8%. Kredit sektor properti secara total tumbuh 4,3% menjadi senilai Rp1.450,8 triliun, melambat jika dibandingkan bulan sebelumnya yang naik 5,5% senilai Rp1.456,8 triliun.
Kredit real estate juga melesu dengan pertumbuhan 3,9% dari 7,0% pada bulan sebelumnya. Dalam periode yang sama, kredit konstruksi turun 1,0% secara tahunan dari sebelumnya tumbuh 0,6%. Nilai kredit konstruksi dan real estate diketahui sebesar Rp389,9 triliun dan Rp240,8 triliun pada Juli 2025.
Perpanjangan pemberlakuan PPN DTP untuk perumahan dilakukan untuk menjaga momentum pertumbuhan sektor perumahan sekaligus mendorong daya beli masyarakat pada paruh kedua 2025. Pasal 7 ayat (1) menjelaskan bahwa pemerintah menanggung 100% PPN untuk pembelian rumah atau apartemen baru siap huni dengan harga jual sampai Rp2 miliar. Untuk hunian dengan harga Rp2 miliar–Rp5 miliar, pembebasan PPN hanya berlaku untuk bagian harga pertama Rp2 miliar, sementara sisanya dikenakan tarif normal.
Sementara itu dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, ada anggaran Subsidi Bunga Kredit (SBK) Perumahan yang direncanakan sebesar Rp4,40 triliun dan anggaran Subsidi Bunga Uang Muka (SBUM) Perumahan direncanakan sebesar Rp1,15 triliun. SBK dan SBUM adalah subsidi yang diberikan untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memperoleh rumah bersubsidi dengan harga terjangkau.
SBUM diberikan untuk memenuhi sebagian atau seluruh uang muka perolehan rumah bagi MBR. MBR yang menjadi penerima FLPP, maka otomatis akan menerima SBUMN. SBK merupakan subsidi untuk membantu MBR dalam membayar sebagian bunga kredit untuk pemilikan rumah subsidi.
Pada tahun anggaran 2026, anggaran SBK Perumahan digunakan untuk pembayaran KPR subsidi atas akad kredit yang telah diterbitkan pada tahun-tahun sebelumnya (2015-2020), sedangkan SBUM Perumahan tetap menjadi komplemen KPR dari FLPP kepada MBR yang diberikan sebesar Rp4 juta/unit rumah untuk wilayah non-Papua dan Rp10 juta/unit rumah untuk wilayah Papua.
Sentimen: neutral (0%)