Sentimen
Undefined (0%)
31 Jul 2025 : 18.50
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Penggilingan

Tokoh Terkait

Banyak Kasus Beras Oplosan, Regulasi Perberasan akan Dirombak

31 Jul 2025 : 18.50 Views 10

Espos.id Espos.id Jenis Media: Ekonomi

Banyak Kasus Beras Oplosan, Regulasi Perberasan akan Dirombak

Espos.id, JAKARTA — Kasus beras oplosan saat ini betul-betul memicu keresahan di masyarakat karena terjadi di banyak daerah. Bahkan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melaporkan adanya 212 merk beras yang tak sesuai standar mutu ke Polri dan Kejaksaan Agung lantaran tidak sesuai dengan ketentuan mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Pemerintah lantas bertindak melalui rapat koordinasi terbatas (rakortas) yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) yang menyepakati perombakan sejumlah regulasi perberasan. Dalam rapat yang digelar pada 25 Juli 2025, Zulhas mengungkap bahwa kelas mutu beras dari premium dan medium akan disederhanakan menjadi beras reguler dan beras khusus.Keputusan ini diharapkan dapat menghilangkan praktik-praktik kecurangan beras di Indonesia. “Tidak ada lagi premium dan medium ya beras, [hanya] ada beras,” tegasnya.

Perubahan juga dilakukan terhadap harga eceran tertinggi (HET). Nantinya HET beras reguler tetap akan diatur oleh pemerintah sebagai batas atas di pasaran. Kendati begitu, harga beras khusus tidak diatur pemerintah, tapi pelaku usaha perlu memegang sertifikat terhadap merk beras khusus tersebut.

Menindaklanjuti hasil rakortas itu Badan Pangan Nasional (Bapanas) dalam beberapa hari terakhir tengah melakukan diskusi dengan pemangku kepentingan terkait, guna merombak Peraturan Badan Pangan Nasional No.2/2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras. Aturan itu menetapkan empat kelas mutu beras, antara lain beras premium, medium, submedium, dan pecah. Aturan ini juga memuat ketentuan beras khusus yaitu beras varietas lokal, beras fortifikasi, beras organik, beras indikasi geografis, beras dengan klaim kesehatan hingga beras tertentu yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri, seperti basmati, hom mali, jasmine, japonica.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, Bapanas akan menyusun Peraturan Badan (Perbadan) baru untuk kemudian diundangkan, seusai mendapat keputusan terbaik dari diskusi-diskusi yang dilakukan bersama para pemangku kepentingan perberasan. “Setelah itu dieksekusi. Ada masa transisi juga, tapi yang jelas perintah ini kami siapkan supaya bisa mengatasi tantangan yang ada hari ini,” kata Arief, Selasa (29/7/2025).

Rencana untuk merombak kelas mutu beras lantas mendapat beragam komentar dari sejumlah pihak. Pengamat dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Eliza Mardian menilai, menghilangkan jenis beras premium dan medium bukanlah solusi yang tepat mengingat segmentasi konsumen dibutuhkan agar pemerintah dapat melakukan intervensi untuk melindungi masyarakat menengah bawah. Untuk itu, dia meminta pemerintah agar tidak gegabah menghapus beras premium dan medium di tengah pelemahan daya beli masyarakat.

Mewakili suara konsumen, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyambut baik rencana menyederhanakan kelas mutu beras, meski dengan catatan, perlu diikuti dengan kajian matang dan pengawasan yang ketat dari pemerintah. Anggota Staff Public Relations and Business Development YLKI Andjani Widya Hemasita menyampaikan, secara prinsip, perubahan ini dapat menyederhanakan pemahaman konsumen yang selama ini sering dibuat bingung dengan klaim label yang tidak selalu mencerminkan kualitas sebenarnya.

Dari sisi perlindungan konsumen, Andjani menyebut, kategori beras yang terlalu banyak dan tidak jelas standarnya membuka celah praktik pengoplosan, karena secara kasat mata, mutu beras sulit dibedakan. 

Memberi Pilihan

Dukungan penghapusan beras premium dan medium juga disuarakan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Ketua Umum Aprindo Solihin menilai, kebijakan ini akan membuat konsumen di ritel modern memiliki banyak pilihan untuk membeli beras, sesuai dengan kebutuhan. Ritel modern hanya menjual beras premium dengan HET yang dipatok pemerintah Rp14.900 per kilogram (kg) atau Rp74.500 untuk kemasan 5 kg.

“Buat kami sebagai pengusaha atau ritel kan lebih memberikan kesempatan kepada konsumen, silakan membeli barang yang harga yang menurut konsumen sesuai,” kata Solihin kepada bisnis.com.

Pengamat pertanian Syaiful Bahari menilai bahwa kebijakan HET baik untuk beras premium dan medium serta gabah sudah tidak efektif sejak awal. Bukan tanpa alasan. Menurutnya, implementasi HET di lapangan tidak pernah berjalan secara konsisten. Fakta di lapangan, kata dia, beras medium dan premium kerap dijual di atas HET. Demikian halnya gabah, yang hanya berlaku ketika panen raya. “Itupun yang beli Bulog. Setelah panen raya, harga gabah justru di atas HET,” kata Syaiful. “Jadi, pendekatan HET yang selama ini digunakan pemerintah tidak pernah menyentuh akar persoalan,” sambungnya.

Di sisi lain, dia menilai bahwa persoalan beras di Tanah Air tidak akan selesai jika pemerintah hanya fokus mengatur ulang HET. Syaiful mengatakan, pokok persoalan saat ini adalah produktivitas pertanian padi nasional yang rendah, sehingga suplai beras di pasar terbatas. Kondisi ini telah menyebabkan harga beras sejak 2022 tidak pernah turun lagi, meskipun pemerintah mengklaim sudah memiliki stok 4 juta ton.

“Kalau produktivitas padi rendah, maka petani menjerit dan minta harga gabah dinaikkan lagi. Kalau harga gabah naik, otomatis industri penggilingan padi menuntut HET beras dinaikkan. Kalau HET beras tidak dinaikkan, praktik pengoplosan beras terjadi. Akhirnya yang korban adalah konsumen, harus membeli beras lebih mahal,” tuturnya.

 

 

Sentimen: neutral (0%)