Bentuk Solidaritas, Sidang Dakwaan Demo May Day di Semarang Dipenuhi Mahasiswa
Espos.id
Jenis Media: Jateng

Esposin, SEMARANG – Suasana ruang sidang Kusuma Atmaja Pengadilan Negeri (PN) Semarang pada Kamis (21/8/2035) dipenuhi puluhan mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Semarang. Kehadiran mereka merupakan bentuk solidaritas terhadap lima rekannya yang menjadi terdakwa kasus dugaan kericuhan saat aksi demonstrasi May Day di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah (Jateng) beberapa waktu lalu.
Mahasiswa yang hadir dalam sidang eksepsi menegaskan kehadiran mereka sebagai bentuk dukungan moral bagi rekannya yang diduga menjadi korban kriminalisasi.
Adapun identitas terdakwa kasus May Day di Semarang di antaranya Muhammad Akmal Sajid, Afta Dhiaulhaq Al-Fahis, Kemal Maulana, Afrizal Nor Hysam, dan Mohamad Jovan Rizaldi.
“Ini adalah aksi solidaritas kami,” ujar Reza, salah satu mahasiswa yang hadir di ruang sidang tersebut, Kamis.
Di luar gedung pengadilan, aparat kepolisian bersiaga. Sejumlah personel berseragam maupun berpakaian sipil berjaga di sekitar pintu masuk dan halaman PN Semarang. Penjagaan ketat tersebut untuk mengantisipasi potensi aksi solidaritas mahasiswa.
Salah satu Tim Hukum Suara Untuk Demokrasi (Suara AKSI), Suroso menilai surat dakwaan yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak jelas dan cacat formil.
“Inti eksepsi kami berkaitan dengan surat dakwaan yang tidak cermat, tidak jelas, dan tidak rinci. Misalnya, tidak disebutkan secara tegas apakah terdakwa satu melakukan perusakan tanaman milik Disperkim atau dilakukan oleh keseluruhan terdakwa,” kata Suroso selepas persidangan.
Dia juga menyoroti dakwaan terkait dugaan kekerasan terhadap aparat kepolisian. Menurutnya, JPU tidak mampu menjelaskan secara detail kapan dan bagaimana tindakan kekerasan itu dilakukan.
“Surat dakwaan ini cacat, sehingga sesuai Pasal 143 KUHAP harus dibatalkan demi hukum. Kami yakin eksepsi ini akan diterima,” paparnya penuh keyakinan.
Anggota tim hukum terdakwa lainnya, Noval Sebastian, menegaskan eksepsi tidak hanya soal cacat formil, melainkan juga adanya dugaan pelanggaran HAM dalam proses penyidikan. Dia menerangkan para terdakwa mengalami penyiksaan saat diperiksa polisi.
“Salah satunya dipaksa berdiri dengan satu kaki sambil memegang kardus air mineral selama satu jam. Bahkan ada terdakwa yang muntah darah, tetapi dihalang-halangi untuk visum,” ungkap Noval.
Selain itu, tim hukum terdakwa menuding bahwa penggeledahan dan penyitaan barang bukti oleh kepolisian tidak sesuai prosedur karena dilakukan tanpa izin pengadilan, sehingga dakwaan yang didasarkan pada bukti tersebut dianggap tidak sah.
“Kami memandang tindakan pencarian bukti yang ilegal ini berpengaruh pada status hukum terdakwa. Karena itu, status mereka semestinya batal demi hukum,” tegasnya.
Tim hukum Suara AKSI menyatakan akan berkoordinasi dengan Komnas HAM dan Kompolnas terkait dugaan penyiksaan yang dialami para terdakwa. Mereka berharap, majelis hakim mengabulkan eksepsi dan menghentikan proses hukum yang dinilai penuh kejanggalan tersebut.
Sentimen: neutral (0%)