Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: PT Pupuk Indonesia
Kab/Kota: Boyolali, Penggilingan
Tokoh Terkait
Lahan Pertanian Organik di Boyolali Minim, Dispertan Upayakan Diperluas
Espos.id
Jenis Media: Solopos

Esposin, BOYOLALI--Dinas Pertanian (Dispertan) Boyolali mencatat dari 21.055 hektare lahan pertanian, baru sekitar 500 hektare lahan yang menjadi lahan produksi beras organik. Artinya, baru sekitar 2,37% atau dibulatkan ke atas menjadi 2,4% dari total lahan pertanian organik di Boyolali.
Kepala Bidang (Kabid) Penyuluhan Dinas Pertanian (Dispertan) Boyolali, Gunawan Andriyanto, mengatakan dinasnya akan berusaha meningkatkan angka tersebut.
“Luasan lahan pertanian di Boyolali ada 21.055 hektare. Yang sudah menerapkan [lahan produsen beras] organik itu baru sekitar 500-an hektare dan melibatkan sekitar 1.100 petani,” kata dia kepada wartawan ditemui di area persawahan Desa Pojok, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali, Rabu (30/7/2025).
Ia mengatakan terkait sektor beras, Dispertan Boyolali tak sekadar meningkatkan produksinya tapi juga berupaya menjaga kelestarian lingkungan khususnya lahan pertanian.
Gunawan mengatakan sebagian area pertanian di Desa Pojok telah menerapkan pertanian beras organik dengan sistem jajar legowo. Dengan sistem tersebut, lanjutnya, maka pertumbuhan padi lebih baik karena ada lebih banyak ruang untuk bertumbuh, seragam, serta anakannya lebih banyak.
Lalu, pada saat pemupukan dan pengendalian gulma lebih mudah. Akhirnya, hal tersebut dapat meningkatkan produktivitas
Gunakan mengatakan Dispertan Boyolali juga berusaha agar lahan pertanian produsen beras organik bertambah. Salah satunya yang masih ada di Dlingo, Mojosongo.
“Kami dari Pemerintah Kabupaten Boyolali juga beberapa kali melakukan demplot dengan pihak ketiga, seperti Pupuk Indonesia dan produsen pupuk organik. Semisal di Ngemplak kemarin kami juga ada demplot penggunaan pupuk berimbang. Hasil atau produktivitasnya juga meningkat dibanding kegiatan pertanian konvensional,” kata dia.
Ia mengatakan keuntungan petani yang menggunakan metode pertanian organik yaitu efisiensi biaya produksi. Dengan sistem organik, penggunaan pupuk kimia akan dikurangi dan diganti dengan bahan organik.
“Kami juga memberikan pelatihan ke petani sola cara pembuatan secara mandiri, baik pupuk organik padat atau cair dengan memanfaatkan potensi limbah yang ada di sekitar. Misal ada limbah ternak, jerami, dan sebagainya,” kata dia.
Gunawan juga berharap beras organik ke depan bisa menjadi beras khusus karena memiliki konsumen sendiri. Sehingga, tentunya harganya bisa lebih baik dibanding beras konvensional.
“Di Boyolali, tingkat produksi beras sendiri sudah mencapai rata-rata ada 240.000 ton per tahun dari luasan lahan pertanian yang 21.055 hektare tadi. Memang harapannya satu kali lahan bisa ditanami tiga kali. Namun, porsi [beras] organik masih perlu dikembangkan,” kata dia.
Ia mengatakan lahan pertanian saat ini kesuburannya sudah tak seperti dulu. Sudah diberi pupuk tapi tanamannya tidak tumbuh optimal.
“Ketika kami cek, ternyata pH tanahnya sudah terlalu tinggi. Artinya bahan organik yang ada di dalam tanah sudah rendah, idealnya kan 2% tapi kondisi sekarang sudah di bawah 1,5%. Sehingga, PR kita yaitu tanahnya harus kami sehatkan,” kata dia.
Sebelumnya diberitakan, petani di Desa Pojok, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali mulai membudidayakan beras rendah emisi karbon pada masa tanam Juli 2025. Beras ini diklaim rendah emisi karbon dengan menerapkan penanaman yang berbeda bahkan menghemat penggunaan pupuk.
Proyek beras rendah emisi karbon atau low carbon rice tersebut diselenggarakan dan didampingi oleh Forum on Indonesia Sustainable Rice (FISR) 2025 yang dilaksanakan oleh Preferred by Nature, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), dan Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI), dengan dukungan Uni Eropa melalui SWITCHAsia Grants Programme.
Lead Project Manager Low Carbon Rice Preferred by Nature, Angga Maulana Yusuf, mengatakan beberapa stakeholder mulai dari akademisi, lembaga swadaya masyarakat, pegiat pertanian, pengusaha penggilingan padi, hingga perwakilan dari perusahaan datang untuk melihat langsung praktik budi daya padi atau beras rendah karbon oleh petani Desa Pojok.
“Padi rendah karbon kami mengadopsi metode budi daya sustainable rice platform. Salah satunya bagaimana pengelolaan air, agar sawahnya tidak digenangi air terus menerus. Ini bisa mengurangi karbon emisi metan sampai 50%,” kata dia ditemui di area persawahan setempat, Rabu (30/7/2025).
Sentimen: neutral (0%)