Sentimen
Undefined (0%)
3 Agu 2025 : 16.02
Informasi Tambahan

Agama: Kristen

Kab/Kota: Biak, Jayapura, Salatiga, Sorong, Yogyakarta

UKSW Kukuhkan Doktor Sosiologi Agama, Tawarkan Konseling Berbasis Budaya Papua

3 Agu 2025 : 16.02 Views 22

Espos.id Espos.id Jenis Media: News

UKSW Kukuhkan Doktor Sosiologi Agama, Tawarkan Konseling Berbasis Budaya Papua

Esposin, SALATIGA - Imanuel Warikar resmi meraih gelar Doktor Sosiologi Agama dari Program Studi Doktor Sosiologi Agama, Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) setelah mengikuti prosesi yudisium belum lama ini di Ruang Probowinoto, Gedung G UKSW. 

Dalam sidang yang berlangsung khidmat sejak pukul 14.00 WIB, ia mempresentasikan disertasi bertema konseling berbasis budaya Papua, yang menawarkan pendekatan kontekstual dalam pelayanan pastoral dan sosial masyarakat Papua.

Yudisium berlangsung di bawah arahan Wakil Rektor Bidang Pengajaran, Akademik, dan Kemahasiswaan, Prof. Dr. Ferdy S. Rondonuwu, yang membuka acara secara resmi. Turut hadir dalam yudisium antara lain Pendeta Izak Lattu, Ph.D., sebagai Promotor, Pendeta Dr. Tonny Tampake dan Dr. Yari Dwikurnaningsih, M.Pd., sebagai Ko Promotor, serta Dr. Heru Astikasari Setya Murti, M.A., dan Pendeta Dr. Agus Supartikno, M.Th., sebagai penguji.

Dalam orasi ilmiah yang disampaikan di hadapan sidang akademik, Imanuel Warikar memaparkan hasil penelitiannya yang berjudul “Wor Fan Nanggi sebagai Pendekatan Pendampingan dan Konseling Masyarakat.” 

Disertasi ini mengangkat praktik budaya masyarakat etnik Biak, Papua, yaitu Wor Fan Nanggi, sebuah ritual keagamaan yang bermakna “memberi makan Tuhan langit”. Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk syukur atas hasil panen, perburuan, atau hasil laut, dan juga dijalankan saat masyarakat menghadapi krisis seperti wabah penyakit atau kelaparan. 

Menurut Imanuel, pendekatan konseling yang berbasis budaya seperti Wor Fan Nanggi mampu menjawab kebutuhan komunitas yang mengedepankan kolektivitas dan nilai-nilai lokal. Hal ini berbeda dengan model konseling konvensional yang cenderung bersifat individualistik dan terlepas dari konteks sosial-budaya masyarakat. 

“Ritual ini mengandung kekuatan sosial dan spiritual. Ia bukan hanya bentuk hubungan vertikal manusia dengan Tuhan, tetapi juga memperkuat relasi horizontal antar sesama,” ujar Imanuel dalam orasinya.

Sebelum Imanuel menyampaikan orasi ilmiahnya, Kepala Program Studi Doktor Sosiologi Agama, Dr. Suwarto, M.Si., memperkenalkan profil akademik dan riwayat hidup mahasiswa yudisium. Ia menjelaskan bahwa Imanuel Warikar merupakan dosen di Sekolah Tinggi Teologi I.S. Kijne Abepura, Jayapura, yang memiliki perhatian besar terhadap isu sosial, budaya, keagamaan di Tanah Papua. 

Imanuel juga tercatat sebagai lulusan ke-40 dari Program Doktor Sosiologi Agama UKSW. Imanuel berhasil meraih gelar Doktor Sosiologi Agama yang ditandai dengan pemindahan tali kuncir dan meraih predikat Memuaskan.

Dalam sambutannya, Profesor Ferdy S. Rondonuwu menyampaikan bahwa keberhasilan Imanuel patut diapresiasi. 

“Yang paling penting bukan hanya bagaimana kita memulai, tetapi bagaimana kita menyelesaikan apa yang sudah dimulai. Apa yang akan kita lakukan berikutnya justru menjadi hal yang jauh lebih penting,” ungkapnya.

“Dengan menyatakan kelulusan hari ini, promovendus resmi menjadi bagian dari duta UKSW. Kami berharap tanggung jawab ini dijalankan dengan penuh kesadaran bahwa apa yang dilakukan alumni akan selalu kembali berdampak pada almamater,” tambahnya.

Sementara itu, sambutan mewakili tim promotor disampaikan oleh Pendeta Izak Lattu, Ph.D., yang juga Dekan Fakultas Teologi. Ia menyebut bahwa pendekatan konseling yang ditawarkan Imanuel berangkat dari kedalaman budaya lokal yang unik.

“Orang Biak selalu berkata, gawor biado nari gomar, yang artinya kalau tidak menyanyi, kami mati; kalau tidak menari, kami mati. Seluruh ekspresi spiritual dan sosial mereka terangkum dalam Wor Fan Nanggi. Pendekatan ini sangat khas Papua dan sangat bernilai untuk dikembangkan,” jelasnya.

Profil Singkat Imanuel Warikar

Imanuel lahir di Sorong pada 15 Juli 1965. Ia menyelesaikan pendidikan Sarjana Teologi (S.Th.) di STFT I.S. Kijne pada tahun 1991, kemudian melanjutkan studi Magister Teologi di Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta dan lulus pada tahun 2005. 

Di luar dunia akademik, Imanuel aktif dalam pelayanan gerejawi dan pernah menjabat sebagai Sekretaris Departemen Pembinaan Umat Sinode GKI di Tanah Papua pada periode 2006-2009. 

Pengalaman panjang di bidang pelayanan dan interaksi langsung dengan masyarakat adat menjadikan pendekatan lokal sebagai pondasi utama dalam disertasinya. Ia melihat bahwa penyelesaian masalah sosial di Papua membutuhkan strategi yang kontekstual dan berbasis nilai-nilai komunitas. 

Penelitian Imanuel menunjukkan bahwa Wor Fan Nanggi memiliki kekuatan sosial yang signifikan. Nilai solidaritas dan kolektivitas yang terkandung dalam ritual ini dapat menjadi energi utama dalam memperkuat ketahanan sosial masyarakat. 

Ia menyebut budaya lokal tidak hanya penting sebagai identitas, tetapi juga sebagai sarana praktis untuk mendampingi masyarakat menghadapi krisis.

Disertasinya menawarkan pendekatan baru dalam praktik konseling masyarakat, yang berakar pada kearifan lokal dan relevan dengan konteks sosial yang dihadapi komunitas. Pendekatan ini diharapkan dapat dikembangkan lebih luas di wilayah-wilayah lain yang memiliki karakter budaya serupa.

Dengan kelulusannya, Imanuel Warikar menambah jajaran akademisi asal Papua yang tidak hanya berkiprah di dunia pendidikan, tetapi juga turut memperjuangkan nilai-nilai budaya sebagai kekuatan untuk membangun masyarakat. 

Peneguhan Gelar dan Refleksi Imanuel

Dalam sambutannya, Dr. Imanuel Warikar mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih atas perjalanan panjang yang ia lalui. “Saya menerima semua proses ini sebagai bagian yang membentuk saya. Pendidikan ini tidak mudah, tetapi saya percaya, selama kita tetap berjalan mengikuti alurnya, pasti akan sampai di garis akhir,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan apresiasi kepada para promotor dan penguji, yang menurutnya telah banyak memperkaya pemikirannya, terutama dalam tahap akhir penelitiannya. 

Melalui dukungan terhadap riset yang berakar pada kearifan lokal dan berorientasi pada penguatan komunitas, UKSW menunjukkan komitmennya dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya pada aspek kesehatan masyarakat (SDG 3), pendidikan berkualitas (SDG 4), penguatan komunitas lokal (SDG 11), dan pembangunan sosial yang inklusif (SDG 16).

Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 64 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 32 Prodi Terakreditasi Unggul dan A. 

Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai “Creative Minority” yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat. (NA)

Sentimen: neutral (0%)