Sentimen
Undefined (0%)
30 Jul 2025 : 17.23
Informasi Tambahan

Brand/Merek: Bata

Kab/Kota: Bantul

Petani di Pleret Bantul Ngeluh Puluhan Hektare Sawah Kekeringan, Ini Penyebabnya

30 Jul 2025 : 17.23 Views 4

Espos.id Espos.id Jenis Media: Jogja

Petani di Pleret Bantul Ngeluh Puluhan Hektare Sawah Kekeringan, Ini Penyebabnya

Esposin, BANTUL – Petani di Kalurahan Pleret, Kabupaten Bantul, mengeluhkan kondisi kekeringan yang terjadi pada musim kemarau ini. Lahan pertanian milik warga seluas puluhan hektare mengalami kekeringan akibat aliran air irigasi tidak sampai wilayah tersebut. 

Adapun saluran irigasi tersebut mengalir dari wilayah Karangploso, Sitimulyo, Piyungan. Penyebabnya diduga karena banyak kolam ikan di daerah hilir yang menghambat distribusi air ke sawah-sawah petani.

Perwakilan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Padukuhan Kauman, Murdianto, mengatakan kondisi ini sudah berlangsung hampir 20 tahun, sejak gempa bumi 2006 silam. Bahkan tambah parah beberapa waktu belakangan, terutama di musim kemarau seperti sekarang. 

“Dulu air dari Karangploso bisa sampai ke sini, tapi sekarang banyak kolam ikan di Sitimulyo dan Jambidan, bekas tambang batu bata yang dijadikan kolam, menyedot air dan akhirnya tidak sampai ke sini. Akibatnya sawah-sawah kami kering,” ujarnya, Rabu (30/7/2025).

Ia menyebut lahan pertanian yang terdampak kekeringan luasnya mencapai puluhan hektare. Salah satunya berada di depan SMA Pleret, yang kini dibiarkan kosong karena tak bisa ditanami.

“Petani sudah tidak kuat kalau harus pakai air sumur, karena hasilnya tidak sebanding sama biayanya. Padahal kami tidak minta bantuan macam-macam. Cukup ada air, kami bisa hidup,” katanya.

Murdianto berharap pemerintah menertibkan kembali jalur air agar distribusi ke wilayah pertanian di Pleret bisa normal. Ia menekankan pentingnya ketersediaan air bagi kelangsungan sektor pertanian, yang sejalan dengan program ketahanan pangan nasional.

Kepala Bidang Sumber Daya Air DPUPKP Bantul, Wartini, mengakui adanya kendala dalam sistem irigasi di wilayah tersebut. Salah satu persoalan teknis muncul dari kondisi Bendung Ketonggo, Pleret yang konstruksinya saat ini masih bersifat darurat (semi permanen), sehingga sulit dioperasikan optimal saat musim hujan.

“Kalau musim hujan, banyak sampah dan rumpun bambu menyumbat saluran. Air jadi meluap ke timur. Usulan untuk membangun bendung permanen memang memungkinkan, tapi butuh kajian dan DED [Detail Engineering Design] karena dampaknya luas, termasuk genangan air dan penguatan tebing,” katanya.

Terkait aliran dari Karangploso, Wartini mengatakan distribusi air juga terganggu oleh banyaknya kolam ikan yang tidak membuang airnya kembali ke saluran irigasi, tapi justru ke sungai. Meski sudah dilakukan sosialisasi, implementasi di lapangan masih jauh dari harapan.

“Kami sudah beberapa kali ingatkan, tapi kenyataannya, kolam-kolam itu mengambil dan membuang air seenaknya. Ini yang menyebabkan pasokan ke hilir sangat terganggu,” katanya.

DPUPKP Bantul telah melakukan beberapa perbaikan seperti pembangunan dua talang irigasi senilai miliaran rupiah pada 2023. Namun untuk menyelesaikan persoalan distribusi air ke wilayah Kauman dan sekitarnya, dibutuhkan anggaran jauh lebih besar.

“Kalau ada bantuan anggaran dari Pemda dan pusat kami sangat terbuka. Tahun ini saja anggaran kami hanya Rp300 juta. Jadi untuk membangun bendung permanen dan memperbaiki jaringan lama butuh sinergi,” ungkap Wartini.

Ia juga menambahkan ada potensi membangun kembali bendung lama di wilayah Wirokerten, Banguntapan yang dulunya menyuplai air ke sisi barat. Salurannya masih ada dan cukup besar, tinggal reaktivasi dengan konstruksi baru.

Berita ini telah tayang di Harianjogja.com dengan judul Puluhan Hektare Lahan Pertanian di Pleret Kekeringan Akibat Irigasi Dialih Fungsi Jadi Kolam Ikan

Sentimen: neutral (0%)