Sentimen
Undefined (0%)
30 Jul 2025 : 19.57
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Solo

Korban Beberkan Kronologi Awal Dugaan Penipuan Berkedok Mitra MBG di Solo

30 Jul 2025 : 19.57 Views 4

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Korban Beberkan Kronologi Awal Dugaan Penipuan Berkedok Mitra MBG di Solo

Esposin, SOLO – Puluhan orang menjadi korban dugaan penipuan berkedok mitra penyedia makan bergizi gratis atau MBG di Solo dan sekitarnya. Mereka diiming-imingi beragam hal yang muluk-muluk. 

Salah satu korban, Erwin M, mengaku mulanya ia tidak punya niatan untuk terlibat dalam penyediaan MBG di Solo. Ia hanya fokus untuk mendapatkan sertifikat halal karena sasarannya adalah menyediakan makanan berbuka dan sahur Ramadan di Masjid Raya Syeikh Zayed Solo.

Sehari-hari, Erwin adalah pelaku usaha katering, baik dalam bentuk jajanan (snack) maupun makanan. Namun, hingga saat itu, usaha kateringnya belum memiliki sertifikat halal. Karena itu, mendekati Ramadan 2025 lalu, ia berusaha mengurus sertifikasi halal atas produknya.

“Saat itu, menjelang Ramadan. Saya mau mengurus sertifikat halal. Nah, saat proses itu, saya bertemu dengan [menyebut nama seseorang], dia kan politikus, jadi saya tanya bagaimana mengurus sertifikat itu. Tapi dijawabnya ‘Sudah itu nanti saja. Sekarang ikut ini [program MBG] saja, enggak perlu ribet urusan itu, karena bisa sambil berjalan,” kata Erwin saat dihubungi Espos pada Rabu (30/7/2025).

Erwin mengaku tidak langsung tergiur. Tapi kemudian, ia diajak oleh orang tersebut untuk bertemu langsung dan berbicara dengan salah seorang pengurus yayasan yang mengaku menangani proyek penyediaan MBG di Solo.

Dalam pertemuan itu, ia dan beberapa temannya yang juga telah diajak oleh politikus tersebut diajak untuk menyediakan 200 bungkus makanan per hari dengan nilai harga Rp12.000, yang mana Rp10.000 di antaranya untuk alokasi makanan, sisanya Rp2.000, untuk bayar jasa mitra.

“Dari situ mulai tergiur, karena kalau dihitung, per hari Rp2.000 dikali 200 bungkus, saya akan dapat tambahan uang Rp400.000 per hari,” kata dia.

Dengan keuntungan itu, ia pun kemudian mencoba mendaftarkan diri menjadi calon mitra. Bukan hanya dirinya, seorang anaknya pun kemudian juga didaftarkan mengingat anaknya tersebut memiliki dasar pendidikan boga dan telah membuka usaha yang sama dengannya.

Biaya Pendaftaran

“Penghasilan tambahan segitu, ternyata juga menarik bagi yang lainnya. Sehingga enggak lama banyak yang mau ikut bergabung. Sistemnya itu dari yayasan kemudian dibentuk korlap [koordinator lapangan]. Kebetulan yang satu korlap dengan saya ada 55-60 orang,” tambahnya.

Namun, sebelum resmi bergabung, mereka yang tertarik diwajibkan membayar biaya pendaftaran senilai Rp175.000 dengan alokasi Rp25.000 sebagai administrasi pendaftaran, sisanya Rp150.000 untuk jaminan.

“Yang Rp150.000, kata mereka dari yayasan, kalau nanti program berjalan, akan dikembalikan. Mereka kemudian memberi nomor rekening atas nama pribadi pengurus itu untuk ditransfer sejumlah uang itu. Baru kemudian diberi semacam sertifikat terdaftar,” kata dia.

Erwin pun mengirim bukti tersebut kepada Espos, yang mana bukti mereka terdaftar sebagai calon mitra hanya berupa daftar tagihan [invoice] berwarna putih-biru. Dengan keterangan ‘Registrasi Program Makan Bergizi Gratis’ dan tertera jumlah uang yang dibayarkan Rp150.000.

Selanjutnya, kata Erwin, mereka dimasukkan ke dalam satu grup Whatsapp yang isinya dikelompokkan berdasar kecamatan tempat tinggal calon mitra. “Kalau di grup yang saya ikuti itu ada ratusan orang yang satu kecamatan. Karena memang ada grup-grup sesuai dengan daerahnya masing-masing se-Soloraya,” kata dia.

Yayasan menjanjikan akan memulai uji coba sekitar bulan Mei-Juni, sebelum anak-anak masuk sekolah. Namun, hal itu tidak terealisasi. Kemudian janji uji coba akan dilakukan pada 22-23 Juli 2025 dan pelaksanaan penuh mulai 28 Juli 2025, yang disampaikan melalui poster berwarna oranye, yang juga diterima Espos. Lagi-lagi, janji itu juga tidak terealisasi.

“Mereka terus menundanya. Bahkan saat-saat penundaan itu, mereka terus hanya menyampaikan aturan-aturan yang harus diikuti, semisal untuk setiap hari pengiriman nanti ada semacam biaya antar makan Rp23.000, karena makanan yang kami buat nanti akan ada yang mengambilnya untuk kemudian diantar ke sekolah-sekolah,” kata dia.

Kejanggalan

Karena terus ditunda dan tanpa kejelasan, Erwin dan beberapa calon mitra lainnya mulai merasa ada yang janggal. Sebagai upaya untuk memastikan kejanggalan tersebut, ia berusaha untuk terus menanyakan kapan realisasi program tersebut digelar melalui grup WhatsApp.

Bukan kejelasan yang ia terima, justru ia dikeluarkan dari grup tersebut. “Apa karena saya banyak tanya terkait kejelasan tersebut makanya saya dikeluarkan. Mereka takut kebohongannya terbongkar, mungkin,” tambahnya.

Tak selesai di situ, Erwin dan beberapa orang lainnya yang merasakan ada kejanggalan kemudian berusaha menemui pengurus yayasan untuk kepentingan yang sama, yakni menanyakan kejelasan.

“Tapi saat kami temui, dia tidak ada. Alasannya sakit dan tidak bisa ditemui. Kami hanya bertemu dengan pasangannya. Di situ kami sampaikan pertanyaan tersebut, hanya dijawab ‘nanti saya sampaikan’,” kata dia.

Usaha untuk itu terus berlanjut, hingga mereka berinisiatif membuat aduan ke Mapolresta Solo pada Selasa (29/7/2025). Namun, sebelum itu, Erwin mengatakan telah berusaha sebaik mungkin dengan mengajak pengurus yayasan agar menemui mereka, bermediasi.

“Kami ajak mereka dari yayasan untuk bertemu, maksimal pukul 10.00 WIB. Tapi hingga pukul 12.00 WIB mereka tidak merespons. Padahal niat kami hanya jika program ini tidak ada maka uang kami dikembalikan,” kata dia.

Yayasan tidak menemui Erwin dan teman-temannya, akhirnya mereka mengadu ke Mapolresta Solo pada Selasa siang. Tak hanya itu, Erwin mengaku sebelumnya telah menanyakan program tersebut ke Wali Kota Solo, Respati Ardi.

“Saat itu Pak Wali Kota bilang kalau program seperti itu tidak ada. Makanya kami berinisiatif membawanya ke ranah hukum,” kata dia.

Ketidakjelasan Waktu Pelaksanaan

Saat ditanya apakah ia sampai merenovasi dapur atau membeli beberapa keperluan yang dibutuhkan untuk program tersebut, Erwin menjawab ia dan anaknya sempat membeli sejumlah keperluan, seperti kompor, penanak nasi, dan sebagainya. Namun, ia enggan menyebut berapa jumlah uang dikeluarkannya untuk itu.

“Kalau [biaya yang dikeluarkan] saya dan anak itu tidak terlalu besar, tapi tetap mengeluarkan uang untuk keperluan. Saya sebelumnya memang usaha seperti itu [katering], jadi tidak perlu terlalu banyak membeli,” kata dia.

Terkait dengan renovasi dapur, Erwin menjelaskan bergantung pada korlap tiap tim. Ada beberapa tim yang mengharuskan tempat masak baru, bersih, dan terawat, sehingga membuat calon mitra harus merenovasi dapur.

“Sementara tim dari korlap yang saya masuk di dalamnya tidak seperti itu, kata mereka justru ‘itu nanti bisa diatur sambil berjalan’. Jadi memang berbeda-beda,” tambahnya.

Sementara saat ditanya apakah ada respons dari yayasan setelah mereka mengadukan dugaan penipuan itu, Erwin menjawab sama sekali belum ada respons dari yayasan, terutama terkait dengan kejelasan jadwal pelaksanaan.

“Memang saya sudah dikeluarkan dari grup, tapi anak saya kan belum jadi saya bisa melihat percakapan di grup. Justru mereka meremehkan kami yang membuat aduan. Bahkan salah satu pengurus ada yang bilang ‘bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh’, seolah kami itu orang-orang yang meruntuhkan mereka,” jelasnya.

Yang membuat Erwin semakin kaget ialah yayasan terus mencari calon mitra tersebut dari berbagai daerah. Hal itu diketahui dengan bertambahnya anggota grup. “Bahkan setelah kami mengadukan itu, ada tiga orang baru masuk grup. Mereka [yayasan] terus mencari orang-orang baru, untuk menggantikan kami yang sudah dikeluarkan dari grup,” jelasnya. 

Sentimen: neutral (0%)