Sentimen
Undefined (0%)
14 Agu 2025 : 14.46
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Institusi: UIN

Tokoh Terkait

Filsafat di Persimpangan Jalan

14 Agu 2025 : 14.46 Views 10

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Filsafat di Persimpangan Jalan

Belum lama ini di media sosial mengemuka tentang kontroversi apakah jurusan filsafat harus dihapuskan atau tidak. Isu ini menjadi heboh setelah selebritas media sosial dan kreator konten Ferry Irwandi mengeluarkan pernyataan bahwa jurusan atau fakultas filsafat harus dihapus. 

Mengemuka kesimpulan sebagian orang yang belajar filsafat tidak paham substansi yang mereka pelajari. Inilah kemudian yang menimbulkan pertanyaan apa urgensi jurusan filsafat jika yang dipelajari hanya teori yang sifatnya tekstual?

Wacana ini melahirkan pro dan kontra. Pihak yang pro menekankan banyak yang belum paham tentang substansi filsafat sehingga mereka menganggap filsafat belum bisa bersentuhan dengan mereka. 

Sesungguhnya filsafat bisa membuat seseorang berpikir secara terstruktur dan sistematis dan hal ini sangat penting untuk diajarkan sejak kecil. Keberadaan jurusan atau fakultas filsafat mengindikasikan bahwa hanya sebagian kecil orang yang bersinggungan dengan filsafat.

Pihak yang kontra berargumen masih banyak mata kuliah di filsafat yang tidak diajarkan di jurusan lain, seperti filsafat murni. Jika dibandingkan dengan filsafat Islam yang sempat disinggung lebih banyak peminatnya daripada filsafat murni, masih ada perbedaan dari segi materi yang diajarkan sehingga tidak bisa disamaratakan, meskipun beberapa hal memang sama. 

Selain itu, mahasiswa lulusan jurusan atau fakultas filsafat diperlukan untuk menjadi pengajar atau ahli filsafat yang bisa menyebarluaskan ilmu filsafat di sekolah-sekolah atau kampus-kampus.

Hal lain yang perlu disoroti adalah tentang adanya kesenjangan antara filsuf dahulu dengan sekarang. Pada masa awal adanya filsafat, para filsuf mengembangkan filsafat berdasarkan asumsi mereka tentang suatu hal yang belum terbukti secara empiris sebagaimana sains.

Seiring berjalannya waktu, para saintis menemukan banyak hal sehingga asumsi yang sebelumnya pernah dibangun menjadi sebuah fakta. Ketika lulusan jurusan atau fakultas filsafat sekarang kebanyakan hanya menyoroti teori filsafat, bisa dikatakan ada kemandekan dalam dunia filsafat.

Salah satu pernyataan yang umum dalam filsafat dan sering dibicarakan adalah bahwa dengan berpikir berarti kita hidup. Sekarang banyak masyarakat yang enggan berpikir dengan matang, ditambah keberadaan artificial intelligence (AI) yang kian menggerus semangat literasi. 

Keberadaan AI dianggap sudah cukup untuk menjawab beragam pertanyaan yang mengemuka, padahal tidak semua yang disebutkan AI bisa dibuktikan secara empiris. 

Ada beberapa hal yang kita perlu menjelaskan secara detail kepada AI. AI berfungsi sebagai pengolah data, bukan penghasil data atau penemu sebuah teori. Berangkat dari hal tersebut, sebenarnya di sinilah letak pentingnya filsafat. 

Filsafat penting dalam membentuk pola pikir masyarakat agar lebih terstruktur. Ketika seseorang telah paham tentang fundamental ilmu pengetahuan, tentu akan mudah untuk memahami disiplin ilmu yang lain. 

Filsafat adalah disiplin ilmu yang bisa merambah ke segala bidang ilmu pengetahuan. Berbicara filsafat ekonomi tanpa tahu dan paham tentang ilmu ekonomi hanyalah omong kosong. 

Filsafat penting untuk terus dikembangkan agar pemikiran orang-orang tidak mandek hanya pada teori filsuf-filsuf terdahulu. Zaman terus berubah dan mengalami perkembangan. Tentu banyak hal baru yang perlu dipelajari. 

Jika filsafat tidak berkembang, bangsa ini akan mengalami kemunduran dan ketertinggalan dalam segala bidang. Pada akhirnya yang menjadi masalah adalah bagaimana filsafat bisa diterima oleh semua kalangan. 

Salah satu solusi adalah dengan membuat filsafat menjadi seramah mungkin untuk orang-orang yang bahkan belum tahu apa itu filsafat. Berbagai cara bisa dilakukan, termasuk dengan mengakomodasi filsafat dalam sebuah buku. 

Salah satu buku filsafat yang bahasanya mudah dipahami yakni Dunia Sophie karya Jostein Gaarder. Filsafat dikemas dalam sebuah novel dengan sangat ringkas dan nyaman untuk dibaca semua kalangan. 

Filsafat menjadi hal yang tidak menakutkan lagi, melainkan membuat semakin penasaran untuk tahu lebih dalam tentang perkembangan zaman. Waktu awal masuk kuliah saya masih awam terhadap filsafat. 

Kesadaran itu mulai tumbuh ketika saya mulai aktif mengikuti komunitas literasi di kampus. Sering berdiskusi dan berbagi ilmu lewat pembacaan dan pembahasan sebuah buku atau sekadar membahas isu terkini menjadi satu hal yang membuat saya termotivasi untuk terus belajar. 

Ada saat saya merasa kosong ketika orang-orang mulai berbicara tentang Marx, Plato, hingga Aristoteles. Akhirnya seorang teman merekomendasikan sebuah buku yang saya sebutkan tadi. Sejak saat itu, saya tertarik dengan semua hal berhubungan dengan filsafat.

Ternyata masih saja ada yang menganggap bahwa filsafat itu adalah suatu hal yang kontroversial. Pemahaman ini bisa muncul karena mereka hanya membaca setengah-setengah. 

Pada dasarnya filsafat adalah cara kita mengetahui hakikat segala sesuatu. Mempelajari filsafat tidak secara komprehensif akan menimbulkan asumsi-asumsi negatif. 

Adanya komunitas sebenarnya bisa menjadi ruang untuk berbagi dan bertukar informasi dan pengetahuan sehingga filsafat tidak sekadar dipahami secara tekstual, tapi juga kontekstual.

Perdebatan yang terjadi sebenarnya menjadi salah satu cara untuk membuka mata dan mencari solusi bersama. Banyak orang yang mulai sadar ihwal urgensi filsafat dan speak up membuktikan betapa filsafat masih dibutuhkan sebagai disiplin ilmu yang perlu untuk terus dikaji.

Perumusan kurikulum yang baik tentu perlu melibatkan para praktisi dan ahli filsafat agar menghasilan pembelajaran sistem yang tepat guna serta menghasilkan lulusan yang cakap dan bisa mempertanggungjawabkan ilmunya.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 12 Agustus 2025. Penulis adalah anggota LPM Dinamika UIN Raden Mas Said Surakarta)

Sentimen: neutral (0%)