Sentimen
Undefined (0%)
29 Jul 2025 : 13.45
Informasi Tambahan

Agama: Hindu

Hewan: Gajah

Kab/Kota: Gresik, Solo

Partai Terkait

Brand, Branding, dan Rebranding

29 Jul 2025 : 13.45 Views 6

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Brand, Branding, dan Rebranding

Gajah menjadi trending topic di ruang maya. Karakter gajah sebagai hewan berukuran besar dengan karakteristik yang unik menjadi pembahasan.

Jauh sebelumnya, gajah menghiasi kolom berita zaman dulu, seperti sepak bola gajah dalam pertandingan liga di Indonesia yang mencoreng wajah persepakbolaan kita. 

Ada juga patung Gajah Mungkur di Simpang Lima Sukorame, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur yang viral karena proporsi patung maupun biaya pembuatan yang katanya hampir Rp1 miliar. 

Kini gajah menjadi sesuatu yang menarik untuk dibahas karena implikasi di kancah politik Indonesia, yaitu ketika gajah menjadi lambang atau logo Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Gajah dapat dilihat di relief candi-candi di Indonesia. Tidak hanya menampilkan keindahan artistik, tetapi juga menggambarkan aspek sejarah, keagamaan, dan kondisi sosial masa lampau. 

Gajah memiliki makna penting dalam berbagai narasi relief candi, terutama di Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan beberapa candi kuno di Jawa Timur. 

Di antara berbagai jenis gajah yang pernah menghuni Nusantara, gajah jawa (Elephas maximus sondaicus) menduduki tempat istimewa dalam sejarah dan budaya Jawa.  

Gajah yang pernah menjelajahi hutan-hutan lebat Pulau Jawa kini hanya tinggal nama dan kenangan. Catatan sejarah masa Hindu-Buddha di Jawa menjelaskan raja-raja Jawa menunggangi gajah dan mengekspor gading ke China

Ini menunjukkan peran penting gajah dan kemungkinan besar secara spesifik gajah jawa dalam kehidupan dan perdagangan Nusantara pada masa itu.

Sejarah mencatat gajah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan para raja Jawa. Mereka memelihara gajah-gajah terbaik, melatih untuk berbagai keperluan, dan menggunakan sebagai simbol status dan kekuatan. 

Gajah jawa memiliki peran beragam di kerajaan-kerajaan Jawa. Mereka digunakan dalam berbagai aspek kehidupan kerajaan, mulai dari upacara keagamaan dan perayaan kerajaan hingga strategi militer dan ekspansi wilayah. 

Sekarang gajah tetap menjadi buah bibir. Hewan yang berukuran besar ini menjadi perbincangan pro maupun kontra masyarakat Indonesia, apalagi tergolong hewan yang dilindungi

Pergantian logo sebuah partai politik bukanlah perkara sederhana. Di balik simbol visual terdapat narasi, identitas, dan strategi politik untuk menyasar persepsi publik serta merangkum wajah baru partai di kancah demokrasi. 

PSI melakukan rebranding dengan meluncurkan logo baru, yakni seekor gajah berkepala merah dan berbadan hitam, menggantikan simbol lama yang berupa kepalan tangan dengan mawar putih.

Perubahan logo PSI berupa gajah ini mengundang banyak respons warga. Ada yang mengaitkan mirip dengan logo kebun binatang, gajah sirkus, atau meniru lambang Partai Republik di Amerika Serikat. 

Perubahan logo sebagai rebranding masih memunculkan kerancuan antara istilah brand dan branding/rebranding. Brand dapat berwujud fisik dan asosiasi fisik yang mewakili atau merepresentasikan sebuah entitas dan membedakannya dengan entitas lain (Rustan, 2021). 

Wujud fisik yang unik bisa didapatkan dari logo, nama, dan identitas lainnya. Sedangkan yang berupa nonfisik seperti asosiasi (kesan di benak publik), value (nilai), reputasi, loyalitas pelanggan, dan bentuk lainnya. 

Wujud brand nonfisik ini banyak dikaji di bidang marketing, bisnis, dan ekonomi. Branding adalah tentang membangun persepsi dan kepercayaan masyarakat konsumen terhadap sebuah brand. 

Ada istilah brand value, aset yang tak berwujud (intangible), seperti reputasi, nama besar perusahaan atau komunitas. Nama, logo, dan identitas memiliki prospek pada masa depan yang nilainya sangat tinggi. 

Nestle yang membeli Rowntree (produsen KitKat, Polo, dan beberapa produk lainnya) senilai 2,5 triliun poundsterling, padahal aset tangible yang dimiliki Rowntree hanya sekitar 300 juta poundsterling. 

Nestle tidak hanya membeli aset tangible, namun juga membeli brand value di dalamnya. PSI mengubah logo bisa dikatakan bagian dari strategi di kancah perpolitikan di Indonesia. 

Diharapkan dengan logo baru tersebut, PSI lebih banyak menarik anak muda untuk bergabung. Pemilihan gajah tentu dengan pertimbangan yang matang dari aspek sejarah, value, dan citra.

Logo yang merupakan wujud fisik brand memudahkan pelanggan (publik) lebih mengenali dan membedakan. Makin unik sebuah logo, peluang mudah dikenali di antara hiruk pikuk persaingan antarpartai politik makin besar.

Masa Depan

Rebranding tidak cukup hanya mengganti visual. Masih banyak faktor lainnya sebagai turunan yang harus diperhatikan. PSI memiliki program menginternalisasi nilai-nilai gajah (solidaritas, kebijaksanaan, kekuatan kolektif) pada kader, program kerja, dan strategi komunikasi publik. 

Selain itu, juga menjaga kesinambungan pesan antara citra visual dan agenda politik sehingga logo bukan sekadar gimmick, tetapi tentang konsistensi nilai. 

Tahapan yang lainnya, melakukan edukasi publik tentang makna logo agar tidak mudah disalahartikan atau menjadi bahan guyonan semata. Terakhir, mengaitkan sejarah politik PSI dari “mawar” ke “gajah” secara naratif sehingga publik punya sense evolusi institusi, bukan hanya perubahan penampilan. 

PSI masih punya banyak waktu untuk memublikasikan sekaligus menyosialisasikan logo baru kepada publik. Penerimaan kultural cukup kuat karena masyarakat Indonesia familier dengan filosofi dan citra gajah. 

Simbol ini lebih mudah diterima dan diasosiasikan secara positif, terutama di Jawa dan Sumatra, sehingga memudahkan partai atau organisasi yang menggunakan meraih simpati publik. 

Sedangkan dari faktor asosiasi nilai positif, publik cenderung menilai logo gajah sebagai simbol yang membawa harapan pada kepemimpinan kolektif, solid, toleran, serta tidak mudah melupakan janji/dosa politik (analogi “gajah tidak pernah lupa”).

Ada risiko salah tafsir yang bisa diterima publik. Meskipun dominan bersifat positif, masih ada potensi logo gajah dibandingkan dengan simbol lain (partai dalam dan luar negeri) atau jadi olok-olok karena visualisasi jika tidak dibarengi edukasi publik secara konsisten. 

Persepsi publik tentang logo PSI yang baru memiliki risiko salah tafsir seperti cerita konon ada gajah  di Taman Sriwedari bernama Kyai Anggoro yang memiliki telinga yang cacat (perung) dan sering mengamuk dengan melemparkan tlethong (kotoran) kepada rumah serati (perawat gajah). 

Tentu PSI tidak ingin menjadi partai politik dengan karakter “gajah” yang tidak bisa diterima masyarakat. Perlu kerja keras dari internal partai untuk menjaga rebranding logo sebagai identitas yang mengandung simbol kekuatan, kecerdasan, keteguhan, dan solidaritas lewat gajah hitam dengan kepala merah.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 28 Juli 2025. Penulis adalah dosen Program Studi Desain Komunikasi Visual Institut Seni Indonesia Solo)

Sentimen: neutral (0%)