Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Boyolali, Penggilingan
Tokoh Terkait
Petani Pojok Boyolali Kembangkan Beras Rendah Emisi Karbon Pakai Metode Ini
Espos.id
Jenis Media: Solopos

Esposin, BOYOLALI--Petani di Desa Pojok, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali, mulai membudidayakan beras rendah emisi karbon mulai masa tanam Juli 2025. Beras ini diklaim rendah emisi karbon dengan menerapkan penanaman yang berbeda bahkan menghemat penggunaan pupuk.
Proyek beras rendah emisi karbon atau low carbon rice tersebut diselenggarakan dan didampingi oleh Forum on Indonesia Sustainable Rice (FISR) 2025 yang dilaksanakan oleh Preferred by Nature, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), dan Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PerpadiI), dengan dukungan Uni Eropa melalui SWITCHAsia Grants Programme.
Lead Project Manager Low Carbon Rice Preferred by Nature, Angga Maulana Yusuf, mengatakan beberapa stakeholder mulai dari akademisi, lembaga swadaya masyarakat, pegiat pertanian, pengusaha penggilingan padi, hingga perwakilan dari perusahaan datang untuk melihat langsung praktik budi daya padi atau beras rendah karbon oleh petani Desa Pojok.
“Padi rendah karbon kami mengadopsi metode budi daya sustainable rice platform. Salah satunya bagaimana pengelolaan air, agar sawahnya tidak digenangi air terus-menerus. Ini bisa mengurangi karbon emisi metan sampai 50%,” kata dia saat ditemui Espos di area persawahan setempat, Rabu (30/7/2025).
Tak hanya itu, ia mengatakan penggunaan pupuk juga berimbang sesuai kebutuhan bahkan sekitar 20%-30%.
Dengan budi daya beras rendah karbon, lanjut dia, berimbas langsung ke pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 50%. Lalu, penggunaan air berkurang, serta produktivitas lahan bisa terjaga seperti praktik konvensional tanpa mengurangi kualitas padi bahkan beras patah berkurang.
“Dampaknya secara ekonomi, biaya produksi petani jadi lebih sedikit baik pupuk hingga pestisida. Sehingga, harapannya keuntungannya bisa lebih tinggi dengan praktik-praktik yang dilakukan,” kata dia.
Untuk memperbesar keuntungan, petani diberi bekal memilih bibit yang baik, teknik penanaman jajar legowo 2.1 yaitu dua barit padi diselingi satu jengkal barit kosong untuk mengoptimalkan tumbuh kembang padi.
Proyek low carbon rice, lanjut dia, sebenarnya lebih banyak bekerja sama dengan 100 penggilingan padi di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tujuannya yaitu mengubah bahan bakar penggilingan dari solar ke listrik. Sehingga, pascapanen bisa rendah emisi karbon.
Lalu, pihaknya menghubungkan penggilingan padi dengan petani yang sudah praktik budi daya beras low carbon.
Sementara itu, Rice Program Manager Organisasi Rikolto atau pendamping petani, Nana Suhartana, mengatakan lewat koperasi petani pihaknya membimbing petani untuk mengatur agar kualitas rendaman sawah yang bagus.
“Untuk mengatasi rendaman sawah itu bisa ditambah pupuk mikro seperti Fe, silika, dan sebagainya untuk memperkuat bulir padinya. Sehingga, hasil berasnya jadi premium dan bulirnya tidak banyak patah,” kata dia.
Penggunaan pupuk kimia juga dikurangi dan diganti menggunakan pupuk kandang. Targetnya, penurunan pupuk kimia maksimal 150 kg per hektare. Area tersebut awalnya sekitar 1.000 kg per hektare sekarang turun menjadi 600 kg per hektare.
Model penanaman juga 2 barit dan satu sela, lanjut dia, bakal meningkatkan populasi padi 15%. Ketika populasi meningkat, maka diprediksi produktivitas meningkat 2-5%.
Sementara itu, salah satu petani setempat, Saryono, 67, mengatakan pembinaan soal beras rendah karbon dimulai sejak 2024. Namun, baru pada 2025 ini ia dan teman-temannya praktik.
Ia mengaku senang dengan adanya pembinaan budi daya beras low carbon karena mendapatkan ilmu baru.
“Ada sebagian yang sudah panen itu bulirnya bagus, tidak pecah, juga penuh, ada peningkatan juga. Yang punya saya juga sudah muncul bulir, isinya penuh, bulirnya juga tambah banyak,” kata dia.
Menurutnya, hal tersebut karena metode jajar legowo membuat padi longgar dan membuat mereka tumbuh dengan bagus.
Sementara itu, Kabid Penyuluhan Dinas Pertanian (Dispertan) Boyolali, Gunawan Andriyanto, menyambut baik inovasi beras low carbon.
“Ini adalah salah satu penerapan produksi beras berkelanjutan yang mengarah menuju organik. Kami dari Dispertan Boyolali selalu mendorong dan mengembangkan ini di Boyolali,” kata dia.
Ia mengatakan lahan pertanian di Boyolali ada 21.505 hektare, ada sekitar 500 hektare yang baru organik.
Gunawan mengatakan ketika pertanian dengan metode konvensional, maka pemberian pupuknya masih berorientasi pada nutrisi tanaman. Dengan sistem organik, maka nutrisi diberikan bagi tanah dan tanamannya. Maka dalam jangka panjang, maka akan menghasilkan produk yang lebih baik, berkualitas, dan kelestarian lingkungan terjaga.
“Ini adalah peluang kita untuk mengembangkan ke depan, karena terkait sektor perberasan ini kami tidak sekadar meningkatkan produksi tapi juga berupaya untuk menjaga kelestarian lingkungan, khususnya lahan pertanian,” kata dia.
Dengan sistem jajar legowo yang diterapkan, terang Gunawan, maka pertumbuhan padi lebih baik, seragam, serta anakannya lebih banyak. Lalu, pada saat pemupukan dan pengendalian gulma lebih mudah.
“Soalnya kan ada ruangan atau space untuk pengelolaan. Ketika kita melihat anakannya yang lebih banyak, maka produktivitasnya bisa meningkat,” kata dia.
Sentimen: neutral (0%)