Sentimen
Undefined (0%)
30 Jul 2025 : 17.36
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Banjarnegara, Banyumas, Batang, Blora, Boyolali, Brebes, Cilacap, Demak, Jepara, Karanganyar, Kebumen, Kendal, Klaten, Kudus, Magelang, Pati, Pekalongan, Pemalang, Purbalingga, Purwokerto, Purworejo, Rembang, Salatiga, Semarang, Solo, Sragen, Sukoharjo, Tegal, Temanggung, Wonogiri, Wonosobo

Kasus: pengangguran

Tokoh Terkait

Soloraya Jadi Salah Satu Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru di Jateng

30 Jul 2025 : 17.36 Views 1

Espos.id Espos.id Jenis Media: Ekonomi

Soloraya Jadi Salah Satu Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru di Jateng

Esposin, SOLO--Salah satu hasil pengawasan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam upaya akselerasi pembangunan Jawa Tengah (Jateng) adalah memunculkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang lebih merata berbasis kawasan. Pembentukan pusat pertumbuhan ekonomi di Jateng tersebut setidaknya bisa dibagi dalam 3-4 poros ekonomi

Hal itu dipaparkan Anggota DPD/MPR, Abdul Kholik, dalam dalam Rembuk Soloraya dengan tema Integrasi Ekonomi untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat, yang digelar di Griya Solopos, Selasa (29/7/2025). 

Dia menyampaikan berdasarkan hasil pengawasan DPD, kerangka solusi pembangunan Jateng di antaranya adalah pembentukan pusat pertumbuhan ekonomi. Berikutnya adalah kesepahaman prioritas pembangunan antarkawasan berbasis potensi dan tantangan. Serta, diperlukan konektivitas, kolaborasi dan sinergitas antarkawasan.

"Pusat pertumbuhan itu bisa 3, bisa 4, bisa 5. Jika 3, bisa Jateng Utara, Jateng Selatan, dan Jateng Timur," kata dia  

Jateng Utara berpusat di Kota Semarang dengan potensi utama ada di sektor industri, pertanian dan maritim. Cakupan wilayahnya terdiri atas 21 kabupaten/kota.

Di antaranya ada Kabupaten  Brebes, Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Kabupaten Pemalang, Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Demak, Kabupaten Kudus, Kabupatren Jepara, Kabupaten Pati, Kabupaten Rembang, Kabupaten Grobogan, dan Kabupaten Blora. 

Untuk Jateng Selatan bepusat di Kabupaten Banyumas (Purwokerto) dengan potensi utama di sektor maritim, pertanian dan pariwisata. Cakupan wilayahnya terdiri dari 7 Kabupaten. Di antaranya ada Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Purworejo. 

Sedangkan Jateng Timur mencakup area Soloraya yang berpusat di Kota Solo atau Surakarta. Potensi utamanya adalah di sektor industri, pertanian dan pariwisata. Sedangkan cakupan wilayahnya terdiri dari 7 Kabupaten/Kota), yakni Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kota Solo, Kabupaten Sragen, dan Kabupaten Wonogiri. 

Tapi jika mengacu pada skema 4 poros pertumbuhan pembangunan, maka untuk Jateng Utara dapat dibagi lagi menjadi dua poros berbeda. Poros keempat yakni Muria Raya yang berpusat di Kabupaten Kudus, dengan potensi utama industri, pertanian dan maritim-kelautan.

Untuk cakupan wilayah, terdiri dari 7 kabupaten, di mana Kabupaten Demak, Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, Kabupaten Pati, Kabupaten Rembang, Kabupaten Grobogan, dan Kabupaten Blora masuk di poros tersebut. 

Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi

Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi Jateng  2020-2024, jika dipisah dengan skema empat sektor, maka Jateng Utara mencatatkan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Jateng. Pada 2024, Poros Jateng Utara tercatat mengalami pertumbuhan ekonomi 5,33%. Untuk daerah lain, seperti Muria Raya hanya 4,04%, Jateng Selatan sebesar 4% dan Jateng Timur atau Soloraya sebesar 5,21%. 

Melihat dari sektor ekonomi yang bergerak, sektor industri pengolahan mendominasi di keempat poros tersebut. Namun untuk pola sektor yang mendominasi berikutnya, bervariasi antarwilayah. 

Kholik mengatakan setiap wilayah memiliki struktur ekonomi yang khas. Dengan begitu pendekatan pembangunan ekonominya juga harus disesuaikan dengan keunggulan masing-masing wilayah. 

"Sektor ini mencerminkan bahwa antardaerah tidak bisa digeneralisir cara kebijakannya. Nah, karena itu butuh di-push sesuai dengan potensi dan peluangnya agar lebih strategis," jelasnya. 

Dari sisi jumlah penduduk, Jateng Utara yang menempati sekitar 30% luas wilayah Jateg memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi, yakni sekitar 1.400 jiwa per km². Disebutkan distribusi pendudukan di Jateng pada 2024 jika dibagi dalam 4 poros di antaranya Jateng Utara 37,19%; Muria Raya 20,64%; Jateng Timur 18,16% dan Jateng Selatan 24,02%. 

Untuk indeks pembangunan manusia (IPM) di Jateng pada 2020-2024, Jateng Timur atau Soloraya memiliki IPM paling tinggi dengan 77,4%. Selisihnya cukup menonjol dibanding 3 kawasan lainnya, termasuk Jateng secara keseluruhan yang ada di bawah 74%. 

Selanjutnya dari sisi pengeluaran perkapita, Jateng Timur atau Soloraya juga memiliki pengeluaran perkapita per tahun paling tinggi, yakni Rp13,16 juta per tahun. Untuk tiga poros lainnya berada di bawah Rp12,13 juta per tahun. 

Dari sisi tingkat pengangguran, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Muria Raya dan Jateng Timur atau Soloraya sudah di bawah tingkat pengangguran Provinsi Jateng. TPT di Soloraya rata-rata 4,47% dan mengalami penurunan sebesar 2,26% dalam lima tahun. TPT Jateng rata-rata 5,58% dan mengalami penurunan sebesar 1,7% dalam lima tahun. 

Dia menyampaikan untuk pendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih signifikan, dari sejumlah daerah di masing-masing poros tersebut harus berkolaborasi. Misalnya saja untuk Soloraya, pihaknya berpandangan bahwa Soloraya memang harus berkembang sebagai daerah yang khusus dengan skema agglomerasi. 

"Alasannya apa? Pertama untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Ini perlu, karena bisa dilihat kalau tadi hanya per kabupaten masing-masing itu nilai ekonomi juga bisa diukur segitu, tapi kalau di kolaborasikan bisa saling melengkapi dan saling mendukung," kata dia. 

Skema Pengembangan Soloraya

Dia mencontohkan, ketika Solo ingin bicara mengenai pengelolaan sampah ke depan, tentunya juga akan berkaitan dengan daerah lain. Begitu juga ketika ingin mengkaji tentang transportasi, pariwisata dan lainnya. 

Dia juga menjabarkan mengenai urgensi skema pengembangan Soloraya. Di mana hal itu akan mencakup beberapa hal berikut. 

1. Meningkatkan daya saing ekonomi dan pengembangan potensi kawasan.
2. Meningkatkan kolaborasi dan kerja sama antardaerah.
3. Pengembangan potensi daerah secara lebih optimal untuk membangun keunggulan kawasan.
4. Mengembangkan konektivitas infrastruktur untuk mengintegrasikan kawasan.
5. Meningkatkan efektivitas rentang kendali pemerntahan.
6. Meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata.

Sedangkan model aglomerasi pemerintahan setingkat Soloraya, menurutnya perlu melihat apa yang telah dilakukan di Daerah Khusus Jakarta. Di mana, ruang lingkup aglomerasi tersebut akan meliputi beberapa hal berikut:

1. Menyatukan beberapa Kabupaten/Kota
2. Menyinkronkan pembangunan
3. Menjadi satu pusat pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
4. Mengintegrasikan tata kelola pemerintah, industri, perdagangan, transportasi, dan bidang strategis lainnya.

Selanjutnya adalah pengintegrasian sektor-sektor dalam aglomerasi yang mencakup transportasi, pengelolaan sampah, pengelolaan lingkungan hidup, penanggulangan banjir, pengelolaan air minum, pengelolaan B-3 dan limbah B-3, infrastruktur wilayah, penataan ruang, energi, kesehatan serta kependudukan.

 

 

Sentimen: neutral (0%)