Sentimen
Undefined (0%)
16 Agu 2025 : 13.33
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Penggilingan, Sragen

Biaya Produksi Tinggi, 50% Lebih Penggilingan Padi di Sragen Terpaksa Tutup

16 Agu 2025 : 13.33 Views 36

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Biaya Produksi Tinggi, 50% Lebih Penggilingan Padi di Sragen Terpaksa Tutup

Esposin, SRAGEN — Lebih dari 50% usaha penggilingan padi yang tergabung dalam Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Sragen terpaksa menutup usaha mereka lantaran biaya produksi yang tinggi.

Tingginya biaya produksi itu salah satunya dipicu harga gabah yang mencapai Rp7.700/kg dan sulitnya mencari gabah yang bisa digiling. Para pengusaha penggilingan padi harus bersaing dengan perusahaan besar untuk mendapatkan gabah.

Dengan tingginya harga gabah, proses pengolahan menjadi gabah menjadi beras juga memakan biaya tinggi. Biaya produksi tidak sepadan dengan harga beras sekarang yang tinggi. Di sisi lain, usaha penggilingan tidak boleh menjual beras dengan harga melebihi harga eceran tertinggi (HET).

Ketua Harian Perpadi Sragen, Widyastuti, saat diwawancarai Espos, Sabtu (16/8/2025), mengatakan bersama tujuh pengusaha penggilingan padi di Sragen telah beraudiensi dengan Bupati Sragen Sigit Pamungkas bersama perwakilan Polres Sragen, Kodim Sragen, dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sragen, serta stakeholders terkait pada Jumat (15/8/2025) sore.

Wiwit, sapaan akrabnya, menyampaikan dengan beraudiensi itu Perpadi berharap Bupati bisa memahami kondisi lapangan usaha penggilingan padi saat ini. Dia menyampaikan persoalan beras ini berkaitan dengan persoalan perut.

Harga gabah sekarang mencapai Rp7.700/kg sedangkan harga beras pecah kulit (PK) Rp11.900-Rp12.100/kg. Dengan harga segitu, kata Wiwit, banyak penggilingan padi di Sragen tidak bisa menutup biaya produksi kalau harus menjual beras dengan ketentuan HET.

"Makanya, semua dikembalikan kepada masing-masing penggilingan padi. Selama masih bisa menjual dengan patokan HET beras. Yang tidak mampu menutup biaya produksi pasti berhenti berproduksi daripada merugi,” jelas Wiwit.

"Total penggilingan padi di Sragen itu ada 200-an unit, tetapi yang bergabung dengan Perpadi Sragen tercatat hanya 67 unit. Dari puluhan penggilingan padi itu lebih dari 50% memilih berhenti produksi karena biaya produksi dan harga jual beras tidak sebanding," ujarnya.

Berdasarkan Peraturan Badan Pangan Republik Indonesia No 5/2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengan Nasional No 7/2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras. Peraturan tersebut menjelaskan HET beras medium di wilayah Jawa Rp12.500/kg dan beras premium Rp14.900/kg.

Wiwit menjelaskan harga beras sudah tinggi dan untuk mendapat barangnya harus bersaing dengan pabrik besar. Harga beras di pasaran, kata dia, sudah tinggi karena harga gabahnya juga tinggi.

Wiwit menerangkan para pengusaha penggilingan padi di Sragen khawatir dengan banyaknya pemeriksaan di sejumlah daerah. Dia menyampaikan sebenarnya penggilingan padi di Sragen kondusif karena sering komunikasi dengan aparat penegak hukum (APH).

Audiensi dengan Bupati dan APH itu sekaligus untuk berjaga-jaga dan ketika ada usaha yang tutup sebenarnya karena ada rasa waswas. “Dengan audiensi itu, kami meminta jaminan kepada APH, seperti Polres, Kejari, agar para pengusaha penggilingan padi itu bisa nyaman dan aman dalam bekerja,” kata dia.

Kesepakatan Audiensi

Dia menyampaikan kebutuhan beras di Sragen sebenarnya tidak bergejolak karena Sragen merupakan lumbung pangan di Jawa Tengah. Dia menjelaskan biasanya setelah panen, para petani ada yang membawa pulang gabahnya untuk jatah makan. Artinya, Wiwit menjelaskan Sragen tidak kekurangan beras tetapi justru menyuplai ke Jakarta hingga antarpulau.

"Prinsipnya kami mengikuti ketentuan dan aturan dari pemerintah dengan adanya HET. Ketika ada kesalahan yang tidak disengaja supaya ada pendampingan dari APH tidak langsung dibawa ke ranah hukum. Kalau teman-teman diminta produksi lagi dengan situasi harga gabah yang tinggi ya dikembalikan ke teman-teman,” jelas dia.

"Kalau bisa nyandak ya silakan. Banyaknya penggilingan padi yang tutup itu karena masing-masing berhitung rugi atau laba. Kalau yang tidak bisa nutup dengan harga sekarang ya mendingan berhenti daripada rugi," tambahnya.

Sementara itu, Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Sragen merilis hasil audiensi Perpadi dengan Bupati dan APH di Kantor Dinas Bupati Sragen, Jumat sore, menyepakati empat hal. Pertama, Perpadi berkomitmen mematuhi seluruh aturan dan regulasi yang berlaku dalam proses produksi dan distribusi beras.

Kedua, Satgas Pangan melakukan pendampingan jika terdapat indikasi temuan di lapangan. Ketiga, penggilingan padi di Sragen kembali berproduksi mulai hari ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Keempat, Pemkab Sragen menegaskan komitmennya untuk menjadi bagian dalam menyukseskan program ketahanan pangan, mengingat wilayah ini merupakan salah satu penyangga pangan utama, tidak hanya di Jawa Tengah tetapi juga tingkat Nasional.

Sentimen: neutral (0%)