Sentimen
Undefined (0%)
30 Jul 2025 : 20.25
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Semarang

Kasus: KKN, korupsi, nepotisme, Tipikor

Tokoh Terkait
Hevearita Gunaryanti Rahayu

Hevearita Gunaryanti Rahayu

Alwin Basri Dituntut Lebih Berat dari Mbak Ita, Ini Kata Jaksa KPK

30 Jul 2025 : 20.25 Views 5

Espos.id Espos.id Jenis Media: Jateng

Alwin Basri Dituntut Lebih Berat dari Mbak Ita, Ini Kata Jaksa KPK

Esposin, SEMARANG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wawan Yunarwanto, menuntut Alwin Basri, suami eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita, dengan hukuman yang lebih berat daripada istrinya.

Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (30/7/2025), Alwin Basri dituntut 8 tahun penjara, sedangkan Mbak Ita hanya 6 tahun penjara.

Perbedaan tuntutan tersebut disebabkan karena Alwin Basri dianggap memiliki peran lebih dominan dalam tiga perkara korupsi yang menjerat kedua terdakwa. Mantan anggota DPRD Jawa Tengah itu terbukti aktif dalam dua kasus, termasuk permintaan jatah dari iuran kebersamaan pegawai Bapenda Kota Semarang.

“Pertanggungjawaban pidana selalu berkaitan dengan kesalahan personal. Dari pembuktian di persidangan, terdakwa II (Alwin Basri) terbukti aktif menerima, menyimpan, serta mengatur aliran dana gratifikasi,” ujar JPU Wawan.

Tak hanya menerima, Alwin Basri juga ikut mengondisikan proyek-proyek Pemkot Semarang, seperti pengadaan meja dan kursi untuk SD senilai Rp20 miliar dalam APBD Perubahan 2023, serta proyek di tingkat kecamatan.

“Alwin Basri memiliki tanggung jawab pribadi lebih besar karena aktif mengarahkan pemberi suap,” tegas Wawan.

Selain hukuman badan, jaksa menuntut Alwin membayar uang pengganti sebesar Rp4 miliar. Jika tidak dibayar dalam sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah), maka hartanya akan disita. Bila nilai harta tak mencukupi, ia akan dikenakan tambahan hukuman 2 tahun penjara.

Sementara itu, Mbak Ita hanya dituntut membayar uang pengganti Rp683 juta, dengan tambahan 1 tahun penjara jika gagal melunasi.

Keduanya juga dituntut pencabutan hak politik untuk menduduki jabatan publik selama dua tahun setelah menyelesaikan masa pidana.

Dalam amar tuntutannya, jaksa menyatakan tidak ada alasan pemaaf maupun pembenar bagi kedua terdakwa. Perbuatan mereka dinilai bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dicanangkan pemerintah.

 

Sentimen: neutral (0%)